bagian 26| Penyelesaian

3.4K 276 9
                                    

"Emang siapa yang ngundang lo makan disini?"

Ucapan Aurel membuat semua pasang mata mengarah padanya. Tak terkecuali adalah Sena, mulutnya bungkam, terkejut dengan perkataan Aurel. Oma dan Bunda Ilona terlihat tak perduli, dan melanjutkan makannya, sedangkan Ayah dan Arga mood makan mereka hilang seketika. Bingung dengan sikap Aurel yang tak bersahabat.

"Aurel, jaga ucapan kamu!" Ucap Ayah sedikit membentak.

"Udah gapapa ayah, Sena naik ke atas dulu, lagian tadi sebelum pulang Sena beli makan kok" jawab Sena dengan senyum paksanya, ia ingin berkumpul dan makan bersama ayah nya, namun jika ada salah satu pihak yang tak setuju mau gimana lagi?

"Cih pencitraan!" Cibir Aurel.

"Aurel!" Kali ini bukan ayah yang angkat bicara melainkan pria yang duduk disampingnnya, Arga.

"Apa? Kamu mau bela dia juga? Lagian dia punya makanan sendiri kok"

Mood makan Arga benar benar hilang.

"Udah makan aja, jangan sampai acara makan kita terbengkalai hanya karna satu orang!" Ucap Oma.

"Sena kamu mau pergi kan? Silahkan, dari pada acara makan kami hancur gara gara kamu!" Ucap bunda Ilona.

Hati Sena sakit karna tak ada pembelaan yang di dapatnya, ayah menatap Sena seolah berkata 'maaf', Sena paham posisi ayahnya yang tidak bisa memilih ataupun membela salah satu dari putrinya, akhirnya Sena mengangguk dan naik masuk ke dalan kamar.

Saat dikamar Sena menangis dibalik pintu yang dikunci rapat, kemudian mengambil benda di dalam laci dan melakukan aktifitas rutinnya.

***

Keesokan harinya Sena dibuat bingung dengan kedatangan Albar yang tiba tiba, ditambah lagi hari masih dibilang sangat pagi.

"Mau ngapain?" Tanya Sena pada Albar yang menatapnya dengan tatapan sendu, Sena pun menyorot mata pria itu dengan tatapan bertanya tanya.

"Gue mau ngomong" jawab Albar.

"Gada waktu!" Ucap Sena hendak menutup pintu namun ditahan oleh tangan kekar milik Albar.

"Gue mohon, kali ini aja"

Sena menghela nafas dan mengangguk ringan.

Kini keduanya berada di taman, disamping rumah Sena. Jam masih menunjukkan pukul 06.15 dan berarti waktu ngobrol hanya 15 menit sebelum pintu gerbang ditutup. Sena tak masalah jika harus berlama lama karna ia tidak Sekolah namun berbeda dengan Albar, bagaimana pun pemuda itu adalah kepercayaan salah satu Sekolah tekenal di kota.

"Maaf"

Cuma kata itu yang sedari tadi dikatakan Albar, sedangkan Sena hanya diam, sembari menghitung berapa jumlah kata maaf yang di ucapkan pria di sampingnnya.

"Udah?" Tanya Sena.

"Maafin gue Sen"

"Sudah 15 kata maaf dari satu menit yang lalu"

"Sen gue serius!"

Sena menatap Albar kemudian mengambil tangan pria itu dan mengelusnya singkat.
"Gue udah maafin lo, gue gak marah, gue cuma kecewa"

"Dan gue bodoh percaya sama orang yang baru gue kenal" jawab Albar.

"Gue boleh minta satu permintaan?" Tanya Sena.

Rain And Tears [Proses Revisi]Where stories live. Discover now