Epilog

651 58 10
                                    

Setiap langkah ini adalah keberanian,
Karena di setiap jejak aku selalu menjumpai berbagai ingatan manis dan kondisi sepahit ini.

Aku tak pernah kehilanganmu.

Ingatan manis di kala semua kenangan yang hilang itu sangat menyakitkan. Bukan kenangan yang hilang, tapi orang yang membuat kenangan itu terasa hilang. Kalau bisa dikatakan, kenangan itu masih ada, kisah cinta pun masih bersemi indah. Aku tak tahu, apa yang aku lakukan ini benar atau salah, tapi ini pilihan terbaik rupanya. Kehilangan mengajarkan aku untuk ikhlas menerima semuanya. Ikhlas untuk berhenti dan tak lagi menganggap dia tiada.

Namun sepucuk surat lima tahun lalu, membuat aku selalu mengingatnya. Pagi ini tepat di kamar pribadi, sepucuk surat yang masih tersimpan pun ia genggam sekarang. Surat yang selalu menjadi kenangan indah dalam dirinya. Surat yang membuat ia seakan bebas dari rasa bersalah, namun tetap atas kesedihannya.

To: Fajar sayang

Saat kamu baca surat ini, mungkin kamu udah ingat semuanya. Karena aku bilang ke Allicia, untuk kasih surat ini saat kamu sadar.

Fajar mungkin saat itu kamu tidak ingat, tapi aku bahagia. Bahagia karena di saat gue di ambil, gue bisa peluk lo dan pergi ke pasar malam bersama. Makasih udah tepati janji lo. Makasih karena Lo selalu jadi teman curhatan gak penting gue. Jangan pernah merasa bersalah, karena gue sekarang udah bahagia. Maaf, karena gue gak bisa tepati janji gue, karena gue gak sanggup nahan rasa sakit ini. Gue titip Allicia. Jaga dia buat gue.

Salam manis
Rani Uncu.

Surat itu pun ia peluk. Tangisan pun pecah tak terbendung. Rasa sakit kembali menyelimuti hati yang tak lagi kokoh. Air mata yang selalu ia keluarkan, ketika ia membaca surat yang terakhirnya di tulis untuk segala kenangan yang terindah.

Walau lima tahun yang lalu, tapi cinta dan duka masih ada di dalam hati. Nama Rani selalu ada di dasar hati, walau wujud tak akan pernah kembali. Ia mencintai Rani, ia merindukan sosok wanita yang urakan dan tahan banting seperti dirinya. Walau kini statusnya tak lagi sama, namun cinta sejati dan terakhirnya hanya untuk Rani dan wanita yang sudah menjadi istri sahnya Sekarang.

"Mas." Elusan di bahu membuat Fajar segera menghapus air matanya. Ia pun berusaha untuk tersenyum, walau ingatan masa lalu selalu membuat ia berduka.

Wanita itu duduk di samping Fajar. Ia memeluk Fajar dari samping. Menyadarkan kepalanya di bahu lebar milik Fajar. Wanita itu juga mengelus tangan Fajar berusaha untuk memberikan ketenangan. Tak apa, ia paham apa yang di rasakan oleh suaminya sekarang.

"Jangan sedih terus, kasihan Rani di alam sana. Kita ikhlaskan dia, walau kamu sendiri gak bakal sanggup lakukan itu semua," ucap wanita itu sembari tersenyum dan menatap manik mata Fajar dari arah bawah.

Fajar yang mendengar itu pun memeluk tubuh sang istri erat. Kecupan di dahi pun ia lakukan. Fajar bersyukur, karena ia bisa menikah dengan wanita yang tak berbeda jauh dari Rani, bukan bermaksud untuk mencari yang sama, karena ia ternyata sudah mencintai wanitanya ini.

"Aku cuman sakit, setiap kali baca surat ini. Aku terus menerus merasa bersalah. Aku rindu sama dia." Fajar pun menggegam tangan sang istri. "Cinta aku cuman untuk kamu, tapi cinta pertama tak bisa di lupakan begitu saja. Maafkan aku, jika aku sering menyakiti kamu karena selalu mengingat Rani saat usia pernikahan kita sudah dua tahun."

I Missing You (COMPLETED) Where stories live. Discover now