Met Zack

37.9K 3.5K 149
                                    

Arabella - 6 tahun

"Arabella, menjauh sekarang!"

Malam itu, Arabella sedang berjalan melewati taman bersama Olivia saat suara ayah mereka membuat Arabella refleks menjauh.

Aura mengintimidasi ayahnya selalu mampu membuatnya bergidik ketakutan.

"Olivia, kemari!"

Olivia segera menghampiri ayahnya dengan tergesa. Sementara Arabella hanya mampu menatap keduanya tanpa kata-kata, lesu dan sedih.

"Sudah kuperingatkan, jauhi anakku." Ucap Kaisar Aldrick tajam.

Arabella diam gemetar.
"Tapi aku juga anak ayah..." lirihnya pelan.

"Kau pikir begitu,"
Sang Kaisar berdecih.
"tapi bagiku tidak."

Mata Arabella berkaca-kaca mendengar pernyataan itu.
"Tapi, ayah..."

"Diam! Anak terkutuk! Kau pikir aku peduli padamu?!"

Arabella tanpa sadar menangis. Menangis karena dibentak. Menangis meratapi dirinya yang begitu dibenci oleh ayahnya sekalipun. Ia masih terlalu kecil untuk dapat menerima bentakan seperti itu dan bertahan agar tidak menangis.

"Jangan sampai karena kau anakku ikut menjadi sial sama sepertimu!"

Usai berkata demikian, Kaisar Aldrick berlalu dari taman belakang kerajaan meninggalkan Arabella sendiri dengan tubuh bergetar.

Tangannya bergerak naik mengusap matanya yang berair.

Dengan langkah gontai, Arabella berjalan menjauh dari bangunan istana. Tangannya tak henti menyeka air mata yang terus berjatuhan, dan punggungnya bergetar karena terisak.

Putri terkutuk, ia tak pernah suka panggilan itu. Rasanya menyakitkan. Terlebih saat ayahnya sendiri yang mengatakan itu dengan penuh kebencian.

Arabella juga semakin merasa tertekan tiap harinya. Seluruh penghuni istana tak satupun menyukainya.

Olivia pun masih terlihat agak takut dengan Arabella. Terbukti dari adik tirinya itu yang dengan cepat berlari ke belakang ayahnya saat dipanggil, terlihat seperti mendapat tempat berlindung. Itu menyakitkan, sebenarnya. Membuatnya semakin merasa sendirian, kesepian, tak diharapkan, terkucilkan, atau apapun itu yang menjelaskan keadaannya sekarang.

Arabella terus melangkah tanpa peduli sekelilingnya, hingga telah masuk cukup jauh ke dalam hutan yang begitu gelap. Terbiasa sendiri sejak lahir, Arabella tentu berbeda dengan anak-anak seusianya yang kebanyakan takut pada kegelapan. Jadi, dia tak peduli. Dan bahkan mungkin Arabella hingga menyukai kegelapan.

Seketika tubuh Arabella menegang dan langkahnya terhenti. Suara geraman terdengar dari balik semak belukar hingga tubuhnya meremang.

Arabella menoleh ke segala arah hingga kemudian pandangannya terpaku pada sebuah bayangan besar yang berdiri di balik semak.

Dia tak tahu itu makhluk apa karena gelapnya hutan menganggu penglihatannya.

Makhluk itu mendekat membuat Arabella melangkah mundur waspada. Dengan gerakan mendadak Arabella berbalik.

Kakinya melesat secepat yang ia mampu. Arabella masih mau hidup, walau dibenci semua orang. Arabella masih mencintai nyawanya.

Pathetic Destiny  [Completed]Where stories live. Discover now