Part 14 : Chocolate Ice Cream

3.5K 252 7
                                    

Kirana

Dengan senyuman yang terus menghiasi wajah, Lyra memamerkan cincin yang diberikan oleh tunangannya kepadaku, Shecyl, dan Miranda. Cincin itu membuat dirinya resmi menjadi orang pertama yang akan segera melepas masa lajang diantara kami berempat.

"Congrats, ya, Lyra. Akhirnya pernikahan yang selama ini jadi impian lo udah di depan mata," ujarku turut bahagia

"Lo nikahan kapan? Dimana?" tanya Miranda

"Tiga bulan lagi, rencananya sih mau nikahan di kampung halaman gue di Gorontalo," jawab Lyra

"Dapet tiket pesawat gratis engga nih buat ke Gorontalo?" seloroh Shecyl

"Bayar sendiri dong, bu dokter," sahut Lyra

"Males, ah. Mahal," timpalku yang mendapat anggukan dari Shecyl dan Miranda

Lyra mendecih kemudian tersenyum kembali, "Santai, gue engga maksa kalian buat datang ke Gorontalo kok. Cukup kirimin aja kadonya entar gue kasih live report"

Mendengar jawaban yang sangat mencerminkan kepribadiannya yang ogah rugi itu membuat kami bertiga kompak memaki-maki dirinya sementara yang bersangkutan hanya tertawa-tawa saja mendengar makian kami.

"By the way, ada yang mau gue sampein juga,"

Ucapan Shecyl menarik atensi kami, tapi perempuan itu sengaja mengulur-ulur waktu sampai membuat kami gemas.

"To the point engga lo?" sembur Miranda yang sudah termakan rasa penasaran

"Oke, kemarin gue dilamar sama Tian, belum lamaran resmi sih. And he gave me this," ujarnya sambil menunjukkan sebuah cincin di jarinya yang sejak tadi ia sembunyikan di dalam saku blazer-nya

Engga butuh waktu lama, orang kedua yang akhirnya akan segera melepas masa lajang diantara kami berempat akhirnya terungkap juga.

"So, kita semua sengaja dikumpulin buat dipamerin cincin?" tanyaku

"Pulang dari sini gue bakal langsung minta dilamar juga sama Axel," sahut Miranda yang mengundang tawa kami semua

Lyra tiba-tiba menatapku dengan tatapan penuh selidik yang diikuti oleh kedua sahabatku yang lain, "So, dr. Kirana Anindita Malik Sp.BTKV kita tersayang, lo kapan nyusul?"

***

Memasuki usia kepala tiga, satu persatu sahabatku akhirnya menemukan pasangannya masing-masing dan sebentar lagi akan menjalani babak baru dalam hidup mereka. Tersisa diriku seorang yang masih tidak tahu sampai kapan akan terus sendiri. Andai saja saat itu aku tidak keras kepala untuk tetap melanjutkan studiku, pasti aku sudah menjadi orang pertama yang memamerkan cincin.

But, what's past is past.

Mobilku berhenti seiring dengan lampu lalu lintas di depan sana yang berubah warna menjadi merah. Sambil menunggu giliran lampu hijau, aku mengalihkan pandanganku ke sisi kiri dan kanan mobil. Tanpa sengaja mataku menangkap sesosok anak perempuan yang dibonceng tengah diantara kedua orangtuanya sedang asyik menikmati satu stik es krim coklat yang terlihat meleleh di sana sini.

Ah, chocolate ice cream.

Es krim coklat di tangan anak perempuan itu mengingatkanku pada laki-laki yang beberapa bulan belakangan menjadi perhatianku sekaligus laki-laki yang memberikan es krim coklat untukku beberapa hari yang lalu.

Tanpa sadar aku tersenyum ketika memori tentang sikap manisnya yang semanis es krim coklat pemberiannya sore itu berputar kembali di otakku. Entah berapa lama aku larut dalam kilasan-kilasan memori itu sampai aku tidak menyadari kalau lampu lalu lintas di depan sana sudah berubah menjadi hijau, pantas saja mobil-mobil di belakangku kompak membunyikan klakson mereka bersamaan.

Melihat ada sebuah minimarket beberapa meter di depan sana, aku langsung menepikan mobilku dan memarkirkannya tepat di depan minimarket tersebut. Tiba-tiba saja aku ingin makan es krim coklat. Setelah mendapatkan es krim coklat yang ku inginkan, aku langsung memakannya di dalam mobilku yang masih terparkir di halaman minimarket.

Lagi, aku senyum-senyum sendiri ketika rasa manis coklat itu mulai menyapa indera perasaku. Masih jelas dalam ingatanku ekspresinya ketika ia bertanya apakah aku alergi coklat atau tidak dan senyumnya ketika memberikan cup es krim yang dibawanya kepadaku.

"Orang bilang coklat itu bikin happy. Jadi saya beliin ini biar kamu engga galau terus-terusan"

Aku tertawa kecil ketika mengingat ucapannya, sepertinya mulai sekarang aku harus memasukkan coklat kedalam daftar pelipur laraku.

"Saya pribadi sih engga mempermasalahkan latar belakang seseorang. Setiap orang punya latar belakangnya masing-masing dan terkadang kita sebagai manusia engga bisa milih mau latar belakang yang kaya gimana. Kita juga engga punya hak untuk menghakimi kehidupan orang lain cuma gara-gara latar belakangnya"

Kalimat-kalimat yang seolah memberikan harapan untukku itu terngiang kembali bersamaan dengan suapan es krim coklat yang terakhir. Aku terdiam sejenak memikirkan ucapannya sambil menikmati sisa-sisa rasa coklat yang masih terasa.

"So, Captain, will you be the one who gives me that ring?"

My Perfect Random ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang