49. PUTUSIN KAMU

686 116 11
                                    

Aku mau kita berubah. Sama-sama berubah menjadi satu-satunya pasangan yang diinginkan oleh setiap pasangan manapun.

* * *

"GENOA kenapa ya, Dok? Dia suka sakit di kepalanya."

Dira kini berada di rumah sakit, tempat terakhir kali Genoa dirawat setelah mengalami kecelakaan. Ia tidak bisa tinggal diam karena takutnya itu penyakit makin membahayakan Genoa.

"Sakit itu karena masih ada luka benturan di kepala yang menyebabkan denyutan nyeri seperti kepala habis dipukul," ujar dokter itu kepada Dira. "Tapi tidak perlu khawatir karena sakitnya hanya ketika dia coba memaksa otaknya bekerja lebih. Mungkin Genoa sedang mencoba mengingat ingatannya kembali."

Dira merasa sangat khawatir. "Gak bahaya, Dok?"

"Tidak asal obat pereda sakitnya diminum."

"Masalahnya Genoa gak minum obatnya, Dok," ucap Dira makin frustrasi saja. Kalau Genoa tetap tidak ingin meminum obat itu, cara terakhir adalah memberitahu orang tua cowok itu.

Selama beberapa menit berikutnya, Dira mendengarkan jelas apa saran dokter ke depannya. Jauhkan dari hal yang membuatnya berpikir terlalu terpaksa, boleh mengulik memori-memori yang memang perlu diketahui Genoa tapi secara perlahan.

Dokter bilang Genoa mudah lupa akan kata-kata yang baru saja diucapkannya. Secara tidak sadar ia hanya mengatakan tanpa mengingat apa yang sudah keluar dari mulutnya. Dira malah jadi berpikir Genoa tidak mengerti kejadian di dermaga adalah putusnya hubungan mereka.

"Terima kasih, Dokter."

Dira keluar dari ruangan. Ia ingin sekali mengatakan ini kepada Lika kalau Genoa perlu diberitahukan tentang kesehatan cowok itu. Tapi ia takut jika Lika tidak mau mendengar ucapannya.

Dira tahu pasti bagaimana dia. Lika itu keras kepala. Sulit bagi Dira mengatakan sesuatu yang nantinya dianggap salah oleh Lika.

"Buruan bawa Dito!"

Suara itu? Dira mengenalinya. Ia mempertajam penglihatannya agar dapat melihat jelas siapa orang di sana yang berbicara sangat keras. Membelalak matanya melihat Genoa berada di sini dengan keadaan wajah penuh luka.

"GENOA!" teriak Dira menghampiri cowok itu. Ia menoleh ke arah suster dan beberapa orang yang sedang membawa pasien ke dalam ruangan, pasien itu yang menjadi alasan Genoa berada di sini. "Kamu bisa ada di sini? Siapa mereka, Gen?"

Jelas Genoa sama terkejutnya seperti Dira. Ia juga tidak menyangka bisa bertemu di rumah sakit. "Lo juga ada di sini? Sakit apa, Dir?"

Dira menggeleng. "Nggak apa-apa. Siapa mereka, Gen?" tanyanya lagi tapi secepat mungkin teralihkan karena wajah cowok itu juga tidak baik-baik saja. "Gen, pelipis sama bibir kamu berdarah. Ayo cari dokter buat obatin lukanya."

"Dir, gak usah. Cuma luka dikit doang."

Dira kesal mendengarnya. "Gen, nanti bisa infeksi." Terpaksa ia menarik tangan Genoa untuk duduk di ruang tunggu. Langkahnya ke loket pemesanan obat, Dira berdiri memesan untuk mengobati Genoa. Tak lama ia sudah balik lagi dengan obat merah dan kapas di tangannya.

"Gen, kamu berantem sama kumpulan orang yang waktu itu ya?" tanya Dira.

Genoa terdiam mendengar itu, Dira harusnya tidak perlu mengingatnya.

"Bukan," bohong Genoa menjawab seperti itu. Kenyataan sebenarnya iya memang mereka. "Biasa ada masalah sama teman gue."

"Mereka jadi teman kamu?" tanya Dira yang tidak tahu apa-apa. "Kamu sebelumnya gak pernah cerita apa-apa."

"Lo gak perlu tau apa-apa tentang pertemanan gue," jawab Genoa semudah itu.

Dira terdiam karena respons Genoa yang membuat dirinya kehilangan kepercayaan cowok itu. "Aku coba bersihin lukanya biar gak infeksi ya."

Genoa mengangguk pelan. "Ya."

"Bilang sama Lika, aku minta maaf karena lancang obatin kamu gini." Dira masih saja membahas sahabatnya ketika mereka berdua. "Aku gak bisa lihat kamu kayak gini, Gen."

"Dir." Genoa mengingat kembali kata-kata yang ada dipikirannya. "Jujur gue niatnya mau putusin lo setelah jadian sama Lika. Tapi Dir-"

"Kita kan memang udah putus, Genoa. Lucu ya? Sekarang jadi mantan disaat kamu dulu sangat mencintai aku?"

"Dir."

"Ada perasaan gak rela kamu milik orang lain. Tapi aku ingat, aku tokoh utama di sini dan seharusnya memang menerima apapun skenario dari Tuhan tentang kita."

"Dir."

"Gen. Kamu juga tokoh utama dihidup ini, tapi Tuhan mungkin tau. Kita tidak bisa bersama karena scene kita sudah selesai."

Genoa emosi jadinya. Hatinya seolah menentang kata-kata itu. "Dira, gue bahkan gak jadi lakuin niat buat putusin lo!" ujarnya meluapkan segala halnya. "Karena lo tau apa?"

"Apa?"

"Cuma lo yang mengerti gue."

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang