3. Bukan Sepatu Kaca

49.7K 7.1K 193
                                    

Setelah selesai memasak untuk sarapan Tante Celin dan anak-anaknya, aku kembali merebahkan tubuh di kasur. Karena hari ini hari Senin, aku buka kedai sekitar pukul sepuluh pagi. Karena masih ada waktu, aku ingin beristirahat sebentar, walaupun rasanya itu tidak cukup. Baru saja mataku terpejam, terdengar ponsel berdering keras. Aku berdecak kesal, karena merasa terganggu aku meraba-raba keberadaan ponsel dengan mata tertutup.

"Halo, siapa? Bisa nggak nanti aja telponnya? Gue mau tidur nih," kataku dengan nada serak khas bangun tidur.

"Dengan Nona Sabella Hasyim?"

"Hm."

"Saya dari Adhitama Jaya Group," kontan mataku terbuka, rasa kantukku mendadak buyar. "Selamat Anda diterima sebagai karyawan freelance dibagian divisi desain Shabiru Mode, apakah Nona Sabella bisa datang ke kantor hari ini untuk wawancara?"

Aku terjingkat kaget, menarik tubuh untuk duduk. "Gimana, gimana, Pak?" tanyaku masih tidak percaya. Pasalnya aku tidak pernah menaruh lamaran di mana pun, apalagai Adhitama Jaya Group, sebuah perusahaan tekstil yang terkenal. Tunggu sebentar, divisi desain Shabiru Mode?

"Anda diterima sebagai karyawan freelance di divisi desain Shabiru Mode. Apakah Anda bisa melakukan wawancara hari ini?"

"Eee, b-bi bisa, Pak. Jam berapa?"

"Jam 8 pagi, Nona. Nanti langsung saja ke lantai tujuh kantor utama Shabiru Mode. Usahakan datang tepat waktu ya Nona."

"Baik, Pak. Terima kasih, saya akan datang tepat waktu."

Setelah sambungan terputus, aku langsung menghubungi Nania, ini pasti kerjaan Nania menaruh lamaran untukku diam-diam. Setelah lama tidak langsung diangkat, suara ceking Nania akhirnya terdengar.

"Iya, Bel?"

"Kamu ya naruh lamaran buatku di Shabiru Mode ya?"

"Hah? Eee-nggak, ngapain?"

"Jangan boong!"

"Iiih, sumpah, nggak!"

Aku terdiam, otakku meroda berpikir siapa yang menaruh lamaran itu diam-diam tanpa sepengetahuanku, bahkan tanpa izin dariku.

"Kenapa emang, Bel?"

"Tadi aku dihubungi Perusahaan Adhitama Jaya, katanya diterima kerja di Shabiru Mode sebagai desainer paruh waktu."

"WHAT!??!"Teriakan Nania membuatku menjauhkan benda pipih itu dari telinga. "Serius, Bel! Trus gimana?"

"Aku diminta datang jam 8 buat wawancara."

"Sumpah, speechless. Kamu dateng, kan?"

Aku bergeming sejenak, kalau aku datang ke wawancara itu bagaimana dengan kedai? Masa harus tutup di hari Senin? Biasanya jam 12 siang, banyak pengunjung yang datang. Tetapi, bekerja di Shabiru Mode bukankah itu sebuah kesempatan emas untuk bisa membeli kedaiku secara utuh? Ya, memang cuma freelance tapi gajinya lumayan besar setauku. Aku berkonflik dengan hati dan pikiranku sendiri.

"Please, kamu dateng, kan?" desak Nania karena dia tahu pekerjaan sebagai desainer adalah mimpi terbesarku. Apalagi bekerja di Shabiru Mode yang rancangan bajunya mendunia itu, bukankah itu keren?

"Kedaiku gimana dong?"

"Aku bisa handle, kok, tapi entar sekitar jam 11-an, soalnya aku mau kuliah dulu. Please, kamu dateng ya?"

"Oke, akan mencobanya."

Teriakan girang Nania terdengar, setelah itu aku segera bergegas merapikan diri, aku memakai baju terbaik sebuah span sepanjang lutut berwarna hitam dan blazer yang juga berwarna hitam, dengan inner berwarna peach. Aku juga sengaja mengurai rambut panjangku agar terlihat lebih segar dan berkharisma, setelah itu aku memoles wajah, tidak terlalu menor, tetapi cukup menjadi pemanis penampilanku. I think.

Kedai CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang