🍒 Bidadari Terakhir

1.3K 125 12
                                    

A story by @AndreRain5

✏️✏️

"Seperantauan kau pada tiada, tak ada lagi tembang-tembang indah darimu, Rindu."

---
"Gimana Bang, apa Abang benar bulan depan mau datang meminang Rindu?"

"Ayah semalam menanyakan kembali maksud Abang itu."
---

Suara lembut di ujung sana terus menanyakan kesungguhan diri ini atas dirinya. Sebenarnya aku sendiri masih belum yakin, karena mengingat jarak yang begitu jauh dan juga aku yang belum terlalu mapan.

Ya, aku dan Rindu sudah lama menjalin hubungan. Meskipun jarak membentang dan tajam, Jakarta dan Padang.

Rindu.

Gadis Minang yang tak sengaja aku jumpai waktu kunjungan kerja di daerah Padang.

Dia adalah seorang marketing di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pemasok sayuran. Tidak ada yang istimewa hanya seorang wanita biasa yang jauh dari kata sempurna. Namun sejak pandangan pertama telah membuat hatiku bergetar hebat. Bak sengatan listrik ribuan volt yang mampu membuat kakiku lumpuh seketika.

Dia wanita pertama yang memberikan arti banyak warna tentang gemerlapnya kehidupan. Hingga bibirku sanggup untuk mengatakan apa yang sesungguhnya tersembunyi di dalam hati. Mengatakan apa yang membuat mata hanya selalu ingin melihatnya dan tak ingin berpaling lagi.

Cinta yang membuat aku hampir setengah gila untuk memujanya. Cinta yang membuat aku ingin selalu bermanja bersama dan menghabiskan waktu hanya untuk berdua. Cinta yang membuat aku harus merelakan seluruh hidup menjadi tawanannya.

---

Tak terasa, setahun sudah kami menjalin hubungan dan berniat untuk menuju ke jenjang pernikahan.

Tiga bulan yang lalu aku sudah datang menemui ayahnya, berniat untuk mengutarakan maksud dan keseriusanku terhadap putrinya. Beliau memintaku untuk fokus dulu dengan pekerjaan selama di Padang. Tidak masalah toh selama ini aku selalu yakin dengan apa yang akan aku lakukan.

Atasanku selalu puas dengan hasil kerjaku karena aku selalu melakukan semuanya dengan kesungguhan hati. Menghitung sebagai ibadah yang nantinya akan aku pergunakan untuk memberikan nafkah bagi keluarga kecilku.

Karena aku yakin bahwa semua kebiasaan itu berawal dengan sebuah pembelajaran yang berlaku secara terus-menerus dan aku tidak ingin memulai sesuatu dengan tidak serius. Hasilnya akan kembali kepada kita dengan tidak serius juga nantinya.

"Nak Arya. Fokus dulu saja dengan kerjaanmu, nanti setelah semua urusamu di sini selasai, bawa kedua orang tuamu ke sini, lamar putri bapak. Insya Allah Bapak luluskan."

"Baik, Pak." Begitulah pesan beliau terhadapku.

Hari terus berganti, minggu telah berlalu. Menghabiskan waktu dengan menghitung kalender yang membawa sebuah harapan bahwa aku telah siap dengan kesungguhan hatiku bersama kedua orang tua melangkahkan kaki meminta yang telah dijanjikan bisa untuk kupetik karena saatnya telah tiba. Dan hari ini adalah saat yang paling tepat, waktu yang telah dijanjikan itu benar-benar datang menghampiri di hadapanku.

Aku siap untuk melamar Rindu, dan datang membawa kedua orang tuaku ke Padang. Dengan berbagai buah tangan sebagai hantaran dan pemanis pandangan. Mentari bahkan menatapku malu-malu pagi ini. Apakah aku leboh bersinar daripada terangnya? Hingga untuk menatapku saja dia harus bersembunyi di balik rimbun dedaunan.

Ah aku tahu, mungkin karena aura cinta yang menguar dengan begitu gagahnya saat ini hingga membuatku terlihat begitu bercahaya, sampai-sampai mentari terkalahkan sinarnya.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang