[5]

101 24 1
                                    

Jin mendekatkan wajahnya ke arahku. Wajahnya semakin turun ke bawah, memperhatikan foto yang kupegang dengan mata menyipit. Melihat tingkah keingintahuannya itu membuatku tertawa geli.

"Mengapa? Apa karena semuanya cantik sampai kau ingin menempelkan wajahmu ke foto ini?"

Jin pun segera mengangkat kepalanya usai tersadar akan sikapnya. Ia mendadak malu.

"Temanmu? Aku hanya berpikir, memangnya ada anak sekolahan yang mewarnai rambutnya? Temanmu ini..." Ia menunjuk seorang gadis pendek yang berdiri di tengah. "Rambutnya berwarna merah jambu! Memangnya sekolah kalian membolehkan muridnya mewarnai rambutnya?"

Aku terkekeh sekali lagi. "Kepala sekolah bilang tak masalah, asalkan kami belajar dengan rajin dan selalu lulus ujian di atas nilai rata-rata."

Lagi-lagi Jin masih memandang foto di tanganku ini dengan tak percaya. "Sekolahmu keren juga."

"Semua orang bilang begitu. Selain karena banyak seragamnya dan kau bisa memilih model seragam yang kau suka, sekolahku mengizinkan murid-muridnya yang suka mewarnai rambutnya. Itulah kenapa banyak perempuan yang ingin masuk ke sana. Sekolahku itu banyak dibicarakan orang-orang."

"Oh ya? Wah, aku tak tahu."

"Kau tak tahu, ya?" Aku terdengar kaget.

Tapi, kupikir lagi, seandainya ia tahu, ia tak akan bertanya lagi di mana aku bersekolah saat awal kami bertemu karena ia memperhatikan seragam sekolahku. Ah, pasti karena dia anak laki-laki. Anak laki-laki biasanya tidak begitu peduli soal sekolah perempuan.

"Jadi, sebenarnya ada apa dengan foto ini?"

Benar. Aku mengeluarkan foto ini karena ingin bercerita dengan Jin. Masalahku mengenai orang-orang yang di foto ini.

"Aku dan teman-temanku bertengkar. Karena itu, sudah beberapa bulan ini kami tak pernah lagi berbicara... Jangankan berbicara, kami bahkan tak mau menatap wajah masing-masing. Padahal, sebelumnya kami sangat dekat hingga aku berpikir bahwa tak akan ada satu orang pun maupun satu masalah pun yang mampu memisahkan kami."

"Memangnya apa yang terjadi?"

Aku tersenyum tipis, menatap gadis berambut merah jambu sebahu di foto itu. Ketimbang yang lainnya tampak riang, gadis itu jauh lebih riang. Gadis yang selalu ceria. Kuceritakan pada Jin, dia Jung Eunbi. Aku dan keempat gadis di foto ini memanggilnya Eunha. Seperti arti namanya, galaksi, dia berkilau layaknya bintang-bintang yang memenuhi galaksi. Gadis berkilau yang semakin berkilau karena tingkahnya yang ceria.

Namun, semua permasalahan ini di mulai oleh gadis itu. Sudah tujuh bulan ini dia menghilang. Semua orang tak tahu keberadaannya. Orangtuanya masih mencari, akan tetapi pencarian dari orangtuanya bersama petugas keamanan setempat tak membuahkan hasil hingga berita hilangnya gadis itu perlahan-lahan lenyap. Pihak sekolah tak bertanggung jawab soal hilangnya gadis itu karena ia menghilang di luar jam sekolah. Dan kami... orang terakhir yang bertemu dengannya.

Kami baik-baik saja hari itu, hendak melakukan kemah di awal musim semi, namun ia tertinggal kereta dan menghilang hari itu juga. Di rumahnya, tak ada surat yang ia tinggalkan. Semua barang-barangnya, terutama pakaian-pakaiannya masih utuh di kamarnya. Hubungannya dengan keluarganya terbilang baik, jadi tak mungkin ia kabur dari rumah karena keluarganya.

"Jadi, kalian beranggapan bahwa Eunha-ssi menghilang karena kalian?"

Ya. Nyatanya memang begitu. Seandainya kami mendengarkannya, dan seandainya kami mempercayainya.

Alis Jin tampak mengernyit. "Ada apa dengannya?"

Aku menghela napas sebentar mengingat ucapannya saat malam terakhir kami berkemah di musim dingin tahun lalu.

"Aku melihatnya... Saat waktunya tiba, kalian akan menghilang, atau aku yang menghilang."[]

TunnelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang