Part 24: Claudia

2.7K 188 9
                                    

Kirana

"Let's make it simple. Lo mau balik sama dia atau enggak? Enggak perlu ada penjelasan, cuma "ya" atau "tidak","

"Enggak"

"Then you have to tell him"

Atas saran Miranda kemarin, aku memutuskan untuk memberitahu Rico mengenai keputusanku sekaligus menyelesaikan semua urusan diantara kami.

Sambil menunggu pria itu datang, aku merenung. Setelah benar-benar menghilangkan dia dari duniaku, lalu apa? Bahkan mencoba peruntungan dengan random man pun aku gagal. Ah, sepertinya mulai sekarang aku harus mengubah orientasi hidupku. Being a rich independent woman sepertinya tidak buruk.

Aku merasa kembali menjadi remaja labil yang terombang-ambing hanya karena masalah hati. Pathetic. Kalau dipikir-pikir, memiliki keluarga seolah menjadi kutukan bagiku. Disaat aku seharusnya tumbuh di tengah keluarga yang mendukungku, aku justru tidak tahu menahu mengenai mereka. Disaat aku ingin membangun keluargaku sendiri, aku selalu gagal. Seolah menjadi pertanda bahwa aku memang tidak dilahirkan untuk merasakan hangatnya sebuah keluarga.

"Permisi, Anda dr. Kirana, kan?" suara itu membuyarkan ratapan kesedihanku

Perempuan di hadapanku ini sepertinya tidak asing.

"Anda mengenal saya?" aku bertanya

Perempuan itu tersenyum, "Tentu saja. Anda adalah mantan pacar dan cinta mati suami saya"

Aku terbelalak, jadi perempuan ini...

"Saya Claudia, istrinya Rico"

Mengerti keterkejutan dan tanda tanya di kepalaku, Claudia buka suara. "Saya yang membaca pesan Anda kepada suami saya dan saya juga yang membalasnya. Saya juga menghapus pesan Anda, jadi Rico tidak akan datang"

"Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan suami Anda, saya harap Anda tidak salah paham," aku menjelaskan maksud dan tujuanku mengirim pesan kepada suaminya

"Saya ingin mempertahankan rumah tangga saya, saya harap Anda mengerti," Claudia berujar dengan tegas

Tanpa dia bicarapun, guratan frustasi di wajahnya sudah menjelaskan segalanya.

"Saya tidak pernah berniat menghancurkan rumah tangga Anda"

Aku serius dengan hal itu. Kalau aku mau, aku sudah melakukannya sejak lama. Tidak perlu bersusah payah mengejar Keenan yang cinta buta pada orang yang salah itu.

"Lalu, kenapa Anda minta bertemu suami saya?" Claudia menatapku penuh selidik

"I just want to make everything clear that we're over and there's no way back. Saya lelah berurusan dengan masa lalu"

Kali ini, Claudia yang nampak terkejut. Sepertinya wanita ini berpikir aku ingin bertemu suaminya untuk merebutnya. Tidak salah juga, sih. Wajar bagi seorang istri untuk sedikit banyak punya rasa was-was apabila ada perempuan lain yang membuat janji temu dengan suaminya, apalagi kalau perempuan itu pernah menjadi bagian dari masa lalunya.

"Karena sekarang Anda yang disini, saya minta tolong untuk sampaikan ke suami Anda bahwa apapun yang pernah terjadi antara saya dan dia di masa lalu sudah berakhir dan tidak akan ada lagi kesempatan untuk kembali"

Claudia menggeleng, "Anda harus menyampaikannya sendiri. Dia tidak akan percaya pada saya dan dia akan semakin membenci saya. Akan lebih sulit untuk mempertahankannya kalau dia semakin benci saya, bukan?"

Mendengar Claudia yang sangat gigih mempertahankan rumah tangganya, membuatku penasaran akan satu hal.

"Apa hanya Anda yang berusaha mempertahankan rumah tangga kalian? Apa Rico juga melakukannya? Atau setidaknya, dia pernah mencoba?"

Dengan senyuman getir dan raut wajah yang semakin muram, wanita itu menjawab, "Tidak. Selama pernikahan kami, bahkan sampai anak kami lahir, dia hanya memikirkan Anda"

"I'm sorry to hear that. Tapi, memaksa untuk bertahan bukankah akan lebih menyakitkan?"

"Saya mempertahankannya untuk diri saya dan anak saya tidak peduli seberapa menyakitkannya itu. Lagipula, setelah melalui perjalanan panjang merebut dia dari Anda, bukankah sudah jadi kewajiban saya untuk terus mempertahankannya?"

"Merebut?"

"Ya. Saya, melalui mama saya, yang terus memengaruhi mama mertua untuk membenci Anda sehingga kalian tidak akan pernah mendapat restu untuk bersama. Lagi-lagi, saya melalui mama saya-lah yang mendesak mama mertua ketika beliau sedang kritis dan Anda tidak ada untuk menikahkan saya dengan Rico karena saya tahu kelemahan Rico saat itu adalah mamanya. Saya melakukan itu, karena dia adalah satu-satunya pria yang bisa saya cintai"

"Jadi, sekarang Anda minta tolong pada seseorang yang Anda hancurkan hatinya bertahun-tahun yang lalu?" tanyaku sinis

"Maaf, tapi saya tidak punya pilihan lain. Jika Anda tidak mau melakukannya untuk saya yang sudah jahat pada Anda, saya mohon dengan tulus, tolong lakukan demi anak saya. Dia tidak memiliki peran apapun dalam hal jahat yang saya lakukan pada Anda"

Damn. Mengetahui kenyataan bahwa dia merebut Rico dariku, ingin sekali rasanya aku merebut kembali apa yang seharusnya jadi milikku. Sayangnya, wanita dihadapanku kini memiliki senjata yang tidak bisa ku lawan. Anak mereka.

°•°

This is the right thing, Rana. You said that yourself, anak mereka adalah senjata yang tidak bisa kamu lawan. Ujarku meyakinkan diri sebelum menekan tombol hijau yang terpampang di layar ponsel.

Telepon tersambung dan tak menunggu lama, seseorang di seberang sana menyapa dengan nada sumringah, "Halo, Ran. Tumben telepon, ada apa?"

"Kamu menginginkan jawabanku, kan? Aku sudah mendapatkannya"

Pria di seberang sana terdiam sesaat sebelum akhirnya dengan ragu bertanya, "Apa?"

"This is the end, Rico," jawabku yakin

"No, wait, Ran. Why?"

"As I told you, I don't have any feeling for you anymore. Kamu juga sudah punya orang lain yang mencintaimu dan sudah seharusnya kamu cintai juga"

"Ran, berapa kali aku katakan padamu. Aku sudah mencoba untuk mencintainya, tapi aku tidak bisa. Cintaku hanya untuk kamu"

"Kamu harus berusaha mencintainya lebih keras dari usahamu untuk mendapatkanku kembali. Hanya dengan cara itu kamu bisa mencintainya dan menemukan kebahagiaan yang kamu cari dalam pernikahanmu," aku memutus sambungan telepon sembari berharap inilah akhir dari kisah cintaku di masa lalu

My Perfect Random ManWhere stories live. Discover now