Changes

13.7K 1.7K 22
                                    

Sudah tepat satu minggu Arabella tidak membuka matanya. Keadaan ini  membuat Zack merasa takut kejadian di mana Arabella tertidur selama sepuluh tahun itu terulang kembali.

Zack sudah menemui kakeknya. Namun Kakek Thomas mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah resiko penyembuhan Arabella.

Semua kembali seperti semula. Resiko kematian jauh lebih besar melebihi apapun. Seolah kematian adalah bayangan yang sudah menjadi sahabat Arabella bahkan sejak dilahirkan ke dunia. Kematian bagai ciri khas dalam diri Arabella yang tak terpisahkan.

Dan Zack mengambil alih. Sebagai penunda kematian juga pembawa kematian bagi diri Arabella. Setidaknya itu yang Zack pikirkan.

Sejak satu minggu Arabella terbaring tak sadarkan diri, satu minggu itu juga Zack harus berusaha setengah mati untuk tidak membiarkan sisi iblisnya menguasai. Karena entah mengapa, setiap berdekatan dengan Arabella, sisi iblis Zack seolah meronta ingin keluar.

Satu minggu ini adalah tujuh hari yang paling berat yang pernah Zack alami selama eksistensinya sampai saat ini. Karena selain ia harus berusaha mengendalikan gejolak emosi dari sisi iblisnya, Zack juga tidak bisa bertemu Arabella barang satu detik saja.

Bayangkan seberapa menyiksanya itu ketika kau tidak bisa bertemu dengan orang yang  kaucintai. Sementara orang itu sedang di ambang maut.

"Masih sulit mengendalikan dirimu, heh?"

Zack menggeram. "Pergi."

"Ayolah, Yang Mulia." Kekehan ringan terdengar dari bibir Bek.

Zack memutar tubuhnya. Berbalik menghadap Bek tengan pandangan lurus nan dinginnya.

Bek tergelak melihat mata itu beberapa kali bertukar dengan netra merah darahnya sebelum kembali menjadi hitam pekat. "Kau seharusnya pergi lebih jauh."

Zack mendengus samar. "Begitu juga kau."

Bek mengendikkan bahunya acuh. Ia mengambil sebuah batu kecil dari tanah, menengadah sebelum kemudian membidik salah satu buah yang tergantung di salah satu pohon dekatnya.

Tak.

Bek menangkap buah unggu pekat itu dengan mudah. Ia baru saja hendak memasukkan buah itu dalam mulutnya, menggigitnya kemudian menyecap rasa manis yang buah itu berikan. Tidak sebelum suara Zack terdengar dingin, "Itu buah beracun."

Bek terkekeh. Ia tak peduli dan tetap melahap buah berukuran kecil itu dan menatap Zack jenaka. "Sang iblis masih peduli pada nyawaku, ya?"

Zack mendengus. "Konyol jika kau mati sia-sia di depanku yang dengan senang hati melakukannya. Perlahan."

Bek berdecak. Matanya melirik Zack kesal. "Aku tidak mati hanya dengan makan buah beracun yang rasanya manis ini, seperti yang kau lihat. Sepertinya kau lupa dengan siapa kau bicara." Bek kembali terkekeh, "Bek si penguasa hutan. Hampir bisa dikatakan alam adalah sekutuku."

Zack menaikkan kedua alisnya memandang Bek remeh.

Bek memutar bola matanya sebelum melanjutkan, "Ya, alam tetap paling tunduk padamu."

"Aku sarankan kau pergi secepatnya." Zack memutar kembali badannya membelakangi Bek. "Melihatmu nafsu membunuhku kembali."

"Zack-"

"Ini demi nyawamu sendiri."

Baru saja hendak kembali menjawab, Bek sudah terbungkam dengan kemunculan Viana secara mendadak di depannya.

Yang membuat Bek dilanda panik seketika adalah kondisi Viana yang jauh dari kata baik. Wanita itu muncul dalam keadaan tersungkur dan terbatuk darah beberapa kali. Bek segera menghampiri Viana.

Pathetic Destiny  [Completed]Where stories live. Discover now