|IMY 23| Kau Harus Mengatakan

219 37 0
                                    

Kadang ada perih yang tak tercatatKadang pengorbanan seakan berakhir di sudut cerita

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kadang ada perih yang tak tercatat
Kadang pengorbanan seakan berakhir di sudut cerita.
Hening tak berarti.

Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, tapi tak membuat Rani bergerak dari tempatnya. Awal pelajaran sampai sekarang, tak ada satu patah kata pun yang keluar. Kejadian semalam membuat dirinya tak tenang. Bagaimana bisa seorang orang tua mengatakan anaknya gila? Ia bukan orang gila. Keberadaan Fajar memang benar-benar ada. Toh, untuk apa ia berbohong ketika orang itu memang ada? Mustahil memang, tapi Rani tak bisa mengelak.

"Ran, lo mau ke kantin?" tanya Allicia sembari merapikan rambutnya melalui pantulan kaca ponsel.

Tak ada jawaban. Gadis yang ada di sampingnya hanya diam. Pandangan Rani seolah kosong. Allicia menurunkan ponsel dan menatap kearah Rani yang bahkan tak mengedipkan matanya. Ada apa sebenarnya? Allicia seakan tak tahu apa-apa.

Allicia pun memutuskan untuk menyentuh bahu gadis itu. "Ran, lo kenapa? Gue siap bantu, kalau lo mau cerita."

Merasakan ada sentuhan di bahunya, membuat Rani menoleh dan menemukan Allicia tengah menatapnya.

"Gue gak lapar. Lo ke kantin duluan aja," balas Rani menoleh sekilas.

"Enggak, ah. Gue kenyang, lo kelaparan. Kita itu sahabat, lo ada masalah, cerita aja sama gue," tutur Allicia tersenyum lembut pada Rani yang keras kepala.

Lagi-lagi Rani dibuat bimbang. Selama dua tahun lamanya, Allicia tak pernah tau kondisi keluarganya. Rani memang tak mau, bukan karena tak ingin terbuka, tapi ada alasan lain di balik itu semua. Mungkin ketika hati tak kuasa membendung semuanya, hari ini adalah kesempatan bagi dirinya untuk bercerita.

"Allicia gue bukan orang gila, kan?" tanya Rani dengan tatapan sendu.

Allicia mengerutkan keningnya. "Kenapa lo tanya gitu, sih. Lo masih waras, lah. Emang lo mau di sebut orang gila? Enggak, kan. Gak usah ngaco, deh."

"Gue serius." Rani pun mengalihkan pandangannya. "Mama gue mau bawa gue ke psikiater. Gue di anggap orang yang punya sakit jiwa."

"What! Kok bisa? Lo masih waras, kalau menurut pandangan gue. Cuman agak kepala batu aja," balas Allicia memang benar adanya.

Maharani kemudian menatap Allicia dalam. Bahkan tangan Rani menggegam tangan Allicia. Matanya memancarkan aura kesedihan, Allicia bisa merasakan itu. "Lo bisa lihat Fajar, kan?"

Allicia pun mengangguk mantap. Kenapa Rani tiba-tiba menanyakan hal itu? Allicia mencium hal yang berbau curiga sekarang.

I Missing You (COMPLETED) Where stories live. Discover now