Jawaban Atas Bintang

30 3 0
                                    

~☆~

Kau masih ingat tanyaku saat Bintang itu kembali? Ku harap jawabannya adalah tidak. Tapi, tak bisa dielak, dia segera pulang ke tempatnya, di masa lalu.

~☆~

Langit sudah meredupkan teriknya. Selain hari yang mulai petang, awan hitam juga ikut menyelimuti di atas sana. Seolah ikut berduka dengan suasana yang Kelina hadapi saat ini. Dia masih menatap nisan kayu dan gundukkan tanah yang masih segar di sana. Nama Tari sudah tertera di nisan tersebut. Bertanggal wafat hari ini.

Di seberang sana bertepatan dengan makam Ghani. Sesekali Kelina juga melirik ke makam tersebut. Kelina masih tidak menyangka, orang-orang yang Kelina sayangi secepat ini pergi meninggalkannya. Rasanya Kelina ingin memutar waktu ketika Ghani dan Tari masih berada di sisinya. Jika bisa memilih, Kelina tidak ingin merasakan masa ini.

Alde menghela napas pelan. Pasalnya, ia sudah menunggu Kelina selama tiga jam di makam. Orang-orang yang mengikuti sesi pemakaman juga sudah berpulang sejak tadi. Hanya tinggal mereka berdua di sana.

"Mau sampai kapan di sini?" tanya Alde.

Kelina masih diam.

"Kasihan Bude Nami. Pasti dia nungguin lo pulang."

Kelina menoleh sekilas. Raut wajahnya pasrah. Pernyataan itu berhasil buat Kelina menyerah, lalu beranjak dari tempat tanpa mengucapkan apa pun.

Alde menggeleng samar lihatnya. Ia langsung menyusul Kelina. Mereka keluar dari komplek pemakaman tersebut. Berjalan seiringan di trotoar menuju rumah lama Kelina. Jaraknya tidak begitu jauh, jadi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Alde menatap Kelina di sampingnya sekilas. Raut wajah gadis itu tampak murung. Alde sangat paham apa yang dirasakan Kelina saat ini, tapi Alde juga tidak ingin melihat Kelina seperti ini.

"Gue tahu lo sedih. Tapi, lo juga gak bisa terus-terusan larut sama kesedihan lo ini. Ibu lo juga pasti maunya lihat lo tegar," ucap Alde.

Satu menit, perkataan Alde belum berefek apa pun pada Kelina. Alde mendengus jengah. Ia menarik pergelangan Kelina tanpa izin. Hal itu berhasil buat Kelina menatap Alde, mengerutkan dahinya bingung.

"Mau ke mana?"

Alde tidak menjawab. Ia terus menggiring Kelina berbelok arah. Tiada pemberontakan dari Kelina, dia hanya pasrah membuntuti.

Mereka memasuki sebuah taman. Kelina tahu taman itu. Taman yang sudah lama sekali Kelina tidak kunjungi meskipun berdekatan dengan rumah lamanya. Di taman itu dulu senang sekali menjadi tempat bermain Kelina, Ghani dan Alde semasa kecil.

Alde menuntunnya ke ayunan di sisi taman. Ayunan rantai itu sudah tampak kusam.

"Duduk," perintah Alde saat sampai di hadapan ayunan tersebut. Kelina sebenarnya belum mengerti, namun dia menuruti.

Kelina menduduki ayunan itu. Alde mengambil tempat di ayunan satunya lagi, tepat di sebelah Kelina. Kedua ayunan tersebut berdecit saat Kelina dan Alde gerakkan.

"Dari dulu lo tuh udah cengeng. Lo ingat, kan? Lo ngerengek minta main ayunan mulu, padahal gue sama Ghani paling bosan main ayunan."

Alde benar. Dahulu Kelina sangat menyukai ayunan ini. Kelina ingat. Dia selalu merengek pada kedua anak laki-laki itu. Masa kecilnya yang lucu.

REMENTANGWhere stories live. Discover now