The Storm

8.1K 861 15
                                    

Al PoV

Hari sudah gelap dan hujan turum dengan deras disertai petir yang cukup memekakkan telinga. Ini sudah kesekian kalinya aku mencoba menelepon Prilly tapi yang kudengar hanya bunyi nada sambung yang akhirnya berhenti karena pemiliknya tidak juga mengangkat teleponnya. Sedang apa dia sebenarnya. Prilly gadis pemberani, siapapun tahu itu. Tapi tidak jika tentang suara petir. Seketika dia bisa berubah dari singa yang garang menjadi anak kucing yang ketakutan. Biasanya ketika ada petir dia akan langsung berlari padaku, meskipun saat itu dia sedang tidak bersamaku dia segera meneleponku sambil merengek ketakutan. Tadi siang saat aku bangun tidur, dia sudah tidak ada di rumah. Bi Inah bahkan tidak tahu dia kemana dan mang ujang... Oh iya mang ujang. Kenapa aku tidak tanya dia dari tadi? Bodohnya aku. Aku pun segera bergegas menemuinya.

"Mang Ujang tahu kemana Prilly?" Tanyaku segera saat melihat mang Ujang.

"Loh Den, memangnya non Prilly belum pulang?" Mang Ujang malah balik bertanya.

"Mang Ujang yang antar Prilly?" Tanyaku lagi.

"Iya den, saya yang antar ke tempat den Ali tapi non Prilly nyuruh saya pulang duluan. Katanya pulangnya mau dianter den Ali sebelum jam 5" jawab mang Ujang takut-takut.

"Ke rumah Ali?" Tanyaku memastikan. Ini bahkan sudah jam 7 malam.

"Iya den, apa lebih baik saya jemput non Prilly saja sekarang?" Mang ujang menawarkan.

"Nggak perlu mang, biar saya saja. Makasih mang" jawabku, aku segera berjalan ke kamar mengambil kunci mobil. Aku memang tidak menyimpan nomor telepon Ali tapi aku tahu dimana rumahnya. Aku bergegas menuruni anak tangga namun saat kaki ku baru saja menginjak anak tangga terakhir kudengar suara pintu depan dibuka. Akhirnya gadis nakal yang aku cari dari tadi pulang juga.

"Dari mana saja? Ponsel lo itu ada fungsinya!" Tapi yang aku omeli malah diam saja. Aku sudah akan menceramahinya lagi saat aku sadar bahwa dia dalam keadaan basah kuyup. Aku pun segera mendekatinya.

"Kenapa ujan-ujanan?" Kupegang rambutnya yang basah. Dia masih saja diam, mungkin dia merasa bersalah karena membuatku khawatir.

"Gue ambil handuk dulu" aku pun segera berbalik hendak mengambil handuk kering namun tiba-tiba kurasakan seseorang memelukku dari belakang. Dasar gadis nakal, dia mengerjaiku rupanya. Awas saja dia.

"Prilly lepas! Baju gue jadi basah! Dalam hitungan ketiga lo nggak lepasin, lo tau akibatnya!" Ucapku mengancamnya.

"Satu! Dua! Ti-" belum sempat aku menyelesaikan hitunganku Prilly tiba-tiba berbicara.

"Maafin gue" ucapnya pelan tapi kurasakan pelukannya malah semakin erat.

"Maaf karena gue nggak dengerin ucapan lo" ucapnya yang dapat dengan jelas kudengar.

"Sekarang gue tahu bagaimana rasa sakitnya hati lo" lanjutnya membuatku bingung. Ada apa dengannya.

"Apa maksudnya?" Tanyaku pada akhirnya. Kami masih dalam posisi yang sama.

"Saphira, gue melihat Ali memeluknya" jawabnya yang membuatku terkejut. Dia menangis aku merasakan dari tubuhnya yang bergetar di balik punggungku. Hanya saja aku tahu dia tidak mau memperlihatkan air matanya padaku. Demi Tuhan dia bahkan lupa akan rasa takutnya pada petir yang menyambar. Bisa kalian bayangkan seperti apa perasaanku sekarang? Sakit dan amarah menjadi satu. Belum cukupkah laki-laki brengsek itu mengkhianatiku? dan sekarang beraninya dia melakukan hal yang sama pada adikku. Aku mengepalkan kedua tanganku untuk meredam emosiku. Untuk saat ini saja aku harus mengontrol emosiku. Karena saat ini Prilly lebih membutuhkanku. Setelah kurasakan tubuh Prilly yang sudah tenang, aku segera berbalik dan merengkuhnya dalam pelukanku dan ku usap punggungnya. Kemudian ku bawa dia menuju kamarnya.

"Ganti baju dan istirahatlah" ucapku sebelum meninggalkan kamarnya. Setelah kusuruh bi Inah menyiapkan makanan dan minuman hangat untuk Prilly. Aku segera bergegas menuju garasi mobil, melajukan mobilku ke tempat yang seharusnya kudatangi dari tadi.

Hujan masih turun dengan derasnya saat kuparkirkan mobilku di depan gerbang. Sepertinya hujan tidak akan reda hingga besok pagi. Aku segera keluar dari mobil. Tidak kuhiraukan air hujan yang menerpaku. Kebetulan gerbangnya terbuka, akupun segera bergegas masuk. Saat aku sudah sampai di teras rumah saat itulah bertepatan dengan seseorang berjalan keluar dari pintu.

"Al-" ucapnya terpotong.

"Brengsek!" Umpatku sambil melayangkan pukulan ke wajahnya. Berkali-kali. Karena yang ada dalam pikiranku hanyalah menghajarnya.

To be continued...

CLASH: Another Ali And Prilly StoryWhere stories live. Discover now