37 - Amazing moment

1.8K 176 36
                                    

Hampir seminggu Arga menjalani hukuman yang diterimanya dari Pak Handoko, hampir seminggu pula Queen dan Arga menghabiskan waktunya lebih banyak bersama-sama. Jangan tanya karena apa alasannya, semua karena Queen yang menginginkannya.

Queen yang merasa kesepian karena Arga tak terlihat batang hidungnya di sekolah, berinisiatif mencari jalan lain agar tetap bisa melihat sosok yang di sukainya itu. Seperti, meminjamkan catatan pada Arga misalnya namun dengan syarat cowok itu sendiri yang harus datang ke rumahnya.

Arga dibuat tidak memiliki pilihan lain selain menerima tawaran itu. Menaruh harapan yang terlalu tinggi pada Dimas hanya akan berakhir sia-sia karena sahabatnya itu tidak akan menjadi sosok yang dapat diandalkan untuk menulis catatan pada setiap materi pelajaran yang diberikan guru di kelas.

"Catatan hari ini, gue yakin setelah lo selesai salin dan baca ulang sekali lagi, bakalan langsung ngerti." Queen menyerahkan catatan miliknya pada Arga.

"Banyak banget, kenapa ga lo foto aja? Jaman udah canggih gini." Arga membalikan lembar demi lembar kertas dari buku catatan yang ada di tangannya saat ini.

Kalau saja ini bukan salah satu dari rencananya untuk menarik simpati Arga, Queen juga tidak akan rela membiarkan jari-jari tangannya yang mulus mencatat ratusan kata hingga menjadi beberapa lembar catatan penting.

Dari beberapa hari yang lalu, Queen berkorban sepenuh hati untuk membuat catatan dalam bentuk tulisan tangan yang super rapi hanya agar Arga bersimpati padanya.

"Tulisan sekretaris kelas gue hancur banget, yang ada nanti lo ga bisa baca kalo gue foto." Seperti hari kemarin-kemarin, alasannya tetap sama.

"Bisa peduli juga lo ternyata sama orang lain?" Jawab Arga usil, diselipi kekehan kecil dengan durasi yang tidak lama.

Seandainya Queen mampu untuk berterus terang di hadapan cowok itu. Queen akan mengatakan hal jujur padanya, bahwa saat ini Arga bukan lagi orang lain di matanya, melainkan sosok yang menempati seluruh ruang kosong di hatinya.

"Menurut lo yang ada di diri gue negatif semua?" Tanya Queen.

Arga menaikan satu alisnya, pura-pura berfikir. "Iya." Jawabnya berniat untuk bercanda, namun Queen tidak menganggap itu sebagai bercandaan.

Queen menatap serius ke arah Arga untuk beberapa detik, kemudian tanpa kata ia langsung bergerak untuk mengambil alih catatan miliknya, berniat pergi dari ruang belajar.

Namun cekalan erat di pergelangan tangannya, membuat langkah itu berhenti. Queen ingin menoleh, tetapi Arga lebih dulu berdiri di hadapan Queen.

"Lo ngambek? Gue cuma bercanda doang..." Ucap Arga. Cowok itu terlalu peka dengan perubahan Queen yang tiba-tiba diam kemudian berniat melenggang pergi.

Queen mengalihkan pandangannya, bukan untuk menunjukan bahwa ia memang kesal. Namun, untuk mengalihkan perhatian agar tidak tertuju pada kekehan cowok itu yang selalu saja berhasil mendebarkan.

Arga mengerjap pelan, "pinjamin catetannya dong, gue mau salin nih." Bujuknya pada Queen.

"Enggak." Queen kembali menoleh ke arah Arga dengan tatapan sengit, sementara tangan yang memegang erat buku catatan ia sembunyikan di balik punggung mungilnya.

"Siniin ga?"

"Enggak!" Ucap Queen tetap keras kepala.

Arga semakin mengikis jarak diantara mereka, lebih mendekatkan tubuhnya agar mampu menjangkau buku catatan yang tersembunyi di balik punggung mungil Queen.

Jika Arga cowok yang terlihat baik dengan semua sisi positif yang dimiliki, maka sebentar lagi ia akan menyandang status sebagai pembunuh. Bagaimana tidak? Dengan jarak sedekat itu, Arga malah semakin menjadi-jadi dengan mengunci pandangan Queen dengan sorot matanya yang tajam itu, sehingga membuat Queen menahan nafasnya tanpa ia sendiri sadari.

Princess SyndromeWhere stories live. Discover now