55. Coming out of a coma

1K 49 0
                                    

Update nih, ada yang masih nungguin dan kawal cerita ini sampai tamat? Thankyou yaa!
Selamat membaca.

•••

Vano benar-benar tidak habis pikir dengan ucapan Artha barusan. Padahal sudah beberapa bulan ini Vano tidak pernah melakukan hal yang senewen pada Artha. Geng-geng mereka pun tidak ingin mencari masalah lagi. Semuanya menjaga jarak aman meskipun tanpa perdamaian.

Vano tidak tahu mengapa Artha melakukan hal seperti ini. Yang pasti jika karena dirinya! Harusnya Keysa tidak usah dibawa-bawa dalam urusan ini.

“Lo ada masalah apa sama gue?” ujar Vano datar. Tanpa melibatkan kekerasan seperti tadi.

Artha yang mendengar itu hanya terdiam.

“Kalo ada masalah sama gue, jangan bawa-bawa Keysa!” ujar Vano lagi. Entah kenapa Artha masih terdiam seribu bahasa. Cowok itu tidak menjawab perkataan Vano. Malah menatap kosong ke arah Elang yang semakin datar.

“Gue—benci—sama—lo, Vano!”  ujarnya tercekat seolah dia tidak ingin mengatakan hal itu. Elang masih terdiam di belakang Vano. Entah apa yang dia lakukan saat ini.

“Gue—benci—banget—sama—lo—Vano!” lanjutnya lagi seperti terbata. Vano yang mendengar itu bungkam tanpa ekspresi. Tatapannya kini teduh menatap Artha yang baru saja merapalkan ucapan itu.

“Paham kan lo! Gue benci banget sama elo!” seru Artha menggebu.

“Gue benci!” ujarnya penuh penekanan. Vano masih diam berdiri menatap Artha. Tubuhnya kaku seperti patung. Tak ada pergerakan.

Lalu senyumnya tanpa sadar mengembang. “Lo benci gue kan?”

Artha hanya diam bungkam. Tidak menatap wajah Vano. Matanya pun seolah kosong. Seperti tidak ada kehidupan di dalamnya.

“Kalo lo benci gue—lo bisa bunuh gue sekarang!” ujar Vano tersenyum kecil. Melempar pistol kecil yang tadinya ada di meja billyard di sampingnya. Artha masih terdiam ketika pistol itu sudah berada di tangannya. Bibirnya sedikit bergetar.

“Kalo lo benci sama gue—bunuh gue sekarang juga. Tembak gue dari arah depan. Tapi yang pasti—jangan celakain Keysa lagi,” ujar Vano pelan.

Bukan gue Van ...

Artha hanya terdiam. Tangannya sedikit bergetar. Mulutnya yang selalu berbicara benci. Namun, hatinya berkata lain. Entah apa itu, yang pasti dia bingung harus melakukan apa.

Vano menutup matanya——terpejam. “Tembak gue Tha, kalo lo benci gue! Tapi yang pasti, jangan celakain Keysa lagi!” ujar Vano pelan. Dada Artha memburu. Artha mengarahkan pistolnya ke arah Vano. Memicingkan mata.

Dor!

Dor!

Dor!

Bukannya merasa sakit, Vano malah tidak merasakan apapun di sekujur tubuhnya. Bahkan dia merasa tidak ada sesuatu yang terjadi. Padahal peluru itu sudah berbunyi. Pertanda peluru itu telah melesat—dan mungkin sudah mengenai tubuhnya. Tidak terasa darah sedikitpun yang mengucur.

Vano membuka matanya. Menatap Artha yang masih terdiam dengan bibir bergetar. Vano menatap Elang. Dia pun masih baik baik saja. Vano melihat dinding yang kini sedikit tergores sebuah peluru yang berjatuhan di bawahnya.

“Kenapa lo nggak tembak gue?” ujar Vano. Artha masih kaku. Dia masih berekspresi bungkam.

“Gue—enggak—bisa.”

Selepas ucapan itu terlontar. Artha melempar pistolnya ke sembarang tempat. Lalu terdiam lagi.

“Bunuh gue! Tapi jangan bawa-bawa Keysa lagi!”

KEYVANO [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang