36. Pengakuan💌

1.9K 180 29
                                    

Sesudah menyimpan tasnya di bagasi bis khusus untuk kelas XII IPA 4, Helen melangkahkan kakinya bertujuan mencari keberadaan Teyo yang katanya sedang membantu peserta lain untuk menyimpan barang-barang ke dalam bagasi, maklum anggota OSIS baru jadi harus bekerja dengan sebaik mungkin.

Karena terlalu banyak orang, Helen jadi kesusahan mencari adiknya itu. Rasanya ia menyesal karena sudah menitipkan jaket kepada Teyo. Rintik-rintik hujan terus saja berjatuhan ke bumi sehingga Helen semakin kedinginan. Ketua OSIS pun sudah menyuruh peserta untuk masuk ke dalam bis sesuai dengan kelasnya.

Sebelum naik ke bis, Helen mengeluarkan ponselnya untuk menelpon kembali adiknya. Baru saja membuka layar kunci, kerah kemejanya di tarik begitu saja dari belakang. "Eh, lepasin gak?! Gue mau naik bis nih!"

"Mau naik bis? Gue juga mau naik bis kok. Ya udah bareng aja," kata laki-laki itu sambil terus saja menarik kerah kemeja Helen dengan tidak berperikemanusiaan.

Helen yang berjalan mundur mencoba untuk menghentikkan langkahnya. "Ih, Di! Aldiiii! Bis gue di sana!"

Aldi tidak mendengarnya, ia terus saja menarik kerah kemeja Helen hingga mereka sampai di pintu bis khusus kelas XII IPA 2. Aldi tersenyum manis lalu mempersilahkan Helen untuk masuk. "Silahkan wife ku."

Helen merapikan kemejanya sambil mendengus kesal. "Wife ku, wife ku! Ini bukan bis gue dodol! Padahal hidup gue selama seminggu kemarin tenang, karna lo gak sekolah. Sekarang hidup gue puyeng lagi. Kenapa lo ikut camping sih?!"

"Bisnya kan sama aja, Hel. Cuma beda warna doang. Bis kelas lo warna kuning, bis kelas gue warna biru. Bagus bis ini dong warna biru, kaya Tayo. Kalo bis lo sih jadinya kaya Tayi." Jeda sejenak. Ia menarik tangan Helen agar masuk lalu berdiri di depan. "Seruan juga di sini, kan ada mimi perinya. Tuh!"

Helen mengikuti arah pandang Aldi. Mulut dan kedua matanya terbuka lebar-lebar. Benar saja! Ia melihat mimi peri sedang duduk bersama Bilan, sedangkan Nita yang tidak duduk bersama Bilan sudah cemberut kesal. "S-siapa yang ngundang dia?"

Mimi peri tersenyum manis sambil melambaikan tangannya dengan gemulai kepada Helen. "Hai, cantik! Ayo cepet duduk sama Anin."

"Anin?" beo Helen. Pasalnya ia tidak tahu siapa Anin, dan sepertinya di kelas Aldi juga tidak ada yang bernama Anin.

"Anin itu Aldi, Hel! Kan Aldi Anindito," teriak Bilan lalu tertawa saat mimi peri mengedipkan sebelah mata kepadanya.

"Sudah siap semuanya?" tanya supir bis yang baru saja duduk di tempat kemudinya.

Mimi peri mengangkat tangan kanannya lalu berdiri. "Sebentar! Aduh sebentar, Pak. Saya mau nyamperin Anin dulu." Mimi peri menghampiri Aldi dengan langkah gemulai. "Anin, kamu sudah saya gaji. Jaga Gladis ya! Kan kamu utusan saya. Hm, oke? Saya mau turun ya. Pak supir tunggu, saya mau turun dulu!" Ia melambaikan tangannya kepada seisi bis yang sedang menatapnya dengan cengo. "Sampai jumpa semuanyaaaa!"

"Siap laksanakan, Bunda Mimi!" teriak Aldi sambil memberi hormat kepada mimi peri yang berada di depannya.

Sebelum keluar, mimi peri menepuk bahu Aldi lalu Helen. Ia tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

Kedua mata Helen terus saja mengikuti mimi peri yang sudah turun dari bis dengan susah payah karena kostum yang digunakannya. "Gladis? Maksudnya Helena Gladista? Gue gitu?"

"Mimi peri kalo ikut camping kayanya lebih seru!" seru Bobi sambil memperhatikan mimi peri yang sedang berjalan ke mobil pribadinya.

"Apaan? Gak boleh ikut! Nanti dia deket-deket lagi sama bebeb gue. Tau aja sama yang ganteng. Gak terima gue, masa gue lagi duduk aja diusir biar dia bisa bareng sama Bilan!" kata Nita tidak terima.

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang