I Miss You Princess

16.3K 1.3K 47
                                    

Prilly POV

Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Aku tidak paham dengan tingkah kakakku yang menyebalkan namun sialnya juga paling kuhormati. Entah ada apa dengannya, aku selalu dalam pengawasannya. Dan aku rasa ini mulai berlebihan. Bukannya apa-apa tapi aku sudah tidak kuat menahan rindu. Aku rindu dengan Ali. Selang sehari aku berganti status menjadi pacar Ali, aku bahkan tidak bisa bertemu dengannya. Ini sudah berhari-hari for God's sake... Ini keterlaluan, Al benar-benar sudah keterlaluan. Entah sebenarnya dia titisan ular kadut atau apa, dia selalu saja pintar berkelit. Setiap kali aku bertanya ada masalah apa antara dia dan Ali, dia selalu saja bisa mengalihkan pembicaraan.

Sudah kuputuskan apapun rintangannya, aku akan menemui Ali. Sejujurnya akupun bingung, kenapa Ali juga tidak berusaha menemuiku. Apa dia tidak rindu padaku. Pasti ada alasan di balik semua ini. Dan kalau aku tidak bisa mendapat penjelasan dari Al maka aku harus bisa menanyakannya pada Ali. Syukurlah aku mempunyai sahabat yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung seperti Mila. Eh meskipun point yang terakhir patut dipertanyakan, karena dia itu gila belanja. Ah tapi aku sangat beruntung memiliki Mila karena dia rela melakukan apapun untuk membantuku agar bisa bertemu dengan Ali.

Entah apa yang sudah dilakukan oleh Mila. Sehingga bisa membuat Ali pergi ke perpus. Tapi katanya sih, dia juga meminta bantuan kepada Poland. Kenapa perpus? Karena itu satu-satunya tempat yang tidak akan didatangi Al kecuali terpaksa. Tapi memang siapa yang bisa memaksa Al? Aku jadi meringis sendiri, mengingat pak Bandi yang naik darah jika Al sulit diatur. Berhubung setiap jam istirahat, Al selalu menguntitku. Aku harus pandai memilih waktu. Jadilah Mila mengatur semuanya. Saat Guru belum masuk ruangan, Mila mendekat padaku.

"Sekarang lo buruan ke perpus, Ali pasti udah di sana, ntar gue bilang ke guru kalau lo izin ke UKS gara-gara sakit perut"

"Thanks banget ya Mil" aku memeluk Mila dengan erat. Mila membalas pelukanku seraya memberi dukungan.

Aku berjalan dengan cepat bahkan nyaris berlari menuju perpus. Namun mendekati pintu perpus, kurasakan langkahku mulai melambat. Jujur aku gugup, berhari-hari aku tak bertemu dengan Ali, aku takut perasaannya mulai berubah. Tapi bersamaan dengan itu, rasa rinduku juga membuncah. Kuhirup napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Perlahan kuputar kenop pintu, dan masuk ke dalam. Suasana perpus begitu sepi, hanya ada seorang penjaga perpus yang aku pernah lihat tapi tidak begitu mengenalnya. Harus kuakui aku tidak jauh beda dengan Al. Aku juga jarang berkunjung kesini.

Penjaga perpus itu tampak sibuk di depan monitor komputernya, bahkan dia sepertinya tidak menyadari saat aku celingak-celinguk. Biarlah aku juga tidak ingin mengganggunya karena bukan itu tujuanku. Apa iya, Ali sudah berada di sini? Tidak ada orang di sini. Perpus Aldric memang sangat luas. Tapi sejauh aku memandang kurasa hanya ada meja kosong dan rak-rak berisi buku. Aku mendesah kecewa ketika aku tidak melihat seseorang yang sangat aku rindukan, sampai tiba-tiba terdengar suara buku terjatuh di salah satu lorong antara rak buku,

"Awh" bersamaan dengan buku yang terjatuh terdengar pula suara mengaduh seseorang. Dan jantungku berdetak lebih cepat mengenali suara itu. Ali...

Aku mendekat ke asal suara secara perlahan. Ketika aku sudah cukup dekat, disanalah kulihat dia. Ali sedang berjongkok mengambil beberapa buku yang terjatuh. Yang aku tebak buku-buku itulah yang membuatnya mengaduh tadi. Aku memang berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun, sehingga Ali tidak menyadari kehadiranku. Setelah dia selesai mengambil beberapa buku yang berserakan barulah dia berdiri untuk mengembalikan pada tempatnya. Pada saat itu lah dia melihatku. Wajahnya tampak kaget.

"Prilly..."

"Ali..."

Aku tersenyum ke arahnya. Lega rasanya bisa bertemu lagi dengannya. Bisa kulihat juga senyum di wajahnya. Ali menaruh begitu saja buku-buku ditangannya ke sisi rak yang kosong. Aku maju selangkah ke arahnya.

"Ali, aku kangen ka.."

Belum sempat aku menyelesaikan kaliamatku, Ali sudah merengkuhku ke dalam pelukannya. Entah bagaimana caranya aku sudah dalam pelukannya. Kapan dia melangkah? Aku benar-benar tidak menyadarinya tapi aku tidak ambil pusing. Karena berada dalam pelukannya lah yang aku butuhkan saat ini.

"I miss you so bad, princess..." Bisiknya sambil memelukku lebih erat. Princess? Ah aku merasakan wajahku bersemu mendengar panggilan baru untukku darinya. Kurasakan dia menghembuskan nafas lega. Cukup lama kami berpelukan, hingga akhirnya dia terpaksa melepas pelukannya. Itu karena dia memelukku kelewat erat sehingga aku sedikit mengaduh karena sulit bernafas. Tangannya beralih mengelus pipiku dengan lembut.

"Aku sangat senang bisa ketemu kamu disini, aku harus berterimakasih sama Ule, karena kalau bukan dia yang paksa aku nyariin buku aku nggak bakal ketemu kamu, kamu nyari buku apa?" Oh jadi itu bantuan yang diminta Mila ke Poland. Ingatkan aku untuk mentraktir kedua orang itu yang telah membantuku.

"Eh itu... Aku.." Aku menggaruk kepalaku padahal tidak gatal. Bingung harus menjawab apa, karena sudah dipastikan aku kesini bukan mencari buku melainkan mencarinya.

"Umm, sebenarnya Mila dan Poland yang mengatur agar kamu ke sini, jadi aku bisa ketemu kamu" akuku sambil menunduk. Sudah pasti wajahku memerah saat ini. Aku sedikit malu. Hah apalah aku ini, biasanya juga tak punya malu. Saat aku mengangkat kepalaku dan memberanikan diri untuk menatapnya kulihat dia tersenyum.

"Sudah kuduga, tidak biasanya Ule lupa mengerjakan tugasnya sehingga memaksaku mencarikan buku untuk bahan tugasnya" Ali tersenyum geli. Poland memang tergolong siswa terpintar jadi wajar kalau alasannya pada Ali terkesan dipaksakan. Senyumku melebar seketika. Senyumnya memang menular, selalu bisa menghangatkan perasaanku. Namun senyumnya perlahan memudar digantikan wajah menyesal?

"Kenapa? Kamu menyesal?" Tanyaku pelan. Entah kenapa suaraku sedikit mengecil. Aku menanti jawabannya dengan was-was. Takut tiba-tiba dia menyesal karena bertemu denganku. Jangan-jangan dia beranggapan aku cewek agresif yang menjebaknya agar mau bertemu denganku. Duh aku jadi malu.

"Iya aku menyesal" jawabnya pelan. Hatiku terasa tercubit mendengarnya. Namun sebelum aku jauh berpikir yang tidak-tidak dia memjelaskan maksud ucapnya, seolah mengerti aku sedih mendengarnya. Mungkin wajahku tampak sebegitu menyedihkannya.

"Bukan, bukan menyesal karena ketemu kamu, tapi aku menyesal karena aku terlalu lama bertindak, sementara kamu bahkan berusaha menemuiku, terimakasih sayang, kamu masih mau menemuiku sementara aku dengan bodohnya hanya diam" ah syukurlah, aku kira dia menyesal bertemu denganku. Tapi aku jadi sedih melihat wajahnya yang kini sendu.

"Maaf..." Sesalnya. Aku tersenyum, kuusap pelan pipinya.

"Tidak perlu minta maaf, aku percaya kamu pasti punya alasan" ucapku sambil menatap manik matanya. Kuraih kedua tangannya, sedikit meremasnya agar mengurangi rasa sesalnya.

"Aku bisa jelaskan" ucapnya setelah mengehela nafasnya. Perlahan senyum kembali terukir di wajahnya.

"Ya, kamu bisa jelaskan" ucapku meyakinkannya. Namun tak lama, kudengar langkah kaki mendekat dan kurasakan tubuhku menegang.

"Kamu bisa jelaskan kenapa Unit Kesehatan Sekolahpindah di sini, Prilly?"


To be continued...

CLASH: Another Ali And Prilly StoryWhere stories live. Discover now