22. Waktu untuk tenang

1.1K 164 101
                                    

Beri aku waktu untuk menenangkan apa yang aku rasakan. Karena, ini terlalu menyakitkan untuk aku rasakan sendirian.

-AdrienneHarisWiliam

Selamat membaca.

Putar lagu : Starlight - Chani SF9

°°°

Tetesan air mata dari mata indah milik Adrienne tidak kunjung berhenti. Adrienne menatap keluar jendela taksi yang Adrienne tumpangi ini. Sedari tadi Adrienne sudah berusaha untuk tidak menangis namun tidak bisa.

Sakitnya hati Adrienne semakin meradang. Hatinya yang terluka itu semakin melebar sampai Adrienne tidak tahu bagaimana cara menyembuhkan luka itu.

Hampir saja Adrienne benar-benar melakukan aksi nekatnya untuk bunuh diri. Tapi Adrienne sadar itu bukan hal yang benar untuk di lakukan saat ini. Biarlah Adrienne pergi sementara, semoga dengan perginya Adrienne semua akan berubah menjadi baik-baik saja dengan perlahan. Itupun jika Tuhan mengizinkan.

"Mbak, udah sampai."

Adrienne tersadar saat supir taksi itu membuka suara. Dengan cepat Adrienne mengambil beberapa uang di dalam dompetnya dan memberikan kepada supir taksi itu sesuai argo yang tertera.

"Makasih, Pak."

Setelah turun dari taksi Adrienne berjalan dengan tangan yang menggeret koper kecil kesebuah resort yang sudah Adrienne booking selama di perjalanan tadi.

Adrienne membooking resort ini untuk dirinya sendiri yang menempati. Adrienne benar-benar tidak ingin di ganggu.

"Ini kuncinya, Mbak." Si pemilik resort memberikan Adrienne kunci.

"Makasih, Bu."

"Bahan makanan dan minuman udah Ibu lengkapi sesuai permintaan, Mbak."

"Iya makasih, Bu. Saya masuk dulu."

Adrienne memasuki resort yang terlihat cukup mewah itu. Menghempaskan tubuhnya di sofa yang empuk. Adrienne menatap layar televisi yang mati, sekelebat bayangan Kenzo membuat Adrienne tersenyum getir.

"Ternyata gini ya penantian aku selama ini? Penantian yang sangat sia-sia." Kata Adrienne pada dirinya sendiri.

"Lucu aja gitu, ending kita kayak gini. Padahal kamu sendiri yang janji mau nikahnya sama aku. Punya anak dari aku, tapi apa? Kamu malah punya anak dari gadis lain. Aku di sini? Aku kayak orang bodoh yang menunggu kedatangan kamu. Padahal kamu aja udah gak perduli sama aku."

"Ken, kenapa harus hilang terus kasih kabar kayak gini? Kenapa gak jujur dari awal. Putusin aku, dan bilang kalau kamu emang suka sama Daisy. Wajar kamu suka, Daisy memang cantik dan punya segalanya. Aku? Aku cuma gadis yang dingin, cuek dan kadang gak bisa kasih apa yang kamu mau."

"Aku sadar, Ken. Ini emang jalan terakhir kita."

°°°

Selalu seperti ini, semua menghentikan aktivitas kerjanya demi berdiskusi tentang Adrienne. Sialnya di keadaan Adrienne yang lemah seperti ini namun gadis itu tetap bisa merahasiakan keberadaannya sampai orang suruhan Alfa dan Reihan tidak bisa menemukan jejak Adrienne.

"AKU GAK PERDULI! KITA HARUS CARI ADRIENNE SAMPAI KETEMU! AKU GAK MAU ADRIENNE KENAPA-NAPA!" Renata terus berteriak menggebu-gebu. Bagaimana bisa seorang Ibu diam saja di saat keadaannya anaknya tidak baik-baik saja pergi tanpa jejak.

Cerdasnya Adrienne mengelabui siapapun yang mencarinya membuat orang di sini kewalahan.

"Bun, kita harus sabar. Gak mungkin kita gak cari Adrienne. Tapi kita harus cari cara yang Adrienne gak akan bisa tebak. Adrienne itu hebat meski keadaannya lemah. Kita gak bisa remehin Adrienne gitu aja karena fisik Adrienne yang lemah." Kata Galang.

"Benar kata Galang, Sayang. Anak kita itu pintar mengelabui siapapun." Alfa memeluk Renata dari samping. Menenangkan wanita yang telah memberinya dua orang anak.

Renata menghapus bulir air matanya. "Tapi aku beneran khawatir sama Adrienne. Aku gak bisa kayak gini. Adrienne harus cepat di temukan."

"Iya, Bun. Kita bakalan cari Kakak. Bunda tenang dulu, berdoa lebih baik daripada nangis, Bun." Kata Afriel.

"Ronald juga hilang!" Suara Carla yang bergetar di depan pintu membuat semuanya menoleh.

Entah bagaimana bisa Carla datang berbarengan dengan Arlina. Carla menghampiri Ferry dan duduk di sana. "Ronald semalaman gak pulang kata Om Lexy. Aku telpon Ronald juga gak aktif."

"Tunggu.., gak mungkin kan kalau Ronald bantuin Adrienne untuk kabur?" Tanya Ferry ragu.

Alfa menggeleng, "enggak, gak mungkin. Ronald mana mungkin membantu Adrienne, dia tau keadaan Adrienne lagi gak baik."

"Tapi Ronald kemana coba, Om?"

"Apa jangan-jangan pembunuh Mang Ucup berhasil nangkap Adrienne sama Ronald untuk di jadikan target selanjutnya?"

Suara Renata membuat Carla menangis histeris. Tidak mungkin, tapi kenapa rasanya masuk akal juga?

"Sttt, jangan nangis. Belum tentu juga, La." Ferry mengusap bahu Carla.

"Kenapa, sih. Kenapa pada hilang tiba-tiba gini?"

"Tenang, La. Anak buah Om masih nyari."

"Semua berawal dari anak gue ya, Ren?" Tanya Arlina dengan senyum pahit.

Renata menggeleng, "enggak, Lin. Meski ini masalah Kenzo sama Adrienne tapi gue gak nyalahin anak lo. Yang harus di salahin atas semua itu mantan lo. Dia yang jahat di sini, dia yang seenaknya mempermainkan dan mengambil alih hidup Kenzo. Membiarkan Kenzo pergi meninggalkan kebahagiaan di sini. Mantan lo yang bajingan."

"Gue gak ngerti, Ren. Dulu Grali yang bersikeras gak mau anggap Kenzo sebagai anak lagi setelah cerai dari gue. Tapi tiba-tiba dia datang, sumpah masalah ini pelik banget."

"Sepelik-peliknya masalah pasti ada jalan keluarnya, Lin. Lo gak boleh nyalahin apapun jalan yang Tuhan kasih." Kata Alfa.

"Gue sayang sama anak gue, juga sama Adrienne. Mereka berdua sama-sama berarti buat gue. Kehadiran Adrienne bikin Kenzo makin berani mengenal cinta. Tapi kehilangan Kenzo malah bikin Adrienne jadi kayak gini."

"Yang harus kita tau sekarang dimana Kenzo, dimana Adrienne dan Ronald."

Carla mengangkat tangannya, menginterupsi semuanya untuk berhenti berbicara sejenak.

"Ronald kasih pesan ke aku."

***

Next part!

Kalian pasti nunggu-nunggu part selanjutnya.

Aku spoiler nih.

"Kita putus aja, Ken."

Jangan lupa votenya YAKKK💙

Nah buat yang penasaran dengan part selanjutnya aku berharap vote tembus 80 dan komen 60 semalaman, kalau tembus besok pagi aku update😘

COOL GIRL 2Where stories live. Discover now