ILY - 12

1.1K 164 109
                                    

Sunmi duduk dengan tenang sambil menatap sekitarnya. Hari ini adalah hari pembagian rapor. Seperti semester sebelumnya, orangtua siswa diwajibkan untuk hadir guna mengetahui penilaian siswa tiap semesternya. Momen seperti ini tentu saja akan menjadi ajang menaikkan dan menjatuhkan harga diri orangtua karena tingkah laku sang anak. Maka dapat dilihat bagaimana raut wajah tegang yang tersemat di wajah teman sekelas Sunmi.

Namun hal tersebut tak berlaku bagi gadis itu. Mau nilainya bagus atau anjlok, hal itu tak berpengaruh sama sekali padanya. Lagipula yang mengambil rapor nya adalah Mingyu, tetangga idola nya. Jadi ia tak perlu mengkhawatirkan apapun.

Para siswa menunggu di samping orangtua atau walinya masing-masing di dalam kelas. Pak Hanbin, wali kelas Sunmi memberikan kata sambutan yang sama sekali tak di pedulikan oleh Sunmi. Ia hanya melamun menatap jendela sambil memikirkan sesuatu.

Bagaimana ya rasanya jika orangtua nya yang mengambil rapornya?

Hingga akhirnya momen yang ditunggu pun hadir. Satu per satu siswa maju ke depan setelah namanya dipanggil oleh Hanbin. Mereka keluar membawa rapor dan urutan ranking milik mereka masing-masing. Makin lama kelas pun makin sepi hingga akhirnya kini giliran Sunmi untuk menerima rapornya. Ia dapat melihat bagaimana Hanbin tersenyum menyapa Mingyu di sampingnya.

"Orangtua Sunmi berhalangan datang ya, mas?"

Mingyu tersenyum sekilas lalu menjawab, "Iya, pak. Mama sama papa nya masih di luar kota. Jadi saya yang datang buat ambil rapor nya Sunmi."

"Oh gitu, ya. Gapapa kok, mas. Jadi, ini dia evaluasi penilaian dari Sunmi di semester ini."

Setelah menjelaskan panjang lebar, akhirnya Sunmi dan Mingyu selesai dengan urusannya. Tepat saat berada di luar kelas, Mingyu menarik hidung Sunmi dan membuat gadis itu meronta-ronta.

"Hebat banget lo ya dapet ranking dua puluh empat dari dua puluh lima anak. Bagus. Pertahankan kegoblokan mu, sayang."

"Woy! Ini lepas- anjing."

Mingyu semakin mengeratkan cubitannya dan membuat gadis itu menjambak rambutnya mau tak mau. Akhirnya cubitan tersebut pun terlepas dan Sunmi dapat mengambil napas lega.

"Gak ada otaknya emang. Lo mau gue mati, hah?!"

"Yoi, sob."

"Bego. Kalo gue mati gak ada yang masakin lo lagi terus lo kelaparan terus sekarat terus ikutan mati. Jadi kalo lo bunuh gue artinya lo bunuh diri juga."

"Gue nyari istri dong biar ada yang masakin."

"Ah, masa kamu berkhianat sih, sayang," ujar Sunmi dengan nada manja seraya mengapit lengan Mingyu. Pria itu pun menaikkan alisnya sebelah lalu tersenyum miring.

"Eh iya. Maap ya, sayang. Janji deh gak kayak gitu lagi."

Mingyu melepas lengannya dari Sunmi lalu merangkul pundak Sunmi sementara gadis itu tertawa lalu mencubit pria itu.

"Jijik, anjir. Sana pergi lo."

Selanjutnya mereka tertawa bersama. Sepanjang jalan di koridor, mereka menerima berbagai tatapan dari siswa dan orangtua murid. Tentu saja, siapa yang tidak mengenal Sunmi? Gadis langganan BK walau masih berada di tahun awal namun posisinya tetap aman -tidak dikeluarkan dari sekolah- yang kini tengah berjalan bersama pria tinggi nan tampan.

Ditengah tawa mereka, mata Sunmi menangkap presensi seorang Park Jimin yang tengah berjalan menunduk menatap handphone nya. Sunmi pun langsung bergegas menyapa Jimin sementara Mingyu melongo di posisinya.

"Pak Jimin!"

Jimin langsung mendongak ketika mendengar suara melengking tersebut mengudara. Ia langsung memasang senyum tipis walau Sunmi sempat menangkap raut wajah panik darinya.

Mr. CounselorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora