30 - Please, i need you

2.3K 174 42
                                    

Berbicara tentang masalalu, mungkin selalu saja berhubungan dengan kesedihan. Memang, tidak semua, tapi hampir setiap masalalu yang di miliki seseorang pasti mengandung kesedihan di dalamnya. Benar?

Tentang masalalu, sebagian orang mungkin enggan untuk membahasnya, mereka terlalu sensitif jika bersingungan dengan kata itu. Mereka—orang yang memiliki masalalu menyedihkan pasti berusaha keras untuk melupakan, termasuk Arga.

Namun buruknya, ada hal berbeda yang tidak bisa di lupakan dengan mudahnya oleh Arga dari masalalunya.

Seperti hari ini. Tanggal 5 bulan 11 selalu mengingatkan Arga dengan masalalu itu. Mengingatkan bagaimana jelasnya tentang hal buruk mulai menghancurkan dunia-nya.

Sekarang Arga sedang berlari kecil menuju parkiran sekolahnya, sambil sesekali melirik pergelangan tangan kirinya untuk mengecek waktu pada jam tangan hitam yang melingkar disana. Salahnya karena tadi menghabiskan waktu beberapa saat di aula sekolah untuk menonton lomba musik, sehingga Arga hampir melupakan hal penting yang harus dilakukan.

"Woi kadal! Ngapain lo balik arah?" Dimas yang baru tiba dari arah berlawanan, langsung mencegah langkah Arga dengan merentangkan kedua tangannya.

"Gue ada urusan penting. Minggir, ah."

"Halah sok sibuk lo kang tape! Urusan penting apa? Sepenting apa?" Desak Dimas.

"Queen mana?" Lanjutnya, mengernyitkan kedua alisnya, "tumben tuh anak gak nempel sama lo? Oh, atau urusan penting lo itu mau jemput dia? Pantes lo buru-buru gini..." Dimas kembali berceloteh, alisnya di naik turunkan dengan niat untuk semakin menggoda Arga.

"Ada di gedung A. Lo mending kesana deh, dia ikutan lomba renang. Gue cabut ya, buru-buru nih." Arga menepuk pundak Dimas beberapa kali, sebelum ia melesat pergi ke arah parkiran sekolahnya.

Dimas tertinggal sendirian, masih berdiri di tempat yang sama. Hanya badannya yang berbalik arah untuk menatap punggung Arga yang semakin menjauh dengan pandangan herannya.

"Kenapa si tuh anak? Lupa matiin kompor di rumah kali ya?" Dimas mengakhiri kalimatnya dengan tawa geli.

***

Mungkin untuk saat ini, tidak ada hal yang jauh lebih buruk dari kekalahan yang di terima Queen. Di katakan sebagai mimpi pun, Queen berani bersumpah bahkan di dalam mimpinya ia tidak pernah menjadi yang di kalahkan oleh orang lain.

Sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ia terima saat ini. Ingin rasanya Queen memutar waktu kembali, mengatur ulang hal menyebalkan yang saat ini sudah benar-benar terjadi, agar menjadi hal baik yang berpihak padanya. Namun sayang seribu sayang, Queen hanyalah manusia biasa, yang saat ini hanya bisa menghabiskan semua kata umpatan di dalam hati untuk mengutuk orang yang mendapatkan juara.

Ini pertama kalinya Queen ikut berpartisipasi dalam kegiatan lomba yang diadakan sekolahnya. Bagaimana mungkin Queen masih bisa mempertahankan penuh rasa percaya dirinya untuk keluar dari ruang ganti dan bertemu orang-orang yang akan menatap remeh dirinya?

Tidak! Membayangkannya saja sudah membuat Queen ingin menenggelamkan dirinya di dalam kolam dan menunggu sampai semua orang kembali ke rumahnya masing-masing.

"Argh! Sial banget gue!" Queen mengusap kasar rambutnya yang masih setengah basah dengan handuk kecil berwarna merah muda.

"Lo bukan sial. Cuma keberuntungan lagi engga berpihak aja ke lo."

Suara itu. Suara dari orang yang membuat suasana hati Queen menjadi semakin buruk saja, dan selalu begitu. Tentu saja Queen mengenali pemilik suara itu. Dia Putri, orang yang menjadi saingannya untuk mendapatkan Arga sekaligus lawan yang merebut juara yang seharusnya menjadi miliknya.

Princess SyndromeWhere stories live. Discover now