Bad Mood

36.1K 1.9K 10
                                    

Tidak hanya memberi hukuman, Pak Bandi melanjutkan aksinya dengan memberikan petuah-petuah andalannya. Guru yang satu ini memang terkenal banyak aturan dan gemar berbicara panjang lebar. Al yang mulai bosan mendengar ocehannya, segera memasang salah satu earphone di telinga kanannya dan lainnya ke telinga kiri Prilly. Cukup lama Pak Bandi mengomel tanpa jeda, hingga dia sadar kalau Al dan Prilly sedang mengenakan earphone. Pak Bandi menjadi geram dan semakin meninggikan suaranya kepada kedua muridnya itu.

"Pagi bu Syahrini.." Tiba-tiba Al mengucap salam, sambil tersenyum ke arah belakang Pak Bandi. Sehingga Pak Bandi dengan cepat berbalik seraya mengucap salam yang sama.

"Pagi bu syah..." Ucapan Pak Bandi terhenti ketika dia menyadari bahwa tidak ada seorangpun di belakangnya. Al berhasil mengecoh Pak Bandi, semua warga sekolah juga tahu kalau Pak Bandi memang mempunyai ketertarikan pada Bu Syahrini, guru cantik yang sekilas gayanya mirip salah satu artis yang cukup fenomenal. Jadi tidak heran kalau Pak Bandi dengan mudah terkecoh.

Pada kesempatan itu lah Al segera mengajak Prilly kabur. Melihat Al dan Prilly yang sudah berlari cukup jauh, Pak Bandi tidak berusaha mengejar mereka lagi. Pada kenyataannya dia sudah hafal perilaku kedua muridnya itu. Yang bisa dia lakukan hanyalah memegangi kepalanya dengan kesal.

"Kalian itu selalu bikin kepala bapak puuuuussssiiiiiinggggg" ucap Pak Bandi sambil memutar kepalanya seperti trio macan. Kemudian dia memilih untuk kembali ke kantor guru.

Datang terlambat, melanggar peraturan bahkan diberi hukuman sudah menjadi hal biasa bagi Al dan Prilly. Mereka bahkan menganggap hal tersebut adalah hal yang cukup menyenangkan. Hal itu merupakan salah satu cara mereka menikmati masa mudanya bahkan mungkin cara mereka mengurangi kerinduan akan hangatnya keluarga.

Al melenggang dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa bahkan setelah mendapat omelan-omelan dari Pak Bandi serta bonus essay 10 lembar. Tapi tidak bagi Prilly, entah kenapa hari ini Prilly tampak sedang bad mood bahkan hingga lonceng tanda pulang sekolah dibunyikan.

Al sudah sangat hafal dengan sifat adiknya. Jika sedang bad mood, Prilly tidak ingin diganggu bahkan dia juga menolak untuk pulang bersama kakaknya. Jika dipaksa sedikit saja, Prilly bisa marah sejadinya bahkan mengamuk. Pernah suatu waktu, Kirun menggoda Prilly saat sedang badmood. Tidak hanya memarahi kirun bahkan Prilly tidak segan-segan memelintir tangan Kirun sampai merintih kesakitan.

"Yaudah gue pulang dulu, lo jangan kesorean pulangnya". Al mengacak rambut Prilly sejenak, kemudian melangkah menuju mobilnya.

Bagi Prilly saat sedang badmood, salah satu yang bisa meredakan emosinya adalah makan ice cream dan bermain ayunan di salah satu taman yang sering dia datangi bersama orang tuanya sewaktu kecil. Taman itu berada tidak jauh dari sekolahnya. Prillypun membawa langkahnya ke taman dan membeli ice cream kesukaannya. Ice cream nya pun bukan ice cream yang biasanya tersedia di mini market, melainkan ice cream gerobak yang biasanya dijual oleh bapak-bapak di dekat taman tersebut. Ice cream nya mungkin biasa saja tapi kenangannya yang membuat Prilly selalu ingin membelinya, berharap bisa mengulang masa kecilnya.

Prilly duduk di salah satu ayunan yang berada di bawah pohon yang cukup rindang. Sambil melumat ice cream, Prilly membiarkan dirinya berada dalam lamunan, sejenak mengingat masa-masa indah yang pernah dialaminya bersama kedua orang tuanya saat mereka masih memiliki waktu untuknya.

Waktu memang selalu berjalan ke depan tanpa bisa kucegah kemana muaranya, namun kenangan selalu memukul mundur.

Tanpa diduga, tiba-tiba ada yang membuyarkan lamunannya, seseorang laki-laki bertampang berandalan membelai rambutnya sambil menggodanya.

"Hai cantik, sendirian aja" ucap pria tersebut dengan senyum kurang ajarnya.

"Mending kita seneng-seneng bareng" ucap laki-laki yang lainnya, sama kurang ajarnya. Dua orang laki-laki itu menggoda Prilly bahkan tangan mereka berusaha mendekati dagu Prilly. Prilly menghentikan makan ice creamnya.

"Kok udahan makan ice creamnya, mending kita makan sama-sama" goda laki-laki yang sempat memegang rambut Prilly. Keadaan taman yang sepi membuat ulah kedua laki-laki ini semakin menjadi-jadi.

Prilly diam, salah satu sudut bibirnya terangkat naik, tampak senyum menyeringai. Kedua orang tersebut belum tahu berhadapan dengan siapa rupanya. Prilly beranjak, dilemparkannya sisa ice cream ke wajah salah satu laki-laki tersebut.

"Ups gue kira tong sampah" ucap Prilly santai dengan nada meledek. Sontak kedua laki-laki itu tampak sedikit kaget dan geram mendengarnya. Mata mereka membulat, apalagi yang terkena lemparan ice cream, mukanya memerah penuh amarah. Prilly hendak melangkahkan kakinya namun kedua laki-laki tersebut menahannya.

"Nggak usah sok jual mahal deh lo!" Ucap salah satu dari mereka. Prilly yang sedari tadi coba tenang, akhirnya emosinya memuncak. Ditepisnya tangan-tangan jahil itu dengan kasar. Prilly meradang, dengan gerakan cepat, dia pukul salah satu dari mereka hingga terjungkal ke tanah. Kemudian dengan sedikit ancang-ancang dia tendang yang satu lagi sampai tersungkur. Siapa yang sangka, di balik tubuh mungilnya, Prilly pandai bela diri.

Menjadi pebisnis yang kaya raya dan terkenal di semua kalangan menjadikan orang tua Prilly dan Al banyak saingan. Meskipun kedua orang tua Prilly melakukan bisnisnya secara sehat tapi tidak semua pesaing bersedia melakukan hal yang sama. Pesaing-pesaing yang curang terkadang melakukan berbagai cara licik untuk menjatuhkan saingannya, dengan cara melukai sekalipun. Keberadaan pengawal atau bodyguard yang siap siaga setiap saat bukan menjadi garansi untuk keselamatan mereka. Untuk itu, Al dan Prilly sudah dilatih bela diri sejak kecil bahkan sampai saat ini mereka masih sering berlatih sehingga menjadikan mereka ahli dalam bela diri. Tidak heran kalau Prilly tumbuh menjadi gadis yang kuat dan pandai melakukan bela diri.

Prilly tampak berhati-hati menghadapi dua lelaki berandal yang sedari tadi berusaha melawannya. Kedua laki-laki itu ternyata belum menyerah meskipun pukulan dan tendangan Prilly telah membuat sudut bibir mereka mengeluarkan darah dan nyeri di beberapa bagian tubuh mereka. Ruang gerak Prilly terbatas karena seragam sekolah masih melekat di tubuhnya. Bukan karena tidak ingin mengotori seragamnya, dengan dukungan finansialnya dia bisa saja punya berlusin-lusin seragam yang sama, melainkan karena dia tengah mengenakan rok yang pendek. Dia tidak mau gegabah bergerak, dia tidak ingin kedua laki-laki berandal tersebut melihat pahanya yang mulus. Prilly tidak akan rela membiarkan dua maniak itu mendapat untung walau sedikit saja.

"Dasar cewek kurang ajar! Ternyata kecil-kecil cabe rawit" Salah satu berandal hendak mencengkengkeram Prilly, tangannya sudah sangat dekat sementara yang satu lagi bersiap ingin menyergapnya. Tidak, Prilly tidak sedang lengah dengan membiarkan kedua lelaki bangsat tersebut dengan mudah mendekat. Seorang Adelhard tidak pernah lengah.

Aku Adelhard. Adelhard yang tangguh.

Kata-kata yang selalu diucapkan Prilly dulu setiap kali sang Ayah bertanya siapa dirinya. Ayahnya telah mengajarkan kalimat tersebut dari kecil. Sebuah kebanggaan sebagai seorang Adelhard. Dalam kepala Prilly sudah tersusun strategi untuk menghabisi, apalagi hanya berandal kecil yang belum berpengalaman seperti mereka.

Prilly hendak melawan lagi, namun tiba-tiba, bahkan Prilly belum bergerak, salah satu laki-laki itu terjungkal dengan keras ke tanah, merintih kesakitan. Sementara yang satu lagi dikunci geraknya, kemudian ikut tersungkur dan menabrak pohon sehingga mukanya lebam. Prilly yang sebelumnya sudah bersiap menghajar berandal-berandal tersebut seketika hanya terdiam melihat mereka dihajar oleh seseorang yang entah datang dari mana.

To be continued...

CLASH: Another Ali And Prilly StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang