30. Seorang Pria di Kedai

46.3K 6.6K 1.2K
                                    

Benjamin Franklin pernah berkata, "You may delay, but time is not." Yang artinya mungkin kamu bisa menunda, tetapi waktu tidak karena waktu terus berjalan. Aku selalu menunda mencari buku diary Kim yang hilang di kamar Alisa beberapa waktu yang lalu, tepatnya ada saja urusan yang membuatku menunda mencari buku itu.

Dan malam ini aku baru berniat mencarinya, itu alasan kenapa aku datang ke kamar Alisa. Sayangnya, pada malam ini juga duda gila itu sadar bahwa ada yang hilang dari kamarnya. Kupikir dia tidak akan sadar karena buku itu sudah lama kuambil, aku terlalu menyepelekan untuk sesuatu yang seharusnya tidak boleh disepelekan.

"Katakan, Sabella!"

Jantungku berdentum kuat, kala melihat manik amarah yang jelas di matanya. Aku pernah melihatnya kilatan amarah itu, waktu di mana aku baru saja tertembak.

"Kau melanggar pasal 5!" tukasnya.

Aku tersentak kaget saat mendengar tekanan nada di kata terakhir yang dia ucap. Saat ini aku benar-benar habis, tidak bisa mengelak.

"I- i don't know what you mean."--terjemah: aku tidak tahu apa maksudmu.

"Bulshit!" umpatnya sambil melepas kasar dasi di kerahnya, tatapannya semakin menajam. Seperti singa yang ingin menerkam mangsa. Aku benar-benar tidak berkutik, bahkan tak berani menatap mata Pak Shaka.

"Heh!" Pak Shaka mengangkat daguku, "katakan di mana?"

"Aku sudah bilang, aku tidak tahu apa yang kau maksud!" Aku menepis tangannya dari daguku.

"Jangan berpura-pura, Sabella! Jelas sekali malam itu kau menggeledah kamarku! Apa saja yang kau temukan selain benda itu?"

Sekeras mungkin aku berusaha untuk tidak mengaku, pada kenyataanya buku itu tidak ada padaku.

"Benda apa? Aku beneran tidak tau apa yang kau maksud. Aku sudah bilang, kan malam itu aku belum sempat menggeledah kamarmu, kau sudah datang. Dan kau sendiri juga melihat aku tidak membawa apa pun dari kamarmu!"

Pak Shaka tersenyum kecut, tiba-tiba dia mencengkeram dua bahuku mendekatkan wajahnya dengan wajahku, semakin jelas amarah yang terpancar di matanya, "Kau pikir aku bodoh?"

"Lepasin!" Aku mencoba berontak.

"Apa yang ingin kau tau dariku? Apa yang kau ingin cari tau? Tugasmu hanya menjaga anakku, bukan mencampuri urusan pribadi apalagi masa laluku!?" ucapnya tepat beberapa centi di wajahku.

Bibirku bergetar, aku benar-benar ketakutan, "Kau sendiri bilang untuk mencari tau cara meluluhkan hati Alisa, aku cuma ingin mencari tau penyebab traumanya!" kataku dengan nada bergetar.

"Jangan jadikan Alisa sebagai tamengmu!" Dia semakin mengeratkan cengkeram tangan di dua bahuku, aku sampai meringis kesakitan, "Kau pikir karena Alisa sekarang sudah luluh kepadamu, kau bisa menjadikannya alasan?"

"Sa—kit," rintihku.

"Aku memintamu untuk meluluhkan hati Alisa, bukan mencaritau semua tentang masa lalunya. Dia sendiri yang akan bilang semua kalau kau sudah berhasil meluluhkannya. Itu bukan sama artinya kau bebas menggeledah! Apalagi itu menyangkut privasiku! Aku sangat membenci orang yang merusak privasiku! Kau tau!?"

Semakin panjang dia terus berkata, semakin keras cengkeraman tangannya di bahuku.

"Le—pas, sa—kit..." rintihku lagi.

"Katakan sekarang, apa saja yang kau ketahui selain benda itu! Katakan, Sabella! Katakan! Biar aku bisa mengakhiri kontrak sekarang juga!"

Air mataku jatuh, bukan karena kalimatnya. Tetapi karena cengkeram kuat tangannya yang membuatku sangat kesakitan. Aku bisa membayangkan menjadi Oriana Kim lima tahun silam. Apakah setiap harinya dia selalu menyaksikan iblis ini menyakitinya? Hingga Kim begitu membenci pria gila ini.

Kedai CinderellaWhere stories live. Discover now