Kirana
Dua bulan berlalu sejak insiden dimana aku beradu urat dengan perempuan toxic itu di restoran. Keenan benar-benar menepati ucapannya sehingga apa yang aku khawatirkan tidak terjadi.
Bicara soal Keenan, rasanya sudah lama aku tidak bertemu ataupun sekedar bertukar pesan dengan pria itu. Terakhir kali kami bertemu adalah sebulan yang lalu ketika dia mengantarkan ibunya untuk cek kesehatan.
Should I text him now? ujarku dalam hati sambil memainkan ponsel yang ku pegang.
Tapi, aku mengurungkan niat itu mengingat kemungkinan kami akan kembali bertemu nanti malam karena Bu Sarah mengundangku untuk datang ke rumahnya dalam rangka syukuran atas kesembuhan beliau.
Mengingat Keenan membuat sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di kepalaku. Apakah dia dan pacar toxic-nya itu masih bersama?
***
Aku mengecek kembali alamat yang diberikan Bu Sarah beberapa hari yang lalu untuk memastikan bahwa rumah dua lantai dengan pagar yang terbuka lebar itu benar rumah beliau. Setelah cukup yakin, aku melajukan mobilku memasuki halaman rumah dan berhenti di depan garasi.
Sambil berharap tidak salah rumah, aku memencet bel yang ada di sebelah kanan pintu. Aku lega ketika melihat Lily, adik Keenan, muncul dari balik pintu.
"Eh, Dokter. Kirain Kak Keenan," kata Lily begitu ia melihatku
"Kakak kamu datang juga?" tanyaku
"Ya, cuma belum datang aja dia. Mari masuk, Dok. Mama ada di dapur," ujar Lily sambil membuka pintu rumah lebih lebar
Akupun mengikuti gadis itu masuk ke dalam rumah sambil mengamati sekeliling. Ruang tamu rumah ini terbilang luas dengan dominasi warna krem dan floor to ceiling window di sisi kanan yang langsung menghadap ke taman. Di tengah-tengah ruangan, terdapat sofa berwarna putih yang di tata membentuk huruf U dengan sebuah meja kaca di tengahnya.
"Dokter, duduk sini dulu, ya. Aku panggil mama dulu," ujar Lily yang ku jawab dengan anggukan
Daripada duduk di sofa, aku lebih tertarik untuk melihat sebuah foto keluarga berukuran besar yang ada di ruang tamu ini. Aku memperhatikan sosok Keenan remaja yang ada di foto itu, tidak banyak yang berubah selain kulitnya yang kini tampak lebih terang.
"Pangling, ya, sama Keenan?"
Aku berjengit kaget ketika tiba-tiba ada suara seseorang di sampingku. Aku menoleh dan mendapati Bu Sarah berdiri di sampingku sambil melihat foto yang sama. Sejak kapan beliau ada disana? Ah, sepertinya aku terlalu fokus melihat foto Keenan remaja sampai tidak menyadari kedatangan beliau.
"Eh, enggak kok, Bu. Dia enggak banyak berubah," jawabku
Bu Sarah tertawa pelan, "Keenan waktu remaja itu paling enggak betah di rumah. Kerjaannya main mulu, yang main bola yang main apalah. Makanya dulu dia kusam begitu"
Aku terkekeh mendengar ucapan Bu Sarah, sama sekali tidak menyangka seorang Keenan yang terlihat sangat family man ternyata pernah hobi kelayapan.
"Ma, ini kulit semangkanya dikupas enggak?" suara Lily terdengar dari arah dapur
"Enggak perlu, langsung dipotongin aja itu semangkanya," sahut Bu Sarah
Setelah menjawab pertanyaan anaknya, beliau menatapku, "Dokter tunggu sini dulu, ya. Saya ambilin minum sama camilan dulu"
"Eh, enggak perlu repot-repot, Bu," ujarku
Wanita paruh baya itu tersenyum, "Udah enggak apa-apa. Dokter tunggu disini sebentar, ya"
Sambil menunggu beliau kembali, aku memutuskan untuk mendudukkan diri di sofa sambil berpikir bagaimana reaksi pria itu nanti ketika dia melihat aku disini.
Tak berselang lama, terdengar bunyi pintu utama terbuka dan setelahnya seorang laki-laki dan seorang perempuan masuk kedalam rumah sambil bergandengan tangan.
Mereka adalah Keenan dan Tarisha.
Ada keterkejutan di mata keduanya ketika melihatku duduk di sofa ruang tamu ini. Sejujurnya, akupun tidak kalah terkejut.
"Dokter? Diundang juga sama mama?" tanya Keenan memecah keheningan
"Ya, mama kamu mengundang saya," jawabku sambil menekankan kata mengundang dan melirik singkat kearah Tarisha
Pria itu menggangguk kemudian pamit ke dapur untuk menemui mamanya. Sebelum pergi, ia sempat berbisik pada Tarisha, mewanti-wanti agar perempuan itu tidak berantem denganku.
Kini tersisa aku dan Tarisha disini. Perempuan itu duduk di seberang kiriku sambil menyilangkan kaki dan menunjukkan senyum meremehkan.
"Lo pasti enggak nyangka, kan, lihat gue sama Keenan gandengan tangan kayak tadi?" dia tertawa kecil
"You know what? He proposed me. Still unofficial, but will be official soon. Makanya hari ini dia bawa gue kesini," ujarnya sambil menunjukkan jari kelingking sebelah kirinya yang dihiasi sebuah cincin berwarna putih.
What the hell? Ini cewek pakai pelet atau emang si Keenan udah gila?
"Loser wins first," ujarku balik mengejeknya
Tarisha memicingkan matanya, "Let's see who's the loser here"
Keenan
Aku bersyukur ketika akhirnya acara syukuran mama selesai tanpa ada satu dramapun yang tercipta mengingat ada dua perempuan beda profesi yang memasang wajah siap baku hantam sejak detik pertama mereka bertemu.
Awalnya aku memang sengaja mengajak Tarisha datang kemari karena ingin menunjukkan pada mama bahwa Tarisha sudah banyak berubah menjadi lebih baik sekaligus meminta restu untuk melamarnya secara resmi. Sayangnya, aku tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa mama akan mengundang dokter itu ke acara ini. Kalau saja aku tahu, sudah pasti aku tidak akan membawa serta Tarisha kemari.
"Aku bantuin mama kamu dulu ya," ujar Tarisha lalu menghampiri mama untuk membantu beliau membawa piring-piring kotor ke dapur
Ketika Tarisha mengikuti mama ke dapur, aku menoleh kearah Dokter Kirana yang sedari tadi menatap datar kearahku.
"You're going to propose her?" tanyanya
Aku mengangguk pelan, "Yes, sorry. Kamu bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari saya"
![](https://img.wattpad.com/cover/220395734-288-k563803.jpg)
VOCÊ ESTÁ LENDO
My Perfect Random Man
Romance"Kalo sampe umur 30 gue belum nikah, gue bersumpah bakal nikah sama random man!" Itu ucapan Kirana, ahli bedah muda yang gagal move on dari mantan kekasihnya. Kini, sumpah serapahnya dua tahun lalu menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.