Will It be Our Happiness?

10.5K 1.1K 44
                                    

PRILLY POV

Aku bersyukur memiliki kakak seperti Al karena dia selalu ada untukku. Di saat terpurukku dia lah yang pertama menenangkanku. Aku tidak akan merasa sendiri selama ada dia bersamaku. Kita akan selalu saling menjaga apapun keadaannya.

"Prill..." Suaranya memecah keheningan. kami berdua sedang memandangi langit, sesuatu yang mungkin jarang kita lakukan.

"Ya.." Jawabku menggantung, menunggu apa yang akan Al katakan.

"Lo boleh bersama dia." Aku langsung menoleh padanya. Aku tidak salah dengar kan? Apa tadi dia bilang?

"Gue nggak melarang" Mulutku setengah terbuka antara tidak percaya dan ingin menanyakan apa dia serius dengan ucapannya. Bolehkah aku merasa senang sekarang?

"Tapi..." Mulutku tertutup seketika mengantisipasi apa selanjutnya.

"Gue juga nggak merestui" tentu. Tentu tidak semudah itu jalannya. Bodohnya aku, mana mungkin semudah itu Al berubah pikiran. Aku membuka mulutku tapi langsung menutupnya lagi karena aku bingung. Bingung harus menanggapi seperti apa. Aku masih diam larut dalam kalimat-kalimat nya yang bagai roller coaster. Namun saat dia beranjak aku segera memeluknya dari belakang.

"Terimakasih" ucapku tulus. Hanya itu yang terucap dari bibirku. Karena paling tidak, harapan itu masih ada. Sejenak dia hanya diam sebelum akhirnya berbalik padaku.

"Mandi gih! Lo bau kecut" ucapnya sambil mengacak rambutku. Aku tahu dia sedang mengalihkan pembicaraan. Kemudian dia melenggang pergi. Aku tersenyum merasa sedikit lega.

Tanpa restunya bisakah aku merasa bahagia?
Mungkin belum.
Tapi harapan itu sedikit terbuka dan aku berharap akan semakin terbuka.

******

ALI POV

Dari kemarin setelah pulang sekolah hingga sekarang sekolah sudah mulai usai lagi, Prilly tidak bisa kuhubungi. Pesanku juga tidak ada yang dibalas satupun. Sebenarnya tengah malam aku sudah ingin ke rumahnya untuk memastikan keadaannya tapi akal sehatku mengatakan hal itu hanya akan memperburuk keadaan. Belum lagi apa yang akan aku katakan pada Alya jika tengah malam keluar rumah. Aku benar-benar pusing dengan keingintahuannya yang makin hari makin parah. Kakakku itu memang ratu kepo. Dia benar-benar tak tertolong. Dia selalu menanyakan bagaimana hubunganku dengan Prilly, bagaimana kabar Prilly, padahal aku saja belum pernah mengenalkan Prilly padanya.

Alya bahkan memaksa ingin ikut ke sekolahku untuk bertemu dengan Prilly. Maksudnya aku harus membawa seorang model terkenal memasuki area sekolahku yang sudah pasti dipenuhi dengan fans-fans nya? Yang benar saja! Like a hell aku ijinkan. Aku tidak mau membuat kegemparan yang nanti akan menyulitkanku. Aku geli sendiri melihat keantusiasannya yang luar biasa itu. Kakakku memang ajaib. Akhirnya semalaman aku tidak bisa tidur dan hal ini benar-benar membuatku khawatir. Aku takut Prilly berada dalam masalah karenaku. Meskipun aku tahu pasti, bahwa Al tidak akan bertindak berlebihan. Karena aku mengenalnya dengan baik. Dulu.... Mengingat bahwa sekarang baginya aku tidak lebih dari seorang pengkhianat. Namun bagiku, sampai kapanpun dia adalah sahabatku.

Aku tidak bisa tinggal diam karena aku merasa tidak tenang. Bagaimanapun caranya aku harus menemui Prilly sepulang sekolah ini, sekalipun itu artinya aku harus menghadapi amarah Al. Sebaiknya aku harus membiasakan diri menghadapi amarahnya. Karena aku tahu seberapa seringpun aku mencoba memperbaiki keadaanku dengannya, tidak akan berpengaruh sampai suatu hari seseorang datang untuk menjelaskannya. Hanya saja aku tidak tahu kapan hari itu akan datang. Aku bahkan tidak yakin hari itu akan datang. Bolehkah aku berharap hari itu akan datang? Aku harus optimis, kalapun hari itu tak datang maka akan kuciptakan hari itu bagaimanapun caranya.

"Sampai jumpa pertemuan mendatang, jangan lupa kerjakan PR kalian" ucapan penutup bu Syahrini bagaikan angin segar bagiku karena akhirnya aku bisa segera mencari Prilly. Segera kurapikan tas sekolahku dan bergegas keluar kelas berharap aku bisa segera bertemu gadisku dan memastikan dia baik-baik saja. Begitu keluar dari ruang kelas aku segera berlari di koridor menuju kelas Prilly. Tidak kuhiraukan tatapn heran teman-temanku yang melihatku lari terburu-buru. Aku bahkan beberapa kali hampir menabrak siswa-siswa yang baru keluar dari kelasnya masing-masing. Aku hanya bisa mengucapkan kata maaf sekilas saat aku tidak sengaja membuat kegaduhan atau menjatuhkan barang yang mereka bawa.

Sedikit perjuangan memang tapi akhirnya aku sudah mendekati kelas Prilly saat kulihat gadisku itu baru saja keluar dari kelasnya. Dia tampak tertawa ringan, entah apa yang sedang dia bicarakan dengan sahabatnya, Tawanya membiusku, aku bisa bernafas lega karena kini aku tahu dia baik-baik saja. Aku hendak menghampirinya saat pandangan mataku bertemu dengan mata tajam seseorang yang sudah kuperkirakan sebelumnya. Mata tajam milik Al. Tidak kubiarkan matanya mengintimidasiku karena aku tidak akan mundur lagi. Aku sudah sedekat ini dengan gadisku. Apapun yang terjadi tidak akan menyurutkan langkahku.

"Prilly..." Ucapku dan Al nyaris bersamaan. Tidak heran hal ini membuat Prilly bingung dan membuatnya menoleh ke kanan dan ke kiri beberapa kali. Raut wajahnya sangat menggemaskan. Ingin rasanya aku merengkuhnya jika tidak ingat dengan keadaan saat ini. Prilly selalu membuatku semakin rindu padanya tiap detiknya. Bahkan di saat jarak kami sedekat ini aku masih saja merindukannya. Sejenak aku lupa dengan apa yang akan aku hadapi. Apa yang sudah kamu lakukan padaku, Prilly?

"Eh, gue duluan ya Prill, kayaknya Kevin nyariin gue" Mila memecah keheningan. Prilly menganggukkan kepalanya dan dengan segera Milapun pergi. Aku mengerti, berada dalam keadaan seperti ini pasti membuat siapapun merasa kurang nyaman. Untuk beberapa saat kami berada dalam keheningan kembali. Meskipun pada kenyataan nya di sekitar kami masih ada beberapa siswa yang berlalu-lalang. Tapi keadaan kami lah yang terlihat canggung atau tegang mungkin. Aku sadar aku tidak bisa hanya diam, harus ada yang bicara dan akulah orangnya.

"Al gue..." Ucapku memulai pembicaraan namun terpotong oleh suara Al.

"Gue ada acara sama kevin dan yang lainnya, sampai ketemu di rumah" pesan Al pada Prilly sambil mengacak rambutnya. Prilly tampak protes tidak terima karena rambutnya jadi sedikit berantakan. Kemudian pandangan Al beralih padaku meskipun tatapannya kembali menajam.

"Anterin Prilly pulang sebelum jam 6" ucapnya yang membuatku terkejut. Kemudian dia berlalu pergi.

"Pasti" ucapku dengan pasti namun berkebalikan dengan yang kupikirkan saat ini entah bagaimana caranya gerak mulutku lebih cepat daripada jalannya otakku. Aku menatap gadis di depanku dengan penuh tanya tapi yang kutatap malah tersenyum menahan tawa.

Apa yang baru saja terjadi?


To be continued...

CLASH: Another Ali And Prilly StoryOnde as histórias ganham vida. Descobre agora