64 - We are not able to meet at this moment

1.7K 124 0
                                    

Ada banyak pertanyaan yang berputar di kepala Queen. Seperti; kenapa Arga bisa di sekap? Siapa yang melakukan tindakan seperti itu? Dan apa tujuannya? Namun, tidak ada satupun yang bisa menjadi jawaban dari apa yang saat ini sedang dipertanyakan olehnya.

Selama Queen mengenal Arga, cowok itu adalah tipe cowok yang sama sekali tidak pernah mencari masalah lebih dulu pada orang lain. Dan itu seharusnya sudah cukup jelas menjadi bukti bahwa Arga tidak memiliki musuh dimanapun.

Lalu, apa sekarang? Tiba-tiba saja ia mendapat kabar bahwa Arga di sekap. Dan selama satu hari penuh kemarin cowok itu menghilang bukan karena ingin menghindarinya atau sengaja tidak memberikan kabar atas kepergiannya, melainkan di tahan untuk tidak bisa memberi kabar pada siapapun, mungkin.

Di tengah perjalanan yang ia tempuh saat ini, Queen sempat membalas pesan yang Dimas kirimkan padanya. Bertanya tentang darimana ia mendapat informasi bahwa Arga sedang di sekap serta lengkap dengan alamat tempat orang itu menyekap Arga. Jika memang Arga di tahan agar tidak bisa memberikan kabar, lalu darimana Dimas mengetahui informasi tersebut?

Hanya Dimas yang mungkin bisa membantunya memberi jawaban dari segela pertanyaan yang ada di kepalanya. Namun sampai saat ini pesannya tidak kunjung mendapat balasan dari Dimas.

Sesekali Queen meminta pada supir untuk lebih cepat dari yang seharusnya mengendarai mobil taksi yang saat ini membawanya menuju ke alamat yang ia dapatkan. Namun si supir hanya menjawab dengan singkat tanpa benar-benar menuruti kemauannya.

"Pak, bisa lebih cepet ga sih?! Dari tadi jawab iya-iya terus, tapi tetep aja pelan jalannya!" Saking kesalnya, Queen jadi sedikit membentak si supir.

"Iya sabar dong mbak. Ini alamatnya susah loh di cari. Saya jadi bingung sendiri."

Queen semakin gelisah. Sepanjang perjalanan ia memejamkan matanya untuk merapal doa. Bahkan jika Arga benar-benar sedang tidak berdaya untuk melawan atau melepaskan diri dari orang jahat itu, setidaknya Tuhan memberikan perlindungan untuk nyawanya yang berharga lebih dari apapun.

Tangannya meremas rok lipit khas Pelita Raya, melampiaskan rasa cemasnya disana kemudian sepasang matanya kini terbuka dan menatap kosong ke arah jalanan yang ia perhatikan semakin lama semakin terlihat familiar.

Ia sangat yakin bahwa ini pertama kalinya Queen melewati jalan tersebut. Jalanan yang tampak begitu sepi sementara di sebelah kanan dan kiri hanya di tumbuhi rumput liar yang tinggi-tinggi.

Semakin jauh mobil taksi yang ia tumpangi melaju, semakin sepi jalanan yang kini ia lewati. Pemandangannya masih sama—hanya ada rumput ilalang yang tinggi menjulang. Queen menautkan kedua alisnya, mengingat dimana ia pernah melihat jalanan yang sama persis seperti saat ini, lalu beberapa saat kemudian ia mengingat bahwa pernah melihat jalanan yang sekarang di lintasi melalui foto yang di dapatinya melalui paket misterius.

"Kayanya di depan udah mentok jalannya mbak. Emang ini tujuannya?" tanya supir yang memperlambat laju mobil.

Queen membawa pandangannya ke depan sana, ia memperhatikan sebuah rumah kecil yang terlihat sama sekali tidak terawat dan menjadi pembatas akhir dari jalanan yang ia lewati. Queen lagi-lagi merasa seperti pernah melihat foto rumah yang kini sedang ia perhatikan lamat-lamat.

Tidak ada yang berbeda. Ia yakin seratus persen rumah gubuk yang ada di depan sana sama persis dengan foto rumah yang di dapatinya dari kiriman paket misterius yang ia terima beberapa waktu terakhir.

"Mbak? Di tanya kok malah diem aja? Saya jadi takut nih."

"I-iya. Ini memang tujuan saya." Queen bergegas untuk turun dari mobil taksi itu, setelah memberikan sejumlah uang untuk pembayaran.

Princess SyndromeWhere stories live. Discover now