Remang

195 21 4
                                    

~☆~

Mungkin aku tidak mengerti konsep dari sebuah awal. Tapi aku yakin, ini adalah permulaian. Dimana semuanya atas sesuatu yang telah berakhir.

~☆~


Matahari sudah mulai tumbang dari tempat tergagahnya. Di dalam angkutan umum tidak terlalu padat, Kelina berada saat ini.

"Gue Aftab." Pemuda yang berada duduk di sampingnya itu mengulurkan tangan pada Kelina. "Jadi, siapa nama lo?"

"Sumarni." ucap Kelina asal. Dia sama sekali tiada niatan untuk membalas uluran tangan tersebut.

Pemuda yang mengakui dirinya sebagai Aftab itu terkekeh. "Selera humor lo boleh juga."

Kelina memutar bola matanya malas, dia tidak ingin terlalu menghiraukannya. Terserah pemuda itu mau bicara apa.

"Kiri!" Kelina langsung saja melengos turun dari angkutan umum.

Aftab tampak sedikit kewalahan untuk menyusul. Kelina masih kesal mengingat buku sketsa miliknya yang malang. Karya yang dia buat sepenuh hati dengan goresan-goresan sempurna, kini hancurlah sudah.

Mereka berdua memasuki komplek perumahan yang Kelina tinggali. Tak butuh jarak tempuh jauh dari sana, mereka sudah dapat sampai ke rumah Kelina.

"Kalau aja lo mau, kita lebih cepet sampai pakai motor gue."

Iya. Kelina menolak saat Aftab ingin mengantarnya memakai motor besar pria itu. Kelina juga tak habis pikir, untuk apa Aftab mengikutinya hingga naik ke angkutan umum.

Kelina menghela napas, kali ini dia menatap Aftab dengan sebal. "Denger baik-baik ya! Pertama, gue gak minta diantar sama lo. Kedua, gue gak peduli lo ngomong apa. Dan terakhir, lo bisa balik sekarang juga."

Kelina langsung menutup pagar rumahnya. Kebetulan mereka baru saja sampai dan Kelina membiarkan hanya dirinya masuk, meninggalkan Aftab.

Aftab belum beranjak dari tempatnya. Ia cukup terpaku dengan apa yang Kelina sikapi padanya.

"Denger baik-baik ya! Pertama, gue peduli lo ngomong apa! Kedua, gue gak balik sebelum lo bilang siapa nama lo!"

Kelina menghilang di balik pintu utama rumah. Dia sama sekali tidak mengacuhkan teriakan Aftab barusan. Terserah apa yang dikatakan orang itu. Paling juga dia akan pulang.

Kelina menghempaskan ranselnya di sofa ruang tamu. Dia ber-puh lelah. Ada-ada saja masalah Kelina hari ini. Setahun Kelina bersekolah tanpa tahu kenal dengan pemuda jakung itu, hidupnya baik-baik saja. Tapi tunggu ... Untuk sekalinya Kelina terngiang kembali teriakan pemuda itu.

Bagaimana jika pemuda itu bersungguh-sungguh dalam ucapannya?

Enggak, Kelina harus memastikan. Kelina langsung melesat ke jendela samping pintu rumahnya.

Kelina menepuk dahi. Benar saja, Aftab masih di sana. Tepat di depan pagar rumahnya. Buat apa coba pemuda jakung itu masih berdiri  di sana?

Kelina menghela napas gusar. Kelina harus menyelesaikan ini. Dia putuskan beralih membuka pintu di sampingnya. Di depan sana Aftab tepat melihatnya.

"Bella. Nama gue Bella!"

~~~

Kelina memasuki kamar setelah dia memastikan perutnya terisi dengan stok makanan yang ada di dapur. Bertemu oleh pemuda aneh tadi cukup membuat Kelina terasa lapar. Aftab pergi begitu saja dengan lengkungan di bibirnya, usai Kelina menyebutkan nama yang tentu saja bukan nama sebenarnya.

Kelina menaruh ransel toska di atas meja belajar. Pecahan frame masih berserakan di bawah sana. Itu frame yang Kelina jatuhkan tadi pagi, sama sekali belum sempat Kelina beresi.

Kelina mengambil sebuah foto yang ada di sana. Kelina masih ingat dengan anak laki-laki yang ada di foto itu. Foto yang diambil tepat empat tahun silam. Sebelum kesalahan yang Kelina lakukan dan ... membuat hancur.

Kelina tidak tahu keberadaan laki-laki itu sekarang. Kesalahan itu membuat Kelina terngiang akan masa lalunya.

Setitik air mata berhasil jatuh di pipi Kelina. Kelina menghela napasnya panjang. Dia berusaha menghapus air mata itu.

Kelina harus beranjak merapihkan semuanya. Dia harus segera memasukan pakaian dan segala keperluannya ke dalam koper.

Esok adalah hari pertama liburannya dimulai. Kelina akan pergi ke kota lama. Kota dimana foto itu diambil. Kota yang sangat indah dengan masa-masa manis Kelina dulu.

Iya. Kelina akan berlibur untuk kembali mengecap semua kenangan itu.

~~~


Kelina menengok ke arah jam dinding. Pukul setengah sepuluh malam. Dia ber-puh lega. Kini koper dan tas di samping ranjangnya telah rapih sempurna. Kelina akan berangkat pagi-pagi esok. Sudah cukup lama Kelina merencanakannya.

Suara dobrakan pintu tiba-tiba terdengar dari luar sana. Kelina sedikit terlonjak kaget.

"Kelina!"

Itu suara Arsen--ayahnya. Kelina dengan cepat keluar kamar, menghampiri dimana ayahnya itu berada.

Di sofa ruang tamu, di sana Arsen menghempaskan tubuhnya. Ia baru saja pulang dengan keadaan mabuk.

"Iya, Yah?" Kelina berusaha duduk di samping ayahnya itu.

"Minum. Ayah butuh minum."

Tanpa diminta dua kali, Kelina langsung beranjak sesuai apa yang Arsen suruh.

Arsen langsung menenggak habis segelas air yang diberikan Kelina di sana. Bukan pemandangan untuk yang pertama bagi Kelina. Begitulah sosok seorang Arsen. Tapi Kelina tahu, Arsen sangat kuat terhadap alkohol, dia akan tetap sadar dengan semua yang dia lakukan.

"Yah? Besok Kelina berangkat liburan ke rumah Mamah."

"Hm."

"Besok Ayah antar Kelina sampai stasiun kereta ya?"

"Hm."

Kelina tersenyum tipis. Meskipun tidak jarang, Kelina selalu berusaha terbiasa dengan sikap ayahnya itu. Sesungguhnya Kelina tetap saja selalu sedih melihat Arsen seperti ini.

Bertahun Kelina tinggal bersama Arsen, Kelina sudah belajar bagaimana menempatkan waktu-waktu sesuai mood Arsen untuk bicara dengannya. Kelina sangat tahu bagaimana keras kepalanya Arsen. Arsen tidak mengamuk memarahinya pun Kelina sudah cukup lega.

Bagaimana pun ini juga pilihan Kelina untuk tinggal bersama Arsen.














------------------------------

A.n :

Aku bingung ngomong apa.😂
Kalian mau ngomong apa ke aku?
Wkwkwkwk...

Keep reading!

Tinggalkan jejak!🙆

REMENTANGWhere stories live. Discover now