14. Sisi Lain Duda Gila

47.2K 6.2K 1.1K
                                    

"Aaaaaaakh!!!"

Aku membanting diri ke kasur, kemudian bergulung-gulung kesal karena lagi-lagi usahaku untuk mendekati Alisa gagal. Tadi pagi aku menghampiri Alisa di kamarnya —di depan pintu kamarnya—karena pelayan Alisa melarangku masuk atas perintah gadis itu. Aku sudah menyiapkan amunisi untuk mendekati Alisa, namun semua sia-sia hanya dengan satu ucapan dari mulut gadis kecil itu.

"Ciao, Alisa, Buon giorno? È una bella giornata, buona giornata. Sei Molto Bella, ti adoro."---terjemahan: "Halo, Alisa, selamat pagi? Hari ini sangat indah, semoga harimu menyenangkan. Kamu begitu cantik, aku suka".

Aku menuruti saran Nania untuk mempelajari sedikit tentang bahasa Italia, berharap Alisa mau membuka diri untukku atau setidaknya dia mau menyambut ucapanku tanpa wajah sinis dan perkataan kasar. Namun, itu semua sia-sia saat mendengar jawabannya.

"Wǒ hèn nǐ!"---terjemah: aku benci kamu!

DIA MENJAWAB PERTANYAAN BAHASA ITALIAKU DENGAN BAHASA MANDARIN!!!

Dan berakhirlah aku di sini, menggulung diri dengan selimut melampiaskan sedihnya nasibku harus berhadapan dengan anak luar biasa seperti Alisa. Aku sudah belajar bahasa Italia semalaman, menghapal kalimat yang ingin kuucapkan sampai menjelang subuh, tapi endingnya sungguh memalukan. Sebenarnya dia bisa berapa bahasa sih!? Dia manusia atau kamus berjalan?

Saat anak usia sepuluh tahun baru belajar perkalian, tetapi dia sudah bisa menguasai empat bahasa. Aku tidak percaya ini, Alisa itu benar-benar manusia atau jelmaan roh Einstein?

Kling! Terdengar sebuah pesan masuk di ponselku, dengan malas aku meraih benda pipih itu yang juga di atas tempat tidur. Melihat siapa yang mengirimiku pesan, aku membuang ponsel itu jauh-jauh. Siapa lagi kalau bukan duda gila itu. Pada detik ini aku hanya ingin bebas tekanan dengan mengistirahatkan sel-sel otakku sejenak.

Baru saja masuk ke alam mimpi, Fera salah satu pelayanku mengetuk pintu. Memberitauku untuk segera ganti baju dengan baju yang dia bawa. Aku yakin itu pasti perintah duda gila.

"Emangnya Pak Shaka ada di mana sekarang?" biasanya orang itu akan menyuruhku langsung sambil membawa satu paket karyawan make up modeling miliknya.

"Di Singapura, Nyonya."

"Singapura?" Aku memekik terkejut, "trus ngapain dia nyuruh aku pakai baju ini?"

"Tadi pagi Tuan muda berangkat ke Singapura untuk menghadiri meeting, Tuan muda baru saja mengabari bahwa beliau membutuhkan Anda di sana."

"Untuk?"

"Mohon maaf saya tidak tahu, Nyonya, Tuan muda hanya memberitau itu saja. Sekarang, Nyonya hanya punya waktu setengah jam untuk mempersiapkan diri terbang ke Singapura."

Jelaslah, aku langsung melotot kaget. Ke luar negeri tiba-tiba dan hanya diberi waktu setengah jam. Duda gila itu benar-benar otoriter sinting!

"Udah gila ya?" protesku.

Fera meletakkan tas ransel di lantai, "Di sini sudah ada passport dan kebutuhan lainnya saat Anda sudah berada di Singapura. Lima belas menit lagi helikopter akan sampai di halaman belakang menjemput Nyonya untuk ke bandara karena jet pribadi Tuan muda sudah stand by di sana."

Aku masih berdiri mematung, terkejut, bingung dan kesal.

"Nyonya?" panggilan Fera pun kuabaikan, masih mencerna kehidupan macam apa ini? "Nyonya, waktu Anda sangat sedikit. Helikopter akan segera tiba."

"Haish!" Aku mengangkat tas itu sambil berlalu, kesal.

Duda gila itu memberiku t-shirt lengan panjang berwarna hitam, celana jeans telur asin, topi dan masker. Lumayan membuat rasa kesalku berkurang karena dia tidak menyuruhku berdandan macam-macam. Aku menuju kamar mandi lalu mambasuh tubuh secara kilat, mempoles wajah ala kadarnya, bahkan aku tidak sempat memberi warna pada bibirku, hanya lipbalm saja. Aku memakai sneakers baru yang sudah distok beberapa hari lalu oleh entah siapa aku lupa namanya, dia anggota di bagian fashion show Shabiru Mode.

Kedai CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang