|IMY 3| Sunyi Tak Berarti

421 69 4
                                    

sunyi itu memecahkan seribu gelap di kala malam hari. Rasa kehilangan juga ketiadaan yang membuat, gelap menjadi terakhir dan sunyi menjadi yang pertama dirasakan.

Sepatu kets berwarna hitam putih menampakkan wujudnya di lantai rumah yang terlihat besar itu. Suasana sunyi membuat ia tak terkejut lagi. Sudah biasa melihat keadaan seperti ini, yang kelam dan penuh kesunyian tak berarti.

Pegangan erat di tali tas mengiring ia setiap langkah. Sepatu yang beradu dengan lantai tangga membuat salah satu pembantu rumah tangga menghampiri dirinya. Maharani kemudian menghentikan langkahnya di tangga ketiga.

"Non, mau makan apa?" tanya Marni yang tak lain pembantu rumah tangga paling lama di rumahnya.

Maharani berpikir sejenak. Telunjuk yang ia taruh di dagu menandakan bahwa ia sangat tertarik dengan tawaran itu. "Ayam panggang aja. Aku lagi pengen banget. Boleh kan, Bik?" Maharani pun bertanya sembari menampilkan senyuman indah.

"Boleh, dong. Non siap-siap aja. Nanti turun udah siap," balas Marni merasa tak keberatan.

"Makasih, Bik." Maharani pun kembali melanjutkan aksinya menaiki tangga.

Secara perlahan ia membuka pintu kamar yang terlihat gelap. Langkah kaki membawa ia menuju ke kontak lampu untuk membuat ruangan kamarnya terasa lebih terang. Ia kemudian berjalan menuju ranjang dan melepaskan kedua sepatu kets yang ia gunakan.

Segera mungkin ia mengganti baju dan berdiam diri dulu di kamar. Ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang kasur yang empuk. Matanya menerawang pada langit-langit yang terlihat terang bersinar.

"Kapan ada mama dan papa setiap gue pulang sekolah?" Maharani bertanya pada diri sendiri. "Gue juga pingin kali, bahagia dan makan bersama setiap pulang sekolah. Gak sepi terus kayak gini." Maharani menghela nafas panjang.

Suara panggilan membuat ia segera bergegas bangun dan keluar dari arah kamar menuju meja makan. Hal itu sudah biasa dilakukan oleh pembantu rumah tangga untuk memanggil dirinya.

Ia mengagumi masakan yang selalu terpampang nyata di meja makan. Masakan paling enak adalah milik pembantu rumah tangga di rumahnya. Dalam waktu beberapa menit saja, Bik Marni sudah bisa menghidangkan makanan sebanyak ini untuknya.

"Makasih, Bik Marni," tutur Maharani senang pada masakan yang selalu membuatnya tak percaya.

"Sama-sama, Non. Silahkan dimakan. Bibik mau ke dapur dulu. Belum beres-beres." Marni yang ingin kembali ke dapur harus menghentikan langkahnya ketika Maharani mencegah.

"Jangan, bik. Mending makan saja bersama Maharani," tolak Maharani membuat Marni mendekati Maharani.

"Bibik, teh, harus beres-beres," balas Marni apa adanya.

Maharani pun menekuk bibirnya muram. Ia benci ketika makan sendiri, tanpa siapapun. Sepi seakan terus merajalela dalam hidup dan benaknya. Tak ada kah kesempatan ia untuk tertawa bersama kedua orang tuanya? Ia ini hanya manusia, yang menginginkan sesuatu yang bersama keluarga.

Senyuman kembali merekah dari kedua sudut bibirnya, ketika Marni menarik salah satu kursi dan duduk menemani dirinya makan. Marni jelas tak tega dengan keadaan anak majikannya itu.

"Makasih, Bik." Maharani kemudian melahap makanan dengan sangat lahap.

Maharani mengehentikan acara makannya dan menatap Marni dengan raut wajah sendu. Selalu saja begitu, ketika ia merasa sepi dan kesunyian seperti ini. Hidup mewah, belum tentu bahagia. Justru ia merasa yang sebaliknya. Hidupnya ini bagaikan sebuah duri di bunga mawar, hidup tapi bila tersentuh sakit. Tak ada rasa bahagia, yang ada hanya duka dan kesunyian semata.

I Missing You (COMPLETED) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz