🍒 Surgaku, Dunia Akhirat

2.4K 246 108
                                    

a stories by @MarentinNiagara

✏✏

Semburat senja baru saja menggelar pesonanya di bawah langit yang kemerahan. Sementara di ujung dunia seorang gadis masih berdiri memandang keindahan alam yang terlukis dari tangan Allah seorang diri. Ditemani secangkir teh yang telah terpesan dan sudah mendingin entah sejak kapan.

Seandainya secangkir teh itu bisa berbicara, dia pasti sudah meronta minta untuk dihabiskan segera. Karena membiarkan sesuatu begitu saja bukan hal sepele, demikian halnya tentang sebuah rindu. Sambil berucap 'Selamat sore, Cinta'.

Teruntuk yang kesekian kalinya, Aida merindukan Samudra. Tinggal di kota super romantis yang menjadi kota impiannya bersama kekasih hati yang sudah 8 tahun meninggalkannya. Ingin rasa hati untuk bicara berdua, hanya bersama Samudra, membagi cerita bersama, tertawa berdua dan sekedar untuk menangis serta membagi duka yang menyesakkan dada.

Bicara tentang sepotong senja yang akan mereka lewati hingga datang masa tua. Tetapi lagi-lagi hanya pada mentari Aida menenggelamkan angannya semua.

'Apa kabar engkau di sana, Sayang? Aku baik-baik saja, dan masih mencintaimu seperti biasa. Jangan pernah bosan mendengarnya, karena aku sendiri sudah bosan membunuh rasa yang tak kunjung binasa.' ucap Aida dalam getar hati tak berujung padam untuk sebuah nama.

Semenjak akrab dengan kota romantis ini karena tinggal dan memilih untuk menetap di Yogyakarta sejak kepergian Samudra, tidak banyak yang berubah, hanya kepulan asap yang semakin hari semakin tebal karena banyaknya kendaraan yang melintas di jalanan kota budaya ini.

Café tempat Aida duduk dan berdiri ini masih menampilkan hamparan senja yang manis di ujung lautan. Ombak masih menyapu seisi pantai, dedaunan masih berayun seirama hembusan angin. Barangkali yang berubah hanya Samudra, ketidakhadirannya. Ketiadaan Samudra di sisi Aida yang membuatnya semakin membuatnya terpental memintal gulungan memori bersama nafas cintanya.

Bisakah lagi terulang, Aida duduk disini sambil menyesap teh beraroma mint bersamanya? Bercerita sepanjang malam dan membiarkan teh keduanya menjadi dingin kemudian? Bisakah lagi terulang, Aida mendengar lembut suara Samudra? Bercerita tentang rig oil lepas pantai, sambil menjelaskan bagaimana prosesi kerja minyak hingga ke darat. Melihat senyum manis yang selalu tersungging di bibirnya.

Ya Illahi Rabb, air mata ini lagi-lagi tak tertahankan.

Sudah lama sesungguhnya Aida tersadar, bahwa suatu saat akan ada yang pergi lebih dulu. Dan dia berharap Aidalah yang pergi lebih dulu bukan Samudra. Hanya saja betapa bodohnya dia, sebelum bersiap menerima kepergian Samudra, Aida sudah kehilangan Samudra.

Beruntung saja rindu itu tidak berupa, seandainya rindu itu berupa air mungkin Aida sudah tenggelam dan karam olehnya. Seperti halnya Samudra yang kini menjelma menjadi kenangan yang membuat Aida tenggelam di masa silam.

Bersama senja Aida masih terpekur di sebuah cafe, tempat yang menjadi kenangannya bersama Samudra. Sendiri bersama dan mengharap bisa menjelma menjadi Samudra.

'Aku mencintai kamu, seperti kamu mencintai senja. Sesekali aku berpikir untuk jadi mentari, agar bisa tenggelam bersamamu, senjaku. Tetapi lagi-lagi hanya aku yang tersisa disini. Manusia yang nyaris gila merindukanmu.' lirih hati Aida berbisik yang berhasil meloloskan air matanya jatuh kembali.

Sebentar lagi pasti langit kemerahan itu akan menjadi gelap. Mentari akan segera terbenam seiring menghilangnya senja. Meski sebenarnya bagi Aida, senja sudah lama hilang bersama perginya Samudra. Hanya ada Aida dan hari-hari penuh rindu.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang