8. Menunggu Kehadiran Senja💌

2.5K 255 6
                                    

“Gue minta maaf.”

Helen terdiam saat mendengar penuturan Arga. Ia mengira bahwa Arga tidak akan meminta maaf, jika seperti ini Helen akan lebih mudah lagi untuk mencari tahu tentang laki-laki yang ada dihadapnnya sekarang. ”O-oke.”

“Besok gue tanding futsal, lo mau nonton?”

Mata Helen berbinar lalu menganggukkan kepalanya antusias. ”Maulah!”

“Eh, ngapain lo deket-deket sama Helen?! Kalo mau bikin nangis lagi mending sana pergi jauh-jauh. Mau gue hajar terus gue buang ke sungai amazon?!” kata Aldi yang baru saja datang bersama Teyo.

Teyo menoyor kepala Aldi. ”Gaya banget mau hajar orang, liat kecoa terbang aja udah jingkrak-jingkrak ketakutan.”

Aldi mengerucutkan bibirnya, ia menatap Teyo kesal. ”Buka aib orang lain dosa lho, Yo.”

Helen mendengus kesal. ”Apaan sih kalian?! Katanya mau latihan basket, udah sana! Ganggu orang aja.”

Teyo membisikkan sesuatu di telinga Helen. "Hm, itu salah satu cowok yang lo curigain ya?”

Aldi menyelinap di antara mereka berdua lalu bersedekap dada. ”Gak boleh bisik-bisik, pamali, bikin gue penasaran aja.”

Teyo mendengus kesal mendengarnya. ”Bukan pamali kali, lo nya aja kepo.”

“Woy, dicari-cari sama kita. Kalian mau ikut ke panti gak?” tanya Nita yang baru saja datang bersama Adiba.

Sorry, gue izin gak ikut, ada latihan futsal.” kata Arga.

“Iya beb, gue juga izin ya, Mimi peri mau ngajak jalan,” sahut Aldi kepada Nita.

“Ya sana! Selamat bermesraan," kata Helen dengan nada sinis.

Aldi merangkul bahu Helen sambil menaik turunkan alisnya. Dengan cepat Helen menepisnya, tapi Aldi malah merangkul bahu Helen kembali. Dari pada kejadian ketika akan masuk ke pasar malam terulang kembali lebih baik Helen diam sambil mendengus kesal. ”Gak usah cemburu gitu dong, Mimi peri kan yang mengutus gue un-“

Belum selesai melanjutkan bicaranya Helen langsung memotong ucapan Aldi sambil menatap Aldi kesal. ”Untuk membuat Helena Gladista selalu tertawa. Bosen gue dengernya.”

“Wah, lo sampai ngapalin kata-kata gue ya? Tenang aja, Hel. Gue cuma mau latihan basket kok, bukan mau jalan sama Mimi peri.”

Helen menepis tangan Aldi yang masih saja bertengger di bahunya. Ia menginjak kaki Aldi lalu pergi meninggalkan mereka sambil mendumel. ”Bodo amat mau jalan sama Mimi peri juga ,emangnya gue peduli apa sama dia?!”

💌💌💌

Setelah pulang dari panti, Helen mengunjungi tempat membuang rasa bosan ketika di rumah sedang sepi, gedung tinggi yang ada di Jakarta. Tempat dimana pamannya bekerja. Hampir setiap sore Helen selalu kesini hanya untuk menunggu kehadiran senja. Siapa yang tak suka senja? Senja yang selalu melukis keindahan di langit setelah penatnya hari.

Helen duduk di kursi yang ada di atas rooftop sana. Sambil menunggu, Helen meraih tas sekolahnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak yang ia pakai untuk menyimpan surat-surat dari orang misterius itu. Sebenernya Helen sulit memahami kata perkata yang pengirim itu tulis, otaknya terlalu lemot jika berhubungan dengan hal puitis. Ia membaca surat-surat itu sambil mencoba memahaminya.

“Senja itu... siapa ya? Kata tukang pos kemarin, pengirimnya cewek. Siapa sih?!" Helen berbicara sendiri sambil terus menatap surat-suratnya.

“Apa gak ada kaitannya ya sama cowok pake bandana yang lari dari arah rumah gue?” Helen membaca ulang lagi surat-surat itu, lalu membalikkan setiap kertasnya siapa tau ada petunjuk mengenai si pengirim. ”Gak ada petunjuk apapun. Terus gue nyari dia gimana ya?”

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang