[14]

71 15 8
                                    

Melewati terowongan untuk menuju pinggiran kota yang begitu asing bagiku, bukan suatu keluhan lagi pada diriku meski terowongan tersebut sama gelapnya saat pertama kali melewatinya. Semuanya akan berubah setelah kau melewati terowongan tersebut, segalanya akan terlihat indah. Dan aku perlahan semakin terbiasa akan hal itu.

"Umji-ya semakin hari semakin hebat, ya. Sekarang tak begitu gelisah lagi bila kita melewati terowongan."

Jin akan memujiku seperti itu setelah kami melewati terowongan.

Pinggiran kota yang asing namun indah ini membuatku sedikit mengenalnya karena Jin.

"Kau bilang kalau Eunha-ssi senang ke tempat yang ramai. Game center? Pasar? Taman hiburan? Mungkin dia masih berkeliaran di pukul segini. Ini masih sore."

Dan karena Eunha juga.

Apa aku dan Jin bisa menemukannya? Meski aku melihatnya di taman bermain kota ini di hari Minggu kemarin, aku tak tahu lagi ke mana ia pergi. Tak ada petunjuk yang tertinggal darinya.

Kami pergi ke taman hiburan tersebut. Naik ke sebuah gerbong bianglala dan kini sedang berada di puncak. Langit oranye, kilau perak-kebiruan laut, keunguan ladang lavender, keemasan ladang gandum, dan hijau menenangkan milik pegunungan. Pemandangan di luar jendela semakin indah saja bila menjelang malam.

Apa Eunha melarikan diri ke kota ini karena semua pemandangan ini? Memang jauh lebih menyenangkan ketimbang di pusat kota.

"Mungkin akan lebih menyenangkan jika aku tinggal di tempat yang indah. Ada laut, gunung, dan ladang-ladang."

Ah, benar. Eunha pernah berkata begitu saat kali pertama kami berkemah.

"Kau mau kubelikan hotteok?" Jin menawarkan sesuatu sewaktu kami keluar dari taman hiburan. Sekarang sudah hampir malam dan aku tak menemukan Eunha di sana.

Kami pun berhenti di sebuah kedai kecil di pasar. Sembari menunggu hotteok pesanan kami dipanggang, aku memperhatikan sekitar. Pasar kuno yang tampak ramai, namun terasa menenangkan.

Saat kami menelusuri jalan raya di dekat bibir pantai, Jin kembali bersuara. "Menurutmu, bagaimana dengan kota ini?"

Aku memperhatikan sekitar. Matahari berwarna oranye yang berada di ujung laut sedang kembali ke peraduannya. "Menyenangkan. Ini berbeda dengan suasana di pusat kota. Pasti menyenangkan bisa tinggal di sini." Kemudian aku memikirkan Eunha. "Eunha pasti memilih tempat ini karena pinggiran kota ini jauh lebih menyenangkan ketimbang di pusat kota."

"Sebenarnya aku tinggal di sini."

Aku pun segera menoleh ke arah Jin. "Benarkah?"

"Apa aku terdengar seperti pembohong?"

"Habisnya kau tak pernah menceritakan tentang kehidupanmu padaku."

Jin terkekeh. "Maafkan aku."

"Kau tak perlu meminta maaf untuk itu. Lalu, mengapa kau sering datang ke pusat kota, kau bersekolah di sana?"

"Ya, begitulah."

"Ah, pantas saja."

"Jika nanti, saat kau sempat, datanglah ke rumahku."

"Kau sudah berani mengundangku ke rumahmu?" Aku menggodanya.

Jin tampak salah tingkah, tangan kirinya mengusap tengkuknya. "Aku sudah tahu di mana rumahmu, mungkin kau juga ingin tahu."

"Baiklah, baiklah. Aku akan mampir lain kali."

"Kau masih ingin mencari Eunha-ssi? Kalau iya, itu berarti kau akan sering datang ke sini."

"Kau tampak senang."

"Bukan begitu, aku tak bermaksud jahat terhadap Eunha-ssi. Tapi, aku senang kalau kita bisa bertemu setiap hari."

Aku tersenyum. "Aku juga senang kalau kita bisa bertemu setiap hari."

***

Hari itu, aku berniat hendak ikut bimbingan belajar di sekolah karena sudah terlalu sering membolos. Saat istirahat sebelum pergantian kelas, aku ingin pergi ke kamar kecil. Baru saja aku sampai ke ambang pintu, aku mendengar sebuah percakapan di dalam sana.

"Bukankah aku sudah bilang padamu bahwa aku tak mau berbicara denganmu lagi?"

"Kita tak seharusnya memperburuk hubungan kita dengan yang lainnya. Aku sudah bilang padamu kalau kau tak perlu memikirkan soal Eunha. Lebih baik kalau kita berbaikan. Aku sudah berbicara dengan Umji dan Yerin. Mereka tak lagi mempermasalahkan ini dan ingin kembali seperti dulu. Hanya tinggal kau dan Yuju."

"Kau pikir semuanya akan baik-baik saja setelah kita berbaikan? Bukankah hanya kau saja yang merasa bahwa kita tidak akan memikirkan Eunha meski kita kembali berteman tanpa Eunha? Bila melihat kalian saja membuatku teringat saat kita meninggalkan Eunha di peron. Aku akan terus mengingat kejadian itu bila kita tetap berteman."

"SinB-ya..."

"Kau jangan berpura-pura sok kuat. Kelihatan sekali kalau kau memaksakan diri." Ujar SinB. "Lagi pula aku tak mau berteman dengan orang yang menuduhku sebagai biang dari masalah ini."

"Jangan berkata begitu, Umji-ya juga memikirkan..."

"Aku merasa bersalah setiap hari." Potongnya. "Kupikir kau juga sama. Juga yang lainnya. Dan Umji menuduh kita karena kita tak tahu apa-apa soal Eunha, sementara dia tahu. Kau baik-baik saja karena itu?"

Sowon terdiam sebentar. "Dia pasti juga merasa bersalah..." ucapnya setengah mengambang.

"Sudahlah. Jika kalian ingin berbaikan, berbaikan saja! Jangan ajak aku."

Saat SinB hendak berbalik badan dan berjalan menuju ambang pintu, aku segera mundur dari ambang pintu tersebut. Kutinggalkan tempatku berpijak tadi sambil memikirkan ucapannya. Seketika saja aku merasa bersalah berkali-kali lipat.[]

---------

Ini cerita kan bakalan selesai di chapter 17, mungkin besok atau malam ini aku post tiga chapternya biar cepat kelar.

TunnelWhere stories live. Discover now