22. Terluka

49.6K 5.9K 1.1K
                                    

Ctang!

Peluru mengenai besi helikopter. Aku sempat tertegun, begitu pula Pak Shaka. Detik berikutnya, Pak Shaka langsung mendorongku untuk cepat-cepat naik ke heli. Tanganku terulur untuk menggapai tangan anak buah Pak Shaka. Letusan kembali terdengar.

"Aargh!"

Sesuatu menelusup ke dalam punggung kanan atas. Perlahan, deru baling-baling helikopter terdengar melambat, angin tiba-tiba terasa dingin. Menyisakan rasa panas tak tertahankan di punggungku. Tanpa aba-aba, tubuhku ambruk ke belakang.

Dua tangan menangkapku, detik itu juga aku melihat wajah keterkejutan Pak Shaka diantara kegelapan yang disapu angin kencang baling helikopter.

"Bella!"

Aku tidak bisa berkata apa-apa, rasa sakit yang belum pernah aku rasakan itu membuatku hanya bisa terpaku. Aku ingin menjerit, berteriak kesakitan namun yang bisa kulakukan hanya mendesis mengikuti deru napasku yang tidak beraturan.

DARR! Kembali terdengar tembakan yang entah datangnya dari mana.

"Up! Up!" perintah seseorang yang berada di helikopter, seseorang lagi kulihat turun dan membantu Pak Shaka menarikku untuk masuk ke dalam helikopter.

Tembakan kembali terdengar, bersamaan dengan itu rasa sakit di punggungku terasa berdenyut hebat. Seperti tertempel pada logam panas yang baru saja keluar dari perapian. Aku dibaringkan di tandu, kemudian dua telingaku dipasangkan earmuff. Heli perlahan bergerak keatas.

"Bella, bertahanlah!" Pak Shaka melepas jas-nya, lalu menyelimuti tubuhku dengan itu.

"Stay awake!Bella! Please!"

Pak Shaka mencengkeram kuat tanganku, aku hanya bisa menatapnya tanpa bisa berkata apa-apa. Seseorang mengulurinya ponsel.

"Bangsat kau, Vid! Bella tertembak, bajingan!"

Di tengah rasa sakit yang menguliti, aku terkejut Pak Shaka terlihat sangat marah, bahkan dia mengumpati David.

"Aku nggak mau tau, sampainya di rumah sakit, Bella harus segera masuk ruang operasi!"

Pak Shaka melempar ponsel itu entah ke mana. Kemudian dia merobek kemejanya, lantas menarik bahuku untuk duduk. Dia menekan lukaku dengan robekan kemejanya, sembari memelukku.

"Please, Bella, i'm begging you. Bertahanlah! Please! Please!" bisiknya tepat di telingaku.

Beberapa kali dia memohonku untuk tetap sadar, beberapa kali pula aku benar-benar menahan mata untuk tidak tertutup.

"Forgive me, Bella.Please, don't close your eyes. Please, i'm begging you. Please!"

Baling heli masih berputar, namun tubuhku mulai melemah. Bahkan aku tak sanggup lagi mencengkeram pundak Pak Shaka. Dadaku mulai sesak, ruang gerak napasku mulai sempit. Bersamaan dengan itu, rasa sakit tak tertahankan ini membuatku rasanya ingin menutup mata.

"Bella! Aku mohon tetaplah sadar!" Pak Shaka mengangkat daguku untuk menatapnya. "Hey! Hey! Look at me! Look at me! "

Wajahnya begitu dekat, bahkan aku bisa melihat bulir keringat yang mengalir di sudut keningnya.

"Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Semua akan baik-baik saja, jadi aku mohon kamu bertahan ya?" Dia menepuk pipi kiriku dua kali agar aku tetap selalu membuka mata.

Berkat Pak Shaka yang tak mau menyerah membuatku agar tetap tersadar, aku masih membuka mata saat sampai di rumah sakit. Pak Shaka membantu petugas medis yang sudah bersiap di landasan heli, kemudian mereka mendorong brankarku masuk ke lift untuk menuju ruang operasi.

Kedai CinderellaOnde as histórias ganham vida. Descobre agora