4. Syarat dari Summer

172 54 16
                                    

-Selamat Membaca-

Terkadang beberapa titah memang tak seharusnya kita bantah. Bisa saja hal itu ada, sebagai bentuk upaya untuk menjaga.

***

Malam hari ini, dari balik kaca jendela yang berkilap bersih itu. Seorang gadis tengah mengulas senyuman, netra cokelat terangnya menyorot ke luasnya cakrawala. Bintang-gemintang berkelip-kelip seolah menyapa dirinya. Sedang rembulan dengan tubuh separuh itu berpendar-pendar, indah sekali sejauh mata memandang.

Memori di kepalanya kembali memutar kejadian tadi sore. Di mana Summer berhasil membuat rencananya berjalan seperti apa yang ia inginkan. Sebagai bentuk terima kasih, malam ini Winter yang menyiapkan makan malam, menggantikan pemuda yang mengaku banyak tugas kuliah itu yang seharusnya menjadi jadwalnya.

Zavier, papanya itu, sempat bertanya yang langsung saja ia jawab dengan alasan membantu kakak laki-lakinya. Tidak bohong, 'kan?

Winter hanya takut jika Zavier mengetahui alasan di balik sikapnya malam ini, pria itu akan melarangnya seperti malam sebelumnya dan Winter belum siap untuk menerima hal itu.

Gawai yang semula menyetel lagu bernada energik kesukaannya itu, tiba-tiba terhenti sejenak ketika ada sebuah notifikasi masuk.

From : Mauza
Gimana? Hebat, 'kan, aku tadi? Enggak muluk-muluk kok, besok borong jasuke aku aja, hehehe.

Winter tertawa kecil, sahabatnya ini ada-ada saja. Kedua jempol tangannya bergerak mengetuk-ngetuk papan ketik di gawainya.

To : Mauza
Siap, gampang itu mah. Eh, tapi aku cuma mau mastikan, ya. Kamu bener-bener enggak apa-apa temenin aku? Kakakmu enggak akan marah?

Winter sedikit ragu ketika mengetik kalimat terakhir. Pasalnya kakak dari sahabatnya itu, yang sudah menjadi wali bagi Mauza di kota ini, acap kali melarang ini itu kepada adiknya sendiri, terlalu mengekang, dan memaksa Mauza untuk hidup mandiri.

Dilihatnya, pesan itu telah dibaca oleh pihak seberang. Namun, tak dibalas pula hingga sekarang. Sampai sebuah ketukan pintu, membuat atensi Winter teralihkan.

"Lho, tumben ngetuk pintu? Bukan Kak Sam banget, deh." Winter membuka lebar pintu kamarnya, mendapati Summer dengan beberapa buku dan sebuah laptop di tangan.

Dengan santai, Summer duduk di tempat tidur Winter. "Protes mulu. Besok-besok Kak Sam nyelonong aja berarti."

"Ciri-ciri orang enggak bisa konsisten."

"Ciri-ciri orang yang selalu merasa benar," balas Summer yang membuat sebuah bantal kecil mendarat di kepalanya. Siapa lagi pelakunya jika bukan Winter.

"Ambil buku tugasmu. Duduk sini," titah pemuda itu sambil menepuk sisi samping tempat tidur.

"Alasan! Dengan Kak Sam bilang gitu, jomlonya tambah kelihatan, tahu. Minta temenin ngerjakan tugas, kok, sama adik sendiri," cibir gadis pemilik rambut keriting panjang itu. Tangannya meraih tas punggung yang yang tergeletak di meja belajar. Mengambil buku dan alat tulis.

Bukan jarang Summer mengajaknya belajar bersama seperti ini. Hampir setiap malam setelah makan malam, pemuda itu menyempatkan diri untuk menemaninya. Oleh sebab itu, segala bentuk perhatian yang diberikan oleh Zavier dan Summer tak membuat ia kurang perhatian. Keduanya bagaikan replika seorang ibu dalam hidupnya.

Winter in LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang