43. SEPERTI BIASA

670 114 163
                                    

Dira melepaskan tangan Genoa dari bahunya. Ia menggeleng perlahan, walaupun menerima sweter punya cowok itu tapi tidak dengan Genoa yang berdekatan dengan dirinya.

"Gak perlu deket banget, Gen," ucap Dira membenarkan kembali letak sweter agar menutupi dadanya. Kini mereka ingin pergi menuju UKS untuk mencari seragam yang sudah disediakan sekolah.

"Hati-hati kalau mau jalan," ucap Genoa memperhatikan Dira dari belakang. "Untung gue lagi bawa sweter, bisa lo pake sekarang."

Dira menoleh sebentar ke arah cowok itu. "Lain kali gak usah tolong aku, Gen. Aku gak berhak buat kamu bantu," ucapnya memberitahu. "Kamu juga gak mau kan sakitin hati Lika? Ini terakhir kalinya, Gen. Kamu gak perlu tolongin aku."

Keduanya terdiam, langkah cepat Dira akhirnya membuat cewek itu lebih dulu sampai di UKS. Rasanya memang tidak perih hanya saja panas dan malu bercampur jadi satu saat di kantin tadi.

Ia melihat ke arah lemari untuk mencari seragam SMA May yang ukurannya cocok dengan dirinya.

"Gimana ada seragamnya gak?" tanya Genoa di ambang pintu memperhatikan Dira yang serius dengan kegiatannya itu.

Dira menoleh untuk melihat Genoa, ia menggelengkan kepalanya. "Terlalu kecil buat ukuran aku," ujarnya tapi memikirkan juga kalau tidak memakai seragam yang lain sementara seragam yang ada di badannya sangat kotor. "Tapi gak apa-apa deh, aku pake aja."

"Kalau gak muat pake seragam gue aja," saran Genoa jelas saja mendapat penolakan dari Dira. "Gak apa-apa, Dir, gue masih pake kaos."

"Gen, jangan aneh deh. Jaket kamu aja belum aku kembaliin, sekarang sweter terus seragam kamu juga? Udah, Gen, gak perlu."

"Gue mau tolong lo kok. Gak ada maksud lain."

"Kamu mungkin punya alasan sederhana. Tapi Lika kan gak tau apa maksudnya? Dia bisa aja salah paham."

Dira menundukkan menyadari ada nada sedih yang diucapkannya.

"Aku sama Lika gak saling bicara, Genoa. Ya mungkin kita gak bisa memulai pembicaraan baru setelah ... setelah kamu putus dari aku. Tapi aku gak mau buat persahabatan aku dan Lika makin berantakan, Gen."

Bodoh, Dir! Dalam hati Dira memaki dirinya sendiri karena merelakan perasaannya yang begitu sakit.

Ia baru saja mengatakan kalau dirinya bukan bidadari atau malaikat dengan segala kebaikannya. Hanya saja kebiasaan Dira ini terlalu baik untuk dilakukan disaat keadaannya seperti sekarang.

Genoa belum mengalihkan pandangannya dari Dira. "Sekarang Genoa benar-benar hilang dari hati lo?"

Cukup terkejut mendengar itu, Dira menggeleng cepat. "Seorang Genoa Sahya Deril Gamali gak pernah terhapus dari hati aku, Gen. Kamu tau kan kalau aku sangat mencintai Genoa?"

"Nggak." Genoa menggeleng pelan.

"Dari awal kamu minta jelasin siapa aku, aku udah berulang kali bilang kalau aku mencintai Genoa seperti Genoa mencintai aku. Bahkan aku yakin Genoa gak akan mau meninggalkan aku, karena dia selalu ada buat aku walaupun hanya dikhayalanku aja."

"Tapi gue Genoa."

Ya, cowok itu memang Genoa. Dia adalah orang yang Dira cinta. Masih sama. Walau tanpa kenangan tapi Dira masih merasakan cinta yang sama.

"Tapi kamu bukan Genoa yang selalu ada buat Dira." Dira tertawa, sepertinya ia sudah gila atas pikirannya sendiri. "Kan kamu Genoanya orang lain. Bukan Genoanya Dira. Genoaku cuma aku simpan dalam hatiku dan dalam pikiranku."

"Lo gak kangen sama Genoa?"

Dira menggigit bibirnya, tersenyum rapuh tapi dengan cara bahagia.

"Sekarang aku cuma bisa mengkhayal Genoa tersenyum-kayak yang biasa dia lakuin buat aku. Itu satu-satunya cara yang bisa aku lakukan supaya aku gak kangen dia, Gen."

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang