6. Pemberi Rasa Nyaman

141 47 10
                                    

-Selamat Membaca-

Ketika orang lain lebih mampu menjadi tempat ternyaman di saat sosok yang senantiasa diharapkan terlampau jauh dari genggaman.

***

Akhir pekan adalah waktu yang selalu Winter tunggu sejak beberapa hari lalu. Dan pagi ini, ketika cahaya jingga saja belum seutuhnya terbit di ufuk timur, embun yang menetes di dedaunan masih terlihat batang hidungnya, Winter sudah rapi dengan balutan dress selutut berwarna putih gading bermotif bunga-bunga.

Seusai mematut diri, gadis berambut keriting panjang dan dikucir dua itu segera meraih knop pintu, melongokkan sebagian kepalanya keluar. Kedua netra cokelat terangnya menilik seisi rumah yang syukurnya sudah sepi.

Itu tandanya, sang papa--Zavier--telah berangkat bertugas. Tadi malam, sih, papanya itu sempat berucap kalau ia ditugaskan untuk melakukan patroli di salah satu perairan yang diduga menjadi jalur penyelundupan barang ilegal. Winter juga tidak begitu mengerti dan ingat apa yang Zavier katakan tadi malam, yang pasti kesimpulannya adalah papanya itu sudah berangkat bekerja.

"Kak Sam!" seru Winter sembari mengetuk pintu bercat abu-abu itu. Jika nuansa kamarnya identik dengan warna cokelat, lain lagi dengan kakak laki-lakinya itu yang lebih dominan gelap. Dark grey.

Lama mengetuk atau lebih tepatnya menggedor, seorang pemuda dengan wajah bantal menampakkan diri di depan Winter.

"Ih, Kak Sam, kok, belum siap-siap, sih?"

Summer mengucek matanya yang masih terasa berat. "Siap-siap buat apa?"

"Hari ini hari Sabtu, Kak Sam. Akhir pekan!" seru Winter yang nyatanya percuma saja, karena rupanya kesadaran pemuda itu belum sepenuhnya pulih.

"Iya, terus? Lagian biasanya akhir pekan kamu masih molor jam segini," ucap Summer kemudian menutup mulutnya dengan tangan ketika lagi-lagi pemuda itu menguap.

Winter bukannya tidak tahu kalau sebenarnya, Summer semenjak pulang kuliah kemarin sudah harus kembali memelototi laptop dan buku-buku tebalnya. Ingin kasihan, tetapi janji akan tetap menjadi janji. Pemuda itu yang membuat syarat, yang artinya ia juga harus menepati.

Tak berbicara lagi, Winter memilih mendorong bahu lebar Summer ke depan kamar mandi. Pemuda itu baru saja hendak membantah ketika Winter lebih dulu membuka suaranya, "Kak Sam mandi aja dulu. Enggak usah banyak tanya. Aku mau nyiapin sarapan bentar."

Menatap punggung kecil sang adik yang berlalu dari hadapannya, Summer pun perlahan beranjak memasuki kamar mandi. Sementara Winter mengambil langkah menuju dapur untuk menyiapkan menu sarapan mereka. Sepertinya, Zavier tidak sarapan subuh tadi. Terbukti dari tudung hidang yang kosong tidak berisi apa-apa. Papanya itu memang kerap sarapan di tempatnya bertugas jika berangkat pagi-pagi sekali seperti hari ini.

Lima belas menit berlalu, Summer keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Oblong hitam dan celana selutut berwarna moka melekat di tubuh tingginya. Pemuda itu mengambil langkah menuju dapur dan di situlah seharusnya Summer tahu menyiapkan sarapan seperti apa yang adik perempuannya maksud. Terlebih ketika papa mereka--Zavier--sedang tak ada di rumah.

Winter in LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang