🍒 Memantaskan Diri?

1.7K 172 157
                                    

story by @MarentinNiagara

Kosongkan pikiran dan jangan ingat cerita yang lain karena cerita ini terpisah dari yang lainnya.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

✏️✏️

Kata orang tidak ada namanya sahabat antara seorang laki-laki dewasa dengan perempuan dewasa. Apakah itu suatu kebenaran? Sepertinya hanya mereka yang pernah menjalin persahabatan seperti itu yang bisa menjawabnya.

Cerita ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan, entah apa yang menyebabkan aku dulu bersedia mengantarkan kakak kostku yang kala itu dengan sengaja dan kelihatan sangat membenciku. Padahal aku merasa tidak pernah menyinggungnya ataupun berbicara yang tidak-tidak tentang dirinya.

Tapi hari itu dia membutuhkan bantuan untuk mendapatkan surat keterangan kelakuan baik sedangkan dia tidak bisa mengendarai sepeda motor. Sementara di kost tidak ada seorang pun yang lain karena sepertinya teman-teman yang lain masih berada di kampus.

"Aya, eh untung kamu datang. Bisa tolong anterin ke polres nggak sekarang?"

"Polres? Memangnya ada masalah Mbak Nina?"

"Aku butuh SKKB, tapi pipi nggak bisa anterin. Nah kamu kan bawa sepeda motor nih, bisa tolongin ya. Please," katanya.

"Tumben mas pipi nggak bisa anterin, Mbak Nina. Aku ke kamar dulu ya taruh buku habis itu kita berangkat." Selintas terpikir, kalau butuh saja bermuka manis. Lagian apa sih yang pernah aku lakuin kepadanya, bersinggungan saja aku nggak pernah lalu mengapa dia harus membenciku dengan menghasut anak-anak kost yang lain untuk ikut-ikutan membenciku.

Antonia Karenina, sebenarnya dia itu idola. Kakak tingkatku di kampus, saat aku masuk menjadi mahasiswa baru dia sudah mengerjakan skripsi dengan IPK yang membuatku menjadi iri. Mbak Nina memiliki kekasih bernama Irwinsyah Saputra dan dipanggil 'pipi' olehnya. Itu sebabnya kami pun jadi ikut memanggilnya mas pipi daripada mas Irwin.

Tidak berselang lama akhirnya aku sampai juga di polres mengantarkan kakak kostan yang sedikit 'aneh' menurutku.

"Mbak Nin aku tunggu di luar aja ya?"

"Makasih ya Dik Aya." Kalau butuh aja muka manis banget itu bahkan sampai memanggilku dengan sapaan 'dik', kalau lagi nggak butuh pedes banget mulutnya ngomongin aku di belakang.

Apa karena mas Andra yang katanya mantan dari sahabatnya sekarang lagi mendekatiku? Entahlah, aku juga nggak nyuruh Andra untuk mengikutiku. Salah siapa coba, mengapa harus aku yang menjadi kambing hitamnya. Lama-lama aku terima saja pernyataan cintanya si Andra untuk membuatnya semakin meradang seperti cacing kepanasan. Tapi apa untungnya buatku?

Aku membuka buku bacaan yang aku bawa dari kostan sambil menunggu mbak Nina yang sedang mengurus SKKB di kursi yang tersedia di dekat pos penjagaan petugas di dekat pintu masuk. Mengapa harus buku, karena saat itu belum marak dengan handphone, jikalaupun ada yang punya itu masih satu warna doang belum ada mode poliponik.

"Siang Ndan."

"Selamat siang," aku mendengar sapaan beberapa anggota kepada salah seorang diantaranya dengan panggilan 'ndan' hanya saja aku enggan memperhatikan lebih karena memang menurutku tidak ada yang indah untuk diperhatikan dan sebenarnya malas juga berurusan dengan mereka. Sampai akhirnya tercetus sebuah pertanyaan yang membuatku menjadi takut karena yang ditunjuk adalah sepeda motorku. "Ini sepeda motor siapa?"

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang