Part 15 : Ready for Another Drama?

3.3K 241 1
                                    

Keenan

"Capt. Keenan?"

"Eh, Capt. Bimo, gimana kabarnya, Capt?" aku berbasa-basi sambil menjabat tangan seniorku itu

Di belakangnya, satu set kru yang sepertinya baru saja landing ini berjalan kearah ku dan kru lain yang akan terbang. Ada Tarisha juga disana.

"Flight kemana?" tanya Capt. Bimo

"Deket, capt. Kuala lumpur," jawabku

Disaat rekan-rekannya yang lain menyapaku ketika berpapasan, sebaliknya dengan Tarisha. Perempuan itu hanya melirikku dingin sekilas dan melewatiku begitu saja tanpa sepatah katapun terucap dari bibir merahnya. Rupanya, gelagat tak biasa itu bisa ditangkap dengan baik oleh pria yang usianya telah menginjak setengah abad di depanku ini.

"Berantem lagi, ya, Capt?" tanya Capt. Bimo

Well, ini bukan pertama kalinya ada rekan kerjaku, baik sesama pilot maupun pramugari, yang menanyakan hal ini. Pasalnya, selama ini kami memang dikenal sebagai pasangan yang paling doyan berantem dan aku berani bertaruh kalau detail pertengkaranku dengan Tarisha di club malam di Seoul tempo hari kini sudah menjadi konsumsi seluruh pegawai maskapai.

"Ya gitu deh, Capt," ujarku menjawab pertanyaan Capt. Bimo

"Oh, pantesan saya perhatikan ekspresi Mbak Tarisha kok rada kecut gitu. Kirain gara-gara engga jadi libur, eh taunya lagi berantem sama pacarnya," pria itu terkekeh

Mendengar ucapan seniorku itu, aku hanya bisa menyengir kikuk. Aku sangat mengenal Tarisha dan apa yang barusan diucapkan oleh Capt. Bimo itu salah. Ekspresi masam yang ditunjukkan perempuan itu memang murni karena dia tidak jadi libur meskipun sebenarnya memang bukan waktunya libur dan hanya standby. Pertengkaran kami tidak pernah berarti apa-apa dalam hidupnya. Sepanjang aku mengamati gerak-geriknya, perempuan itu tetap bisa tertawa-tawa bahagia dan bersenang-senang tanpa beban bersama teman-temannya meskipun saat itu kami sedang bertengkar hebat.

Sepertinya memang hanya aku seorang dalam hubungan ini yang merasa terbebani setiap kali kami bertengkar dan ada yang salah disini. Kali ini aku memang sengaja untuk tidak meminta maaf atau mengajak baikan lebih dulu seperti yang sudah-sudah karena aku ingin tahu sejauh mana dia bisa bertahan dalam keadaan seperti ini bahkan mungkin sejauh mana dia ingin mempertahankan hubungan ini.

***

Kirana

"Makan sini aja yuk, Mir," aku menarik lengan Miranda ke sebuah restoran makanan Jepang

Susah payah aku menyeret perempuan ini untuk menemaniku jalan-jalan menikmati hari libur. Masalahnya, hanya Miranda yang available untuk ku ajak keluar karena kami sama-sama libur dan Axel sedang tidak di Jakarta sehingga dia tidak bisa menolak ajakanku dengan alasan ada kencan seperti biasanya. Butuh waktu dua jam dan berbagai macam sogokan, yang salah satunya makan gratis sepuasnya tiga kali sehari, sampai akhirnya dia mau meng-iya-kan ajakanku. Meskipun nyatanya berdompet tebal, teman-temanku ini memang selalu berlagak seperti orang tak berpenghasilan. Namun bagiku merogoh kocek lebih dalam masih tetap lebih baik daripada harus pergi jalan-jalan sendiri seperti orang kesasar.

"Habis ini langsung ke butik aja, yuk," ujar Miranda sambil menikmati semangkuk sup miso miliknya

Membelikannya outfit yang akan digunakan untuk menghadiri acara lamaran Shecyl minggu depan juga termasuk kedalam sogokan yang aku tawarkan kepadanya.

"Jangan yang mahal-mahal, belum gajian," sahutku

Miranda tertawa, "Halah, engga usah sok engga punya duit. Gue tahu duit tabungan lo di bank udah engga ada serinya saking banyaknya, buktinya sanggup ngasih sogokan segini banyak ke gue"

"Ngaco," semburku

Sedang asyik mengobrol ini itu dengan Miranda, seseorang tiba-tiba datang dan menggebrak meja tempat kami berdua makan. Refleks kami berdua mendongak menatap seseorang yang dengan tidak ada sopan satunnya mengganggu kami yang sedang makan.

Mataku membulat ketika menatap seorang perempuan yang juga tengah menatap emosi kearahku.

"Siapa?" bisik Miranda yang menyadari tatapan emosi perempuan itu ditujukan kepadaku

"Pacarnya si random man yang waktu itu," balasku berbisik

My Perfect Random ManWhere stories live. Discover now