24. Roma, hari pertama.

56K 6.3K 950
                                    

[Selamat sore, dengan saya pilot Private Jet Shabiru Air ingin memberitahu bahwa pesawat sudah berada di langit kota Roma, sepuluh menit lagi pesawat akan melakukan landing di Leonardo Da Vinci Airport, perbedaan waktu dengan Jakarta 6 jam, di mohon untuk para penumpang mengenakan sabuk pengaman dan berada di kursi masing-masing. Terima kasih dan selamat datang di Roma, Italia.]

Aku menarik sabuk pengaman setelah mendengar pengumuman dari pilot, kemudian kembali menutup mata. Begitu melelahkan setelah hampir 17 jam perjalanan. Meski pesawat ini sangat nyaman, aku merasa tidak nyaman karena hanya ada aku dan Pak Shaka saja.

Dia berada di kursi belakang, sedangkan aku memilih di kursi depan. Kami saling diam, tidak bertegur sapa sejak hari itu. Pramugari dan perawat berada di ruangan lain, mereka hanya datang saat kami memanggil. Setelah roda pesawat berhenti, pramugari membuka pintu. Aku membuka sabuk pengaman lalu berdiri, bersamaan dengan itu Pak Shaka berjalan melewatiku. Sikapnya benar-benar dingin.

Keluar dari bandara, kami menuju ke hotel. Di mobil pun kami tetap saling diam, aku mengedarkan pandangan ke luar jendela sedangkan dia sibuk dengan pekerjaannya. Seharusnya hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagiku, namun aku merasa tidak begitu bahagia.

Begitu sampai di hotel, ternyata Pak Shaka memesan satu kamar, mungkin karena tak ingin dicurigai. Sesampainya di dalam kamar, dia melanjutkan pekerjaan di atas meja, sedangkan aku memilih untuk beristirahat. Merebahkan tubuh dengan sesekali menatap punggungnya.

"Apa kau tidak lelah? Selama perjalanan kau berkutat dengan laptop, sekarang kau juga sibuk dengan benda itu lagi. Istirahatlah, fisikmu butuh itu."

Kalimat itu hanya terucap dalam hati tanpa bisa keluar dari lisan. Bukan karena aku membencinya, aku tidak peduli padanya. Aku masih punya rasa empati untuk manusia-manusia pekerja keras sepertinya.

•••.

Aku membuka mata saat seseorang membangunkanku, aku melirik jam di dinding, pukul 10 malam waktu Roma, aku langsung menarik tubuh karena melewatkan gladi resik show.

"Nyonya mau ke mana?"

Aku baru sadar ada seseorang di samping bed-ku. Dia perawat Dokter Hasita yang ditugaskan untuk mengawasiku selama di Roma.

"Ke tempat gladi resik." Aku turun dari tempat tidur kemudian berjalan kearah kamar mandi untuk mencuci muka, "ehm, Suster...," Aku menghentikan langkah di depan pintu kamar mandi, "apakah Suster tau kapan perginya suamiku?"

"Pak Shaka pergi setelah makan malam, beliau menitip pesan kepada saya untuk membangunkan Nyonya karena Nyonya belum makan malam karena tadi sore Nyonya tidak mau dibangunkan."

"Aku tidak mau dibangunkan? Siapa yang membangunkan?"

Perawat itu tersenyum, "Tentu suami Nyonya, beliau sendiri bilang."

Jelas bohong, aku sama sekali tak merasa dibangunkan. Dia sengaja meninggalkanku.

"Begitu, ya?"

Perawat itu mengangguk, kemudian aku kembali melanjutkan niatku untuk masuk ke kamar mandi, mencuci muka. Di depan cermin, aku menatap diri sembari menghela napas lelah.

"Its okay, Sabella. Keep calm, jangan pedulikan duda gila itu. Kamu harus fokus sama Show, tidak ada yang lain, kamu pasti bisa!" monologku. Aku kembali menarik napas panjang, kemudian memutar keran lalu mencuci muka. Meskipun begitu, hatiku masih terasa berat. Sangat berat.

"Suster, apa Suster tau di mana lokasi show? Mungkin mereka belum selesai gladi resik, aku mau ke sana," kataku setelah keluar dari kamar mandi, berjalan menuju lemari untuk memilih baju.

Kedai CinderellaWhere stories live. Discover now