Extra Part II

14.5K 1K 40
                                    

Warning!
Buat yang nge-skip ke part ini cuma mau nyari spoiler-an tentang sad atau happy ending-nya cerita ini ...

Jangan scroll ke bawah, deh. Bisa hancur mood kalian wkwk.

Karena cerita ini happy ending (karena aku adalah tim Zack-Arabella garis keras yang tidak akan menghancurkan akhir indah hubungan mereka kecuali aku yang menjadi orang ketiga dan merebut Zack //woi//) dan part ini agak sedikit ... karena ini tentang ... yang sangat ...

POKOKNYA JANGAN.

Part ini hanya untuk yang udah baca dari awal xixi.

Serius.

Kalau mau lihat spoiler-an mending ke part epilog //eh!// [tapi kalo bisa jangan]

*****

"Perempuan gila!" Zack mengerang. Ia menatap sang kakak perempuan marah lalu mendekat.

Bugh!

"Aw! Adik bodoh, sakit!" Allura mendelik kesal.

"Aku tak peduli. Aku ingin pulang! Kau buta, ya? Tidak lihat ini sudah malam?!"

"Ada Drylox." Allura mengendikkan bahunya acuh.

Malam itu, adalah malam dimana untuk pertama kalinya Zack melakukan kesalahan terhadap Allura yang dianggap besar oleh kakaknya itu.

Mematahkan gagang cermin kesayangannya.

Tidak, tidak. Itu bukan sepele sejak Zack menggunakan sihir yang membuat benda itu tidak bisa diperbaiki bahkan olehnya sekalipun.

Jadi, ayah mereka membebaskan Allura untuk memberi hukuman bagi adik kecilnya.

"Curi darah seseorang yang kau pikir punya aura unik sedikit saja. Aku dengar ada beberapa half kecil yang masih hidup di sini. Oh dan jangan lupa buat dia marah, sedih, dan senang, merasa disayangi, atau sebanyak mungkin jenis perasaan. Teliti emosinya, lihat warna aura emosinya-"

"Tunggu! Untuk apa semua itu?!" seru Zack. Ia terbawa emosi mendengar kakaknya yang berbicara tentang emosi seperti barang di toko rongsokan.

"Tugas dari guru! Ah, aku pasti akan dapat nilai tertinggi lagi." Allura bertepuk tangan memuji dirinya sendiri. "Kuberi waktu dua bulan. Selama itu kau tidak bisa kembali, aku membuat sekat atas persetujuan ayah."

"Hah? Apa?!" Zack maju mendekat.

"Sampai jumpa~!"

Dan Allura menghilang begitu saja.

Malam itu, Zack merasa hidupnya yang tenang dirusak. Kata-kata "dua bulan" terdengar sangat menyiksa. Zack tidak tahu harus merasa seperti apa jika bukan marah dan frustasi.

Satu minggu Zack habiskan hanya untuk mengitari hutan, makan, bermain sihir, lalu tidur di malam hari. Dia sungguh tak berniat menjalankan perintah kakaknya. Karena, toh, ia yakin, walau tidak dilakukan, ayahnya tetap akan menjemputnya jika sudah terlalu lama.

Lebih baik menunggu lebih lama untuk hal yang tidak rumit dibanding sedikit lebih singkat untuk hal yang sukar.

Tapi pada malam ke delapan, Zack mematung melihat pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Sosok gadis kecil yang meraung keras memukuli tanah dan berangsur melemah. Suaranya terdengar menyedihkan. Seperti bukan hanya menyuarakan kesakitannya, tetapi juga perasaannya.

Saat itu Zack menemukan warna aura emosi yang tengah gadis itu rasakan.

Zack mendekat saat gadis kecil itu menengadah, menatap bulan. Dan tatapannya semakin redup sebelum kesadarannya hilang.

Pathetic Destiny  [Completed]Where stories live. Discover now