18. Terungkapnya Sebuah Bukti

12 4 5
                                    

"Woi Rin lo di panggil sama pa Syarif tuh. Sama geng lo semua juga." Kata Chila memberi tahu Karin. Karin yang semula anteng di bangkunya, kini gusar tak menentu.

"Emm-- makasih ya." Kata Karin gugup. Mereka bertiga langsung membuat sebuah lingkaran kecil di bangkunya. "Rin apa ini soal masalah yang waktu itu." Kata Vio gusar. "Syutt! Lo ngomong jangan keras-keras dong. Kemungkinan gue juga sih gitu." Kata Karin tak kalah gusar dari Vio.

"Gimana dong? Gue ko deg-degan gini ya Rin." Kata Friska takut. "Gue juga sama kali. Gini aja nanti kalau ditanya pokoknya jangan ada yang jujur, terus pake muka lempeng yang gak tau apa-apa oke. Dan lo Vio awas aja tuh mulut gak bisa di rem." Kata Karin memperingati.

"Iya iya, kenapa gue yang selalu di salahin." Kata Vio menggerutu.

Mereka bertiga berjalan ke arah ruangan pa Syarif. Dengan langkah kaki yang lemas plus takut mereka terus melangkah ke ruangan itu.

"Permisi pak, bapak manggil kita?" Kata Karin basa-basi. "Iya, masuk." Kata pa Syarif dengan wajah tegasnya.

"Sebelumnya bapak tidak menyangka kepada kalian bertiga. Bisa-bisanya kalian melakukan hal tercela yang merugikan seseorang. Apalagi kalian sebentar lagi ujian. Harusnya memberikan contoh yang baik, malah memberikan contoh buruk kepada adik kelas kalian." Kata pa Syarif dengan merah padam.

"Mm--aksud bapak apa ya. Saya belum mengerti apa yang barusan bapak bicarakan." Kata Karin dengan wajah setenang mungkin. Namun, percuma dia malah panas dingin di tempatnya.

"Gak usah mengelak, bapak tau kalian bertiga adalah dalang dari kejadian yang menimpa Zeline. Bapak ingin tau apa sih keuntungan yang kalian dapat dari perbuatan tersebut?" Tanya Pa Syarif tegas.

Namun, mereka bertiga malah menundukkan kepalanya. Takut untuk menatap pa Syarif yang sudah murka.
"Kenapa diam? Ayo jawab!!" Tanya p Syarif sekali lagi.

"Emm-- anu itu pak, ko bapak bisa nuduh kita bertiga ya. Memang ada bukti bahwa kita bertiga yang melakukan itu semua?" Tanya Karin manantang pa Syarif.

"Bapak tidak akan berbicara sembarangan, jika tidak karena bukti. Semua bukti telah terekam dari CCTV ini." Kata pa Syarif sambil memegang sebuah flashdisk.

"CCTV? kenapa gue bodoh banget, buat retas CCTV nya. Mampus!" Kata Karin menggerutu pelan.

"Kenapa Karin? Kamu menyesal karena sebelumya tidak meretas CCTV hotel itu?" Tanya pa Syarif tepat sasaran.

"Ah enggak pak. Pak saya minta maaf soal ini. Waktu itu kita bertiga cuma iseng ya. Saya juga gak tau bakal menjadi masalah besar kaya gini." Kata Karin memelas. "Iya pak jangan skors atau drop out saya pak. Saya mohon!!" Kata Vio memohon ke pa Syarif.

"Iya pak, saya juga mau minta maaf. Saya janji gak bakal melakukan hal kaya gitu lagi." Kata Friska memohon.

"Kalian bertiga jangan meminta maaf sama bapak. Minta maaf lah sama teman kalian Zeline. Karena ulah kalian dia harus menerima kepahitan yang sama sekali tidak dia lakukan." Kata pa Syarif menginterupsi.

"Iya pak, kita bertiga akan minta maaf sama Jeje." Ka Karin.

Suara pintu pa Syarif terbuka, tanda bahwa ada seseorang yang memasuki ruangan itu.

"Bapak manggil saya?" Kata Gani to the poin sambil memasukkan tangannya ke dalam celana.

"Ya, kemari kamu." Kata pa Syarif tegas.

Gani duduk dengan santainya, tanpa ada beban apapun. "Ada apa pak? Padahal saya sedang menikmati skors yang bapak berikan." Katanya dengan enteng.

"Kamu ini, orang lain di skors tuh gak mau kamu malah menikmatinya." Kata pa Syarif aneh dengan sikap Gani.

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jul 19, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Raga MenyapaOnde histórias criam vida. Descubra agora