61. MASIH SAMA

647 94 21
                                    

Lepaslah jika mendekat tak pernah sepakat bersama, sampai jarak pun akan membuat dirimu terluka itu akan terjadi jika kamu terus menjalaninya.

* * *

DIRA melipat kedua tangannya di depan dada. Ia memperhatikan ruang musik dengan tersenyum, entah mengapa cewek itu malah datang ke tempat ini padahal Jiwa sudah sejak tadi menunggu di sampingnya.

"Kenapa sama ruang musik, Dir?" tanya Jiwa masih tetap diam di tempatnya. Menunggu, juga membantu Dira agar bergegas ke bus yang sudah menanti mereka di depan sekolah.

Gue cuma gak nyangka kalau Genoa bisa main alat musik. Dira menunduk lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban untuk Jiwa. Ia menoleh ke arah cowok itu lalu mengajaknya untuk cepat ke bus.

"Dir, lo belum bisa jawab pertanyaan gue?"

Dira menautkan alisnya. "Pertanyaan yang mana?"

"Tentang perasaan gue," jawab Jiwa. "Lo masih belum temuin jawaban yang pas? Atau lo memang gak punya perasaan yang sama?"

Embusan napas dilakukan oleh Dira. Ia tersenyum, merasa bersalah. "Jiwa. Gue bukan tipe orang yang ... bisa buka hati secepat itu. Walaupun hubungan gue sama Genoa udah putus cuma buat gue ada waktunya bisa jatuh cinta lagi."

"Kenapa harus ada waktu buat jatuh cinta?"

"Karena kalau gue dengan mudah buka hati. Itu artinya cinta yang selama ini gue kasih buat Genoa itu gak tulus. Tapi cinta gue sama dia, lebih dari tulus."

"Sampai kapan gue harus tunggu, Dir?"

Mata Dira memang melebar mendengar ucapan itu. Tapi secepatnya ia menutupi ekspresi itu, tidak mengira juga tak percaya jika Jiwa ingin menunggunya.

"Gue bukan Tuhan, gue gak tau apa yang akan terjadi nanti."

Jiwa mengangguk paham. "Seandainya gue gak bisa miliki lo, gue bahagia Dir punya perasaan ini."

Membisu memahami kata-kata Jiwa. Cowok itu mampu menghentikan deru napas Dira sesaat karena ucapannya. Jiwa sangat meminta harapan sementara Dira tidak bisa memberinya.

"Lebih bahagia kalau gue bisa miliki lo."

Setelah itu Jiwa langsung meraih tangan Dira untuk segera masuk ke dalam bus. Untungnya walaupun mereka telat tapi kursinya sudah disediakan oleh nomor yang mereka pegang.

"Nomor kursi lo mana, Dir?" tanya Jiwa ingin mencoba mencari. Dira memberikannya, segera Jiwa melihat angka di sana namun ternyata dia tidak duduk bersama Dira karena nomornya yang berbeda.

Jiwa fokus melihat nomor yang tertempel di kaca bus. Namun terhenti ketika melihat siapa yang duduk di sana. Jiwa menoleh ke arah Dira dengan tatapan terkejutnya.

"Kamu kenapa ada di bus kelas aku, Gen?" tanya Dira langsung sama terkejutnya dengan Jiwa. Ia menoleh mencari teman sekelasnya yang berpartisipasi sebagai panitia.

Itu Tasya yang sedang berdiri di bagian depan bus. Cewek itu memberi arahan kepada temannya. Dira langsung saja menghampirinya.

"Tasya! Lo yang milih gue duduk sama Genoa?"

"Loh emang kenapa? Seneng dong harusnya lo duduk sama pacar lo."

Dira berdecak, ingin mengamuk saja. "Gue sama Genoa udah putus, Tasya! Lagian kenapa lo tulis nama Genoa sampai pindah ke bus kelas kita?"

"Serius?!" kaget Tasya sampai menganga. "Sumpah demi apa? Kok gue kudet sama hubungan lo berdua. Gue kira kalian masih pacaran makanya gue barengin."

"Bisa tuker teman duduk, kan?"

Tasya menganggukkan kepalanya pelan. "Bisa aja sih tapi tergantung yang lain setuju atau nggak."

Mendengar penjelasan dari Tasya, Dira mengerti lalu bergegas menuju kursi Lika. "Lik, lo bisa duduk sama Genoa."

Lika terdiam dan tak mau merespons apapun ucapan Dira. Cewek itu memang menoleh tadi ke arahnya, tapi kini kembali tak mengacuhkan keberadaan Dira di sana hingga membuat Dira melongo.

Kini ia kembali ke tempat Genoa. "Gen, kamu harus bujuk Lika supaya duduk sama kamu. Aku sama Lika bisa tukeran tempat."

"Kenapa gak duduk di sebelah gue aja?"

"Kamu kan pacar Lika, Gen. Aku gak berhak duduk di dekat kamu. Harusnya sebagai pacar itu ajak buat bareng-bareng, kasian Lika kamu cuek."

Jiwa yang berdiri di samping Dira mencoba menghentikan aksi cewek itu. "Dira, ayo duduk sama gue di belakang."

"Bentar, Jiwa!" ucapnya Dira, ia menoleh lagi ke arah Genoa. "Aku gak ngerti sama kamu, Gen, kenapa berubah kayak sekarang?"

Tanpa Dira sadari tatapan teman-teman satu bus mengarah ke dirinya karena ucapan itu. "Oke, kamu lupa ingatan tapi aku yakin Genoa yang aku kenal gak kayak gini."

"Maksud lo apa, Dir?" Genoa kali ini berdiri menatap Dira. Mencoba mengajak cewek itu untuk duduk bersamanya.

"Kasian Lika, Gen. Sebagai pacar kamu kasih perhatian kamu, sama kayak kamu dulu yang perhatian ke aku."

"Gak ada gunanya lagi. Gue udah putus sama Lika."

APA TADI KATA GENOA? MEREKA PUTUS?

"Duduk sama gue, Dir!"

Dira masih terkejut mendengar hal itu. Sementara tatapannya kini melihat ke seisi bus yang memperhatikan dirinya. Ia kini mengarahkan pandangan kepada Jiwa, mata yang bertanya itu meminta penjelas.

Jiwa lantas mengangguk sebagai jawaban. "Mereka memang udah putus, Dir."

Kini Dira melihat Lika, cewek itu tetap terfokus ke depan tanpa ingin tahu situasi saat ini. Sekarang Dira menatap Genoa lagi, masih sama, Genoa kembali menyuruh dirinya untuk duduk di samping cowok itu.

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang