EXTRAPART 3

28.3K 3.6K 652
                                    

Aku memejam begitu letusan pistol terdengar, seluruh tubuhku terasa kaku, jantungku berdebar hebat, pada detik ini tak bohong jika aku merasa takut. Namun, jika mengingat ini semua demi orang –orang yang aku cintai, aku melepaskan semua rasa ketakutan dan membiarkan malaikat Tuhan melaksanakan tugasnya.

Detik demi detik seolah melambat, suara teriakan, suara tembakan, suara bising dan bayangan kilatan lampu memaksaku membuka mata. Begitu aku membuka kelopak mata, Pak Shaka terlihat berlari kepadaku. Ada beberapa orang berseragam koppasus menembakan senjatanya kearah belakangku, ada lampu menyilau dari sisi kanan gedung, tiba-tiba dobrakan keras datang dari atap disertai dengan beberapa tembakan.

Begitu Pak Shaka merangkul bahuku dan menyeretku berlari, aku baru sadar bahwa aku lolos dari maut. Tidak ada rasa sakit yang aku rasakan. Sepertinya bantuan datang tepat waktu, tepat sebelum Antoni menembakkan pelurunya kepadaku. Pak Shaka membawaku keluar dari gedung, ternyata di luar gedung banyak mobil polisi, ambulance dan dua helicopter terlihat terbang kearah kami. Ini mungkin alasan Pak Shaka begitu tenang dan bilang untuk mempercayainya. Karena sebenarnya dia sudah menyiapkan bala bantuan untuk menyelamatkanku.

"Kamu terluka?" Pak Shaka menarik bahuku untuk menghadapnya begitu posisi kami jauh dari gedung yang saat ini sengit terjadi baku tembak.

Aku menggeleng.

"Syukurlah," dia tampak bernapas lega, tidak lama kemudian raut wajahnya berubah, "Kenapa kamu lakukan itu? Ha? Kenapa kamu tega sekali?" bentaknya.

"A—," aku terbata-bata karena terkejut dengan reaksinya.

"Antara kamu dan Alisa bukan pilihan, tidak ada yang harus dipilih. Kenapa kamu bodoh sekali dengan melakukan itu di depanku? Kamu membuatku takut, kamu tau itu?!"

Aku tidak tahu harus menjelaskan bagaimana, yang bisa aku lakukan hanya menangis. Bukan, bukan menyesal telah memilih keputusan tadi. Menyesal telah membuatnya ketakutan dan semarah ini. Aku menangis tergugu.

Detik berikutnya, tangan Pak Shaka menarik tubuhku untuk dipeluknya. Tangisanku menjadi dalam pelukannya, "Maafkan aku..." ucapku di sela-sela tangisan.

"Jangan pernah melakukan hal itu lagi, jangan mengorbankan dirimu demi aku. Daripada takut mati, aku lebih takut kehilanganmu. Kamu paham?" ucapnya dengan nada lebih lembut sembari memelukku erat dan membelai rambutku.

"Maafkan aku..."

"Its okay, its okay, Sayang. Its over, you save now," katanya menenangkanku, "aku yang minta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa saat melihatmu ditampar tadi. Itu tidak akan terjadi lagi, aku bersumpah demi nyawaku sendiri." Dia menarik wajahku untuk ditatapnya, kemudian satu kecupan lembut mendarat di keningku, "I'm sorry, really sorry."

Beberapa orang datang mendekati kami, salah satunya membawa selimut. Pak Shaka meraih selimut itu kemudian dipakaikan untukku, setelah itu kami berjalan menuju helicopter untuk pulang. Di dalam gudang sudah tidak terdengar baku tembak lagi, mungkin semua penjahat sudah dilumpuhkan. Aku sungguh tidak peduli kepada Antoni, meski sebenarnya aku menaruh rasa kasihan kepadanya.

"SABELLA!!!"

Aku menoleh kearah belakang, mataku membulat terkejut karena Antoni berteriak memanggilku sambil berlari dan menodongkan pistolnya. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa lolos dan keluar dari gudang itu. Dalam sekian detik setelah aku menoleh, suara lentusan pistol terdengar, aku sempat melihat percikan api dari pistolnya.

DARR! DARR!

Aku memejam pasrah, namun seseorang memelukku menghalangi peluru menghujam ke tubuhku. Sekian detik setelah dua letusan itu terdengar, aku membuka mata dan terkejut melihat Pak Shaka yang menghadang peluru itu dengan tubuhnya. Dia ambruk kearahku, kami tersungkur ke tanah.

Kedai CinderellaWhere stories live. Discover now