Heal

15.1K 2.1K 13
                                    

Arabella melirik jam besar di kamarnya. Sudah lewat tengah malam, sepertinya sudah memungkinkan untuk ia keluar sekarang. Zack juga sudah pergi sejak lama.

Setelah bangkit berdiri, Arabella melangkah menuju pintu kamar. Lalu menelusuri setiap bagian istana hingga berhenti tak jauh dari kamar ayahnya.

Beberapa pengawal berdiri di sana berjaga. Sesaat, itu membuat Arabella ragu untuk melanjutkan langkahnya.

Namun, hatinya lebih tidak suka saat sang ayah jatuh sakit seperti ini. Walau tak pernah memikirkannya, ayahnya memiliki tanggung jawab penuh atas kekaisaran.

Arabella kembali melangkah hingga berdiri tepat di depan sepasang pintu besar kamar yang dijaga begitu ketat.

Para pengawal yang melihatnya seketika bersikap waspada.

"Ada apa Tuan Putri kemari? Yang Mulia tidak bisa diganggu." Ucap salah satu di antaranya yang Arabella ketahui sebagai kepala mereka.

"Aku ingin melihat ayahku." Arabella menjawab dengan tenang.

"Yang Mulia sakit dan sekarang harus beristirahat." Ucapnya pengawal itu lagi bersikeras.

"Aku tidak akan membangunkannya."

"Kau tidak diizinkan."

Arabella menaikkan sebelah alisnya. Sikap tidak sopan pengawal itu membuatnya geram.
Dia maju satu langkah menghadap kepala pengawal itu dan menatapnya tajam.

"Dengarkan aku,"
Mata Arabella mulai bercahaya ungu redup. Tak lama, iris mata sang kepala pengawal itu pun ikut bercahaya.
"Kedudukanku jauh lebih tinggi darimu. Berlakulah sopan. Sekarang biarkan aku masuk."

Kepala pengawal itu mengangguk perlahan. Dia melangkah memberi jalan.

"Terima kasih." Ucap Arabella tenang.

Mengabaikan gestur heran beberapa pengawal yang lain, Arabella melanjutkan langkahnya memasuki kamar sang ayah.

Dia lalu duduk di bangku yang kebetulan terletak persis di sebelah ranjang. Dugaan Arabella adalah bahwa bangku itu yang ditempati tabib istana saat mengobati Raja.

Ditatapnya sebentar raut lelah ayahnya yang sedang terlelap. Ayahnya memang sudah tidak muda, tetapi wajahnya sama sekali tidak layak disebut tua.

Bahkan jarang sekali terlihat kerutan penuaan di wajahnya selain pada saat tertawa, itupun hanya di sekitar matanya.

"Ayahku, Kaisar Aldrick yang malang." Tangan Arabella terangkat menyentuh dahi sang ayah.

Cahaya hijau mulai muncul dari telapak tangannya. Arabella memajamkan tangannya, berusaha berkonsentrasi atas sihir yang sedang ia gunakan.

Setelah dirasanya cukup, ia kembali menarik tangannya.
"Sampai jumpa besok, Ayah."

***

"Yang Mulia memanggil, Tuan Putri." Pelayan wanita itu menunduk hormat.

Arabella bangkit dari duduknya. Ia sudah menduga ini. Pasti semua orang yang tahu bahwa Arabella mengunjungi ayahnya semalam akan berfikiran buruk.

Termasuk ayahnya sendiri.

Arabella berjalan diikuti si pelayan wanita. Dalam hati ia menerka-nerka apa yang akan terjadi nantinya.

Tiba di depan pintu ruang tahta, pelayan itu menunduk sebentar sebelum meninggalkan Arabella saat dia sudah berhadapan dengan Ksatria tangan kanan Kaisar.

"Yang Mulia menunggu." Ksatria Tristan berbalik lalu membuka pintu besar itu.

Terlihat Kaisar Aldrick duduk di sana. Wajahnya pucat seperti tengah menahan sakit.

Pathetic Destiny  [Completed]Where stories live. Discover now