64. PASRAH

623 93 6
                                    

Jiwa terpaku saat ini. Ia mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Belum ada respons dari Jiwa ketika Dira mencium pipinya. Cewek itu mampu membuat Jiwa kehilangan udara, seolah benar-benar habis, dan sulit untuk dicari.

"Jangan takut, Jiwa!"

Cowok itu balas tersenyum, Jiwa mengangguk paham. "Gue yakin kuat, Dir. Dari awal semua ini gue yang mulai sendiri."

"Semua bukan kesalahan lo," ucap Dira mengutarakan pendapatnya. "Korban itu meninggal juga bukan karena niat lo karena memang takdirnya dia udah gak ada. Cuma cara Tuhan yang melibatkan diri lo di sana."

Lagi-lagi Jiwa hanya mengangguk saja. Mereka kembali jalan ke tempat tenda, Jiwa yang merasakan senang luar biasa dan Dira yang tak merasakan apapun saat ini. Ia peduli kepada Jiwa, Dira tidak mau kalau cowok itu merasakan gagal untuk kedua kali.

"Dir," panggil Jiwa membuat cewek itu berdeham. "Gue suka lo cium gue."

Dira tersenyum sebagai jawaban. "Maaf kalau gue lancang."

"Nggak!" tegas Jiwa. "Justru buat gue tenang. By the way thanks ya, Dir."

"Sama-sama, Jiwa." Dira mengeratkan jaketnya lalu berniat untuk datang ke tenda perempuan. Sementara Jiwa menahan langkah Dira, cewek itu menoleh ke arahnya dengan bingung.

"Ciuman tadi itu artinya lo buka hati buat gue, Dir?" tanya Jiwa mencoba memastikan hal yang ia pikirkan bisa jadi kebenaran.

Dira terkejut karena Jiwa langsung saja menanyakan hal itu kepada dirinya. Ia tidak memiliki jawaban apapun untuk pertanyaan itu. Tidak mudah seperti yang Jiwa katakan, tidak seperti itu.

Namun, tubuh cewek itu seolah tertarik ke belakang hingga pegangan Jiwa terlepas. "Dira, ikut gue!"

"Genoa, jangan narik ke belakang!" teriak Dira menghentikan langkah cowok itu. "Genoa, berhenti! Sakit ih!"

Menghentikan langkahnya, Genoa menatap Dira dengan serius. "Gue nyari lo, ternyata malah berduaan sama dia."

"Gen," panggil Dira menenangkan emosi cowok itu.

"Lo pacar gue, Dira."

Dira menghela napasnya. "Oke, tapi kamu jangan emosi di sini. Bukan waktu dan hal yang tepat. Aku juga belum taruh barang-barang bawaan aku."

Genoa kini mengambil alih tas Dira. Cowok itu menggenggam tangan Dira untuk langsung pergi ke tenda yang sudah disediakan. Ia langsung melihat sebuah kasur kecil bertuliskan nama Nadeer di sana lalu menaruh tasnya di samping kasur.

Keduanya duduk berhadapan. Genoa memang mencari Dira tapi ia tidak menemukan cewek itu, Genoa kira Dira sudah lebih dulu sampai maka dari itu Genoa langsung masuk ke tendanya. Tapi ternyata Dira berdua bersama Jiwa.

Melihat Dira yang terus menggosok tangannya, Genoa langsung saja mengambil tangan mungil itu. Ia menyatukan keduanya di sela-sela jari mereka berdua. Mencoba menghilangkan rasa dingin yang Dira rasakan.

"Lo ngerasa dingin banget ya?"

Dira menoleh dengan senyum tipis. "Dingin sih, Gen, tapi aku coba supaya gak minum obat. Aku takut ketergantungan minum obat terus."

"Tapi nanti malah tambah parah, gimana?" tanya Genoa khawatir dengan keadaan Dira yang seperti ini. Ia memang salah karena mengumpulkan formulir itu, Genoa lupa kalau Dira akan mengalami ini.

Seharusnya ia mengalahkan egonya, tapi ia hanya ingin Dira ikut, dan setidaknya mereka bisa bersama tanpa harus ada jam pelajaran yang menjadi penghalang.

"Gak apa-apa. Aku coba tahan rasa dinginnya."

Mereka saling terdiam, melemparkan tatapan tanpa tahu apa yang selanjutnya terjadi.

"GENOA! BAPAK NYARI KAMU BUAT PASANG TENDA MALAH BERDUAAN DI SINI!"

Keduanya terkejut dan langsung menjauhkan diri ketika gurunya datang melihat mereka. Dira menjadi kikuk karena dirinya terlihat terlalu dekat dengan Genoa.

Genoa menghela napas pasrah. Pasrah untuk tidak bersama Dira.

* * *

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang