10. Can't Drag Me Down

117 42 18
                                    

-Selamat Membaca-

Berusaha dengan tekat menyeluruh memang tidak pernah menjamin untuk tidak jatuh, tapi dengan cara itu, kelak kamu akan lebih kuat ketika nanti penolakan yang kembali didapat.

***

Winter langsung turun dari skuter matik Summer tatkala kendaraan beroda dua itu berhenti di garasi rumah. Dengan langkah yang dibuat lebar, ia berjalan memasuki rumah bertipe modern minimalist dua tingkat tersebut. Mencari sosok yang sejak tadi sudah sangat ingin ia temui. Hingga wanita dengan apron melekat di tubuh langsingnya yang berdiri membelakanginya, karena terfokus dengan segala macam alat memasaklah yang kini terlihat oleh netranya.

"Mama!" seru gadis berambut keriting itu lantas memeluk sosok yang ia panggil 'mama' dengan erat. Sosok yang sudah lebih dari satu bulan ini tidak berjumpa dengannya.

Shamora membalikkan tubuhnya dan membalas pelukan gadis yang masih mengenakan seragam SMA itu. "Hai, Sayang, baru pulang sekolah?"

"Kalau Mama bilang akan datang hari ini, Winter pasti enggak usah ekskul tadi. Winter kangen Mama," ucap gadis itu hampir lirih.

Shamora yang mendengar hal itu hanya tersenyum kecil, tangan dengan jari-jari lentik itu bergerak mengelus puncak kepala sang anak. "Udah, ya? Kamu ganti baju dulu sana. Setelah itu kita makan malam bersama, oke?"

Winter mengangguk dengan cepat. "Oke, Ma!"

Disertai wajah yang sedari tadi berbinar-binar, ia berlalu dari sana dan menuju kamarnya. Mengganti pakaiannya dengan baju tidur bermotif teddy bear. Tidak mau membuang waktu lebih lama, gadis berambut keriting panjang itu dengan segera kembali ke dapur.

Makan malam hari ini terasa dipenuhi oleh euforia. Seluruh kursi pula telah terisi. Winter dengan sisi manjanya setiap kali ada Shamora memilih menarik kursinya mendekati sang mama.

"Gimana pekerjaan kamu, Sha? Lancar aja, 'kan?" tanya Zavier di sela kegiatan makan mereka. Dilihat-lihat, meskipun papanya itu bersikap layaknya seperti biasa, Winter mampu menangkap adanya titik kebahagiaan di wajah Zavier setiap kali Shamora pulang.

Shamora tersenyum. "Alhamdulillah, lancar, Mas," sahut wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan kulit kuning langsat seperti Winter.

"Kalau lancar, Mama pasti bisa, dong, lebih lama di sini?" celetuk Winter. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas berharap jawaban yang mamanya ajukan sesuai apa yang ia inginkan.

Shamora menggelengkan kepala dan itu sukses membuat senyuman Winter luntur seketika. Bahkan gadis itu melepas sendok yang ia pegang.

"Mama tetap harus kembali bekerja besok. Mama adalah pimpinan utama di perusahaan, Winter. Enggak semudah itu buat Mama lepas tangan, apalagi kamu tahu sendiri perusahaan Mama sudah jadi perusahaan besar, Mama harus bisa mengikuti persaingan dengan corporation lain agar bisa terus maju."

Nyatanya bagaimanapun juga, pekerjaaan sudah menjadi prioritas utama seorang Shamora. Kariernya merupakan hal yang nomor satu. Mungkin di matanya keluarga berada di angka yang kesekian. Bukankah Shamora sudah mengatakan hal itu berulang kali? Hampir setiap kali saat mamanya itu pulang. Seharusnya ia diam saja, tak perlu bertanya yang berujung membuatnya sesak sendiri.

Winter in LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang