Hopeless

13.1K 1.6K 23
                                    

Pagi harinya, Arabella mendapati dirinya terbangun bukan di kamar Zack. Melainkan di kamar yang memang di sediakan untuknya.

Arabella bangkit terduduk. Yang semalam bukan mimpi, 'kan? Semoga saja bukan. Walau Zack menyebalkan Arabella senang.

Bagaimana tidak senang, kalau Zack menyebutnya calon ratu di depan seorang pelayan dengan tegas, tanpa keraguan sama sekali.

Sebenarnya, Arabella semalam senang bukan main. Setengah mati rasanya untuk menahan senyum di bibir di saat hatinya kesal karena Zack menuduhnya. Untung saja Zack meminta maaf dan langsung mengerti. Arabella tak bisa terus marah pada Zack.

Tok tok!

Arabella menoleh saat pintu terbuka, menampilkan sosok pelayan perempuan muda yang membungkuk hormat sekilas.

"Selamat pagi, Tuan Putri."

Arabella mengernyit. Tuan Putri? Panggilan itu masih bertengger di depan namanya? Setelah sepuluh tahun menghilang memang Arabella masih bisa disebut seorang Putri?

Jawabannya adalah ya. Ya, Arabella masih seorang Putri.

"Yang Mulia sudah menunggu untuk sarapan. Ini waktunya saya di sini untuk membantu anda bersiap."

***

"Aku mungkin akan sangat sibuk satu minggu ke depan."

"Aha, dan untuk apa memberi tahuku?" Arabella mendongak, menatap Zack dengan kedua alis terangkat yang tampak menyebalkan bagi penyihir itu.

Zack memutar bola matanya. "Baiklah. Aku menyesal mengatakannya," sesalnya. Zack kembali mengunyah potongan daging yang sama dengan yang ada di piring Arabella.

Arabella tertawa kecil. "Ah, respon yang tidak kuharapkan."

Zack meletakkan pisau dan garpunya menelungkup di atas piring yang telah kosong. Ia mendongak menatap Arabella aneh. "Kau sulit untuk dimengerti."

"Aku juga sulit mengerti diriku sendiri," aku Arabella.

"Aku heran kau baru menyadarinya," ketus Zack. Ia menatap Arabella datar.

Arabella merengut. Namun sedetik kemudian senyumannya merekah. "Aku ingin pulang."

Zack melotot. "Pulang?"

"Iya," angguk Arabella. "Ke Orvins."

"Untuk apa? Rindu merasakan kembali seberapa enaknya dibenci?" sarkas Zack. Matanya menyorot tidak suka pada Arabella. Sangat tidak bersahabat.

"Tidak semua membenciku. Kau jangan bersikap seolah-olah hanya kau yang tidak membenciku," ucap Arabella.

"Oh, ya?" Zack menyandarkan punggungnya. Tanganya bersidekap menatap memincing Arabella. "Seyakin itu?"

"Iya." Arabella mulai mengernyit heran. Reaksi Zack bukankah berlebihan? Seolah topik yang mereka bicarakan ini adalah topik yang dibencinya "Ada Olivia yang tidak membenciku, wanita penjual apel, dan ada Nathan juga!"

Mata Arabella berbinar saat menyebutkan tiga orang yang masuk dalam kategori orang baik dalam hidupnya selain Zack. Namun ekspresi itu dibenci oleh Zack. Karena bagi Zack, itu artinya Arabella juga ingin bertemu dengan Nathan dengan senang hati!

Dan Zack tidak suka itu. Garis bawahi, tidak suka. Sangat, sangat tidak suka.

"Kalau aku tidak setuju bagaimana?" kata Zack sinis.

"Aku akan tetap ke sana," jawab Arabella masih mempertahankan senyumannya.

"Lakukan kalau bisa." Setelah mengucapkan itu, Zack menghilang dari sana.

Pathetic Destiny  [Completed]Where stories live. Discover now