1. jaket dan pancong

592 67 97
                                    

Tahun 2015.

"Lo mau kemana?"

Seohyun menghentikan langkahnya, menatap Sooyoung yang menarik lengannya. Ia menghela napas sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

"Nyari angin di luar," balas Seohyun. "Apa lo gak sumpek di sini?"

Sooyoung menyapu pandangan ke seluruh penjuru kelasnya. Di pojokan sana, segerombolan anak lelaki sedang bermain kebo bunting ㅡpermainan di mana beberapa orang berperan menjadi kerbau, dan beberapa orang lainnya lompat kemudian menaiki punggung mereka. Sementara di pojok lain, beberapa anak cowok dan cewek sedang bermain kartu. Sisanya tidur, ada juga beberapa yang menyalin catatan, atau bergosip ria dengan suara melengking. Dengan kata lain, kelas memang sedang berisik sekali karena tidak ada guru.

Sooyoung mengangguk, kemudian berdiri. "Oke. Gue ikut."

Seohyun dan Sooyoung sampai di depan kelas, dan duduk di kursi panjang itu. Kursi yang selalu ada di depan setiap kelas, yang kadang-kadang disalahgunakan oleh beberapa oknum untuk dibawa ke dalam dan dijadikan kasur, tapi, lebih sering menjadi saksi bisu murid-murid yang dihukum menunggu di luar kelas karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah.

"Ah, sumpah. Pusing banget gue. Di dalem berisik abis," ujar Seohyun, memijat pelan pelipisnya, kemudian menatap Sooyoung. "Lo, mah, enak. Pake earphone."

Sooyoung terkekeh. "Pake earphone juga sebenernya masih kedengeran berisiknya dikit-dikit."

"Pulang sekarang aja boleh gak, sih?" tanya Seohyun sambil melirik jam di pergelangan tangannya. "Sepuluh menit lagi bel."

"Terus lo mau kayak gimana buat ngelewatin orang-orang TU (tata usaha)?" Sooyoung bertanya balik. "Mau pura-pura sakit?"

Staf Tata Usaha yang berjaga di lobi sekolah memang sangat ketat. Untuk pergi ke tukang fotocopy yang letaknya di depan sekolah saja harus pakai surat izin. Kalau begitu, siapa suruh mesin fotocopy yang ada di sekolah ini selalu rusak paling tidak dua kali seminggu? Sooyoung yang biasanya disuruh fotocopy kertas latihan Biologi oleh Bu Irma setiap hari Rabu, selalu kesulitan jadinya.

Apalagi untuk izin pulang. Kalau mukamu gak terlihat pucat macam mayat, atau orang tuamu gak menunggu di luar, kamu gak akan diizinin pulang. Bisa, sih, kalau punya skill akting kayak Hyukjae, ditambah sogokan donat kentang yang dijual kantin sekolah. Tetapi, itu hanya satu dari seribu kasus, dan mungkin memang cuma Hyukjae yang bisa lolos dengan mudah dari staf TU.

Seohyun tertawa kecil. "Bener juga. Mending gue nunggu bel pulang."

"Lagian, gue abis ini ada Paskibra," ujar Sooyoung. "Gak bisa pulang juga."

"Oh, iya. Padahal, tadi gue mau minㅡ"

Seohyun menghentikan perkataannya saat mendengar suara tenong tenong tenong seperti di stasiun ㅡsuara bel pulang sekolah. Bel di SMA ini berbeda-beda nadanya, tergantung apakah itu waktunya masuk, istirahat, atau pulang. Kalau bel masuk terdengar seperti suara yang ada sebelum pengumuman dibacakan di mall, bel istirahat terdengar seperti lagu Twinkle Twinkle Little Star, sedangkan bel pulang, seperti yang sudah dikatakan tadi, seperti suara sebelum pengumuman dibacakan di stasiun.

"Lo udah bisa pulang, tuh," ujar Sooyoung, mengeraskan suaranya karena kalah dengan suara bel. "Tadi, mau ngomong apa?"

Seohyun menggeleng. "Mau minta temenin ke Gramedia, tapi, kapan-kapan aja. Soalnya, gak buru-buru juga."

Sooyoung mengangguk. Mereka kemudian masuk ke dalam kelas yang di atas pintunya ada papan bertuliskan 11 MIPA 4 itu, dan kini bertambah gaduh karena semua orang sedang membereskan tasnya masing-masing, atau berbincang tentang ingin main kemana setelah ini.

Yellow Daylilies. [COMPLETED]Where stories live. Discover now