"Saya harus berangkat segera," pamit Erick.

"Pak, saya boleh ikut?" Salsa langsung berdiri, menghentikan langkah Erick.

"Sal, gue mau ngomong sama lo!" sela Letta yang terdengar ketus di telinga Salsa.

Salsa mengangguk pasrah kemudian kembali duduk, sementara Erick melanjutkan langkahnya ke parkiran, dia sempat menyapa bapak penjual bubur ayam sebelum benar-benar keluar area warung.

Sampai di parkiran sekolah Erick langsung memarkirkan sepedanya. Dia menatap sekilas motor Ari yang sudah terparkir rapi kemudian menghilang dengan kekuatan teleportasinya. Dalam waktu tiga detik Erick berhasil sampai di depan ruang guru, dia langsung melangkah masuk.

"Pagi, Pak!" sapa Bu Alya.

Erick hanya mengangguk, tanpa menoleh ke Bu Alya yang masih memperhatikannya. Beberapa saat kemudian Yudha berjalan ke meja Erick lalu mengulurkan secarik kertas yang terlipat.

"Dari Ayunda, dia belajar semalaman untuk menulis ini," terang Yudha.

Penasaran, Erick membuka lipatan kertas tersebut. Tulisan khas anak TK membuat Erick tersenyum tipis, dia membaca satu kalimat yang ditulis Ayunda untuknya.

'Om Erick kapan main ke sini? Aku kangen.'

"Sepertinya dia sangat merindukanmu," imbuh Yudha.

Mengangguk, Erick menyimpan kertas tadi ke laci mejanya. "Besok saya akan datang."

"Rumah saya selalu terbuka untukmu."

Suara bel masuk memutus percapakan dua guru itu. Yudha langsung menepuk bahu Erick lalu kembali ke mejanya dan bersiap mengajar. Sementara Erick membenarkan topinya lalu melangkah ke luar, jam pertama ini dia mengajar kelas 10.

***
Jam pelajaran telah habis semenit yang lalu, masih ada sisa waktu 5 menit untuk istirahat. Erick mengernyit kala mendapati Angel keluar kelas dengan wajah ditekuk. Dia memperhatikan Angel hingga gadis itu sampai di depan tiang bendera, kemudian berjalan ke arahnya sambil menggeleng pelan, menyadari jika gadis itu tengah di hukum.

"Kenapa?"

Angel melirik sedikit, lalu meletuskan permen karetnya. "Lupa enggak ngerjain PR," balasnya kemudian.

Erick tidak menyahut, dia melepas topi lalu mengenakannya di atas kepala Angel setelah mengurangi ukuran topi tersebut.

"Pak--"

"Saya harus pergi," potong Erick cepat. Dia merasakan keberadaan Vega di sekitar sekolah, Erick harus menemui gadis itu untuk rencana selanjutnya.

Angel mendengkus. Gadis itu menatap topi putih Erick yang sedikit menghalangi wajahnya dari sinar matahari hingga tak sengaja tatapannya bertemu dengan salah satu siswi di kelasnya yang duduk di dekat jendela. Angel tidak mengenalnya karena mereka belum pernah kenalan sejak kemarin.

Bel istirahat membuat Angel mendesah lega, dia segera berjalan ke tepi lapangan menuju Ari yang sudah menunggunya. Gadis itu menerima air mineral dingin dari Ari lalu meneguknya.

"Makasih," katanya.

"Ayo! Sisil udah nunggu di kantin," ajak Ari. Lelaki itu mengandeng tangan Angel, tetapi gadis di belakangnya tak kunjung berjalan mengikuti tarikannya. "Kenapa?"

Angel melepas genggaman tangan Ari, lalu berujar canggung, "Aku lagi pengen sendiri. Maaf, ya, Ri."

Ari tersenyum lalu mencubit pipi gadis imut di depannya dengan gemas. "Oke, aku sama Sisil aja. Nanti kalau ada apa-apa kabari aku, ya?"

Angel mengiakan. "Udah, ya, aku pergi dulu. Dadaaah," pamit Angel sebelum berlari meninggalkan Ari seorang diri.

Sekarang di sinilah Angel, duduk di bangku perpustakaan paling pojok. Alih-alih membaca buku di perpustakaan, Angel malah memiringkan kepalanya dan menutup celah dengan topi milik Erick. Namun, terpaksa Angel mengintip sedikit ketika kursi di depannya di tarik seseorang. Dia mengangkat kepala dan menyipitkan matanya menatap siswi yang tadi ia lihat dari lapangan.

Who is She? Where stories live. Discover now