11. What's So Wrong?

115 36 21
                                    

Ayok vote dulu, gengs🖤

Selamat Membaca

Bersama sejak lama, hingga kini hanya tercuat dua kata; Ada apa?

***

Matahari baru saja menyapa belahan bumi, udara sejuk yang menyeruak di pagi hari belum lama ia hirup dan Winter sudah harus merelakan indra pendengarannya direcoki oleh seorang pemuda yang kini menyisir rambut keriting panjangnya. Sementara Winter menyusun beberapa buku pelajaran dan alat tulis yang akan ia bawa ke sekolah.

"Kak Sam tetap enggak bisa membenarkan sikap kamu, Dek," protes Summer untuk kesekian kalinya.

Winter mendengkus, membanting pelan salah satu buku paketnya ke atas meja belajar. "Bagian mananya, sih, yang Kak Sam masalahkan? Aku cuma mau mama jenguk tante Aleta."

Semenjak Winter menampakkan diri setelah bangun tidur tadi, Summer terus-menerus mempermasalahkan 'cekcok' yang terjadi di antara adik perempuan dan mamanya, yang berhasil ia dengar tadi malam.

Siapa pula yang tidak mendengar ucapan yang lumayan keras dan pintu yang ditutup kencang di tengah keheningan malam. Lebih-lebih kamar Summer berada tepat di samping kamar Winter.

"Cara kamu ngomong sama mama kurang benar, Dek. Coba pelan-pelan. Jangan lupa, lho, kalau mama itu orang tua, kamu juga harus sopan sama dia."

"Aku sopan terus sama mama," bela Winter cepat. Kemarin malam ia sudah berusaha mengeluarkan kalimat yang lulus uji norma kesopanan dan ia jamin tidak melenceng satu derajat pun.

"Kamu belum tahu apa alasan mama sampai beliau enggak mau jenguk tante Aleta," imbuh Summer lagi.

Winter menarik napas lalu mengembuskan dengan perlahan. "Aku udah tanya mama semalam dan mama enggak mau jawab."

"Lagian kamu, sih, sok-sokan pakai perumpamaan. Mentang-mentang anak Bahasa. Mama, 'kan, dulu IPS, Dek. Kali aja disuruh pake bahasa ekonomi, rumus akuntan, terus sistem manajemen, baru mama paham," kelakar Summer yang berujung mendapatkan cubitan maut dari Winter.

"Ngelawak terus!" Kedua mata bermanik cokelat terang itu memelotot. "Cepat benerin rambut aku, Kak Sam! Lelet banget," gerutu Winter sembari menutup ritsleting tas punggung cokelat kopinya.

"Makanya punya rambut, kok, keriting. Malas, 'kan, nyisir sendiri. Lagian gen dari siapa, sih, kamu, Dek? Nyasar banget keriting sendirian." Pemuda dengan kaus abu-abu yang dilapisi kemeja lengan panjang kotak-kotak hitam itu rupanya berniat sekali menyulut emosi Winter.

"Kak Sam, papa, mama, lurus, tuh, rambutnya. Jangan-jangan kamu dulu pernah kesambar petir, ya, Dek? Terus ternyata kamu punya kekuatan gitu yang masih terpendam," cerocosnya lagi. Kini tangan Summer bergerak menganyam rambut keriting panjang itu menjadi satu, lalu diberi hiasan pita abu-abu yang seringkali dijadikan ejekan oleh Summer karena menurutnya Winter terlalu sok imut.

"Aku juga bingung, lho, Kak. Jangan-jangan waktu Kak Sam kecil dulu suka ngemil mercon, ya? Sampai itu mulutnya enggak bisa diam mulai dari tadi," tukas Winter sebagai bentuk pembalasan atas kekesalannya.

Summer terbahak-bahak. "Berarti kamu juga ikut ngemil, Dek. Bukannya kamu doyan ngambil makanan Kak Sam?"

Gadis dengan tinggi sedada Summer itu menggertakkan giginya kesal. Kakak laki-lakinya itu terlampau mampu untuk membalas semua ucapannya. Berujung ia tidak bisa bersuara, bergerak, bahkan berbuat. Singkatnya, diam.

Winter in LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang