Part 7 : Ex

3.9K 262 0
                                    

Kirana

Begitu sampai di lobby, aku terkejut ketika resepsionis memberitahu bahwa seseorang menungguku dan lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa orang itu adalah Rico.

Pria itu tersenyum begitu aku berdiri di depannya.

"Ini diluar jam kerja dan kamu sampai kesini menemui saya, apa kondisinya darurat sekali?" tanyaku tanpa menyapanya lebih dulu

Kerutan samar muncul di kening pria itu, kemudian ia tertawa. "Kamu pikir aku mau ngomongin pasien?"

Aku mengangguk, "Kalau bukan itu, lalu apa?"

"Kita," jawab Rico tegas

Kini, giliran keningku yang memunculkan kerutan. "Apa lagi?"

"Bisa kita bicara di tempat lain saja?" pintanya

"Saya cuma mau di taman apartemen ini saja," ujarku

Dia mengangguk, "Engga masalah"

***

Rico mendudukkan dirinya di kursi panjang yang letaknya di sudut taman ini sementara aku hanya berdiri sambil mengawasi gerak-geriknya.

Rico melirikku, "Sit down, won't ya?"

Aku menuruti ucapannya dan duduk di ujung lain dari kursi itu.

"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?" tanyaku

Berdua dengan Rico disini ditambah masa lalu kami yang belum bisa ku relakan dan kenyataan bahwa sekarang dia telah menikah bukanlah ide yang bagus bagiku. Meskipun nyatanya ada bagian hatiku yang merindukan saat-saat seperti ini.

"Bicaramu yang formal itu bikin aku canggung dan malah bingung mau mulai darimana," canda Rico namun aku tak menanggapinya

"Aku mau minta maaf sama kamu," lanjutnya

"Minta maaf?" ulangku memastikan

Dia mengangguk, "Aku tahu ini udah telat banget buat ngomong, tapi bagaimanapun juga I've hurt you. Sebenarnya bisa aja dari dulu aku ngomong ke kamu via pesan teks atau yang lain, tapi rasanya engga etis aja dan aku pikir itu bakalan lebih nyakitin kamu, jadi aku nunggu sampai aku bisa ngomong langsung ke kamu"

"Tapi, waktu kita ketemu lagi kamu juga engga langsung ngomong. Masih ngulur waktu. Hampir dua tahun pula," sanggahku

Rico tertawa, "Jujur aja, aku masih belum punya nyali"

"Berarti sekarang sudah punya nyali?" 

"Kind of"

"Dapat darimana?" aku mencibir

Pria itu tidak menanggapi cibiranku dan memilih untuk diam sehingga keheningan menyelimuti kami untuk beberapa saat.

"Aku engga punya pilihan waktu itu," dia mulai bercerita

"Mama sakit dan kondisinya cukup parah. Beliau bilang keinginannya adalah bisa segera menimang cucu"

"Mama kamu sakit? Kok engga pernah cerita ke saya?" potongku

"Mama engga ngebolehin," jawabnya

Mendengar jawaban itu, entah kenapa aku merasa ada sedikit sentilan di hatiku yang mengatakan kalau sebenarnya ibunya Rico itu tidak terlalu menginginkanku. Buktinya saja, dia seringkali bersikap tertutup terhadapku.

"Aku gamang banget pas mau ngelamar kamu waktu itu soalnya kamu sibuk dan kelihatan semangat banget buat nyiapin kelanjutan studimu di London," Rico melanjutkan

"Di sisi lain, Mama terus ngedesak aku dan akhirnya aku putusin buat ngelamar kamu. Awalnya aku pede banget dan yakin kamu bakal nerima aku," dia terkekeh di akhir

"Kamu emang engga nolak, tapi nyuruh aku nunggu. Sebenarnya fine aja buatku untuk nunggu sampai studimu selesai atau sampai kamu siap, tapi engga dengan Mama. Sampai akhirnya kamu benar-benar berangkat ke London dan dua bulan kemudian kondisi Mama makin parah, beliau kritis. Di saat yang kaya gitu Mama makin gencar buat nyuruh aku cepetan nikah. Akhirnya aku iya-in dan aku udah siap buat nyusul kamu ke London, kamu ingat?"

Aku mengangguk. Aku ingat sekali, saat itu dia menghubungiku tengah malam ketika aku sedang mengerjakan laporan penelitianku dan berkata akan menjemputku ke London lalu kembali ke Jakarta untuk menikah. 

Tidak hanya sekali, berkali-kali dia mencoba membujukku tapi reaksiku selalu sama. Aku langsung menolaknya mentah-mentah.

"Kamu kekeh engga mau dan akhirnya Mama ngenalin aku sama anak koleganya waktu mereka datang jenguk beliau. Padahal aku masih pengen banget nunggu kamu, tapi Mama engga bisa berkompromi. Sebulan kemudian, aku nikah sama perempuan itu," 

Aku hanya diam, memang sedari tadi aku lebih banyak diam. Selama ini aku tidak pernah tau detail kejadian di masa lalu itu dan sekarang saat semuanya di ceritakan kepadaku, aku justru tidak tahu harus menanggapi seperti apa.

"Aku struggling banget di awal-awal pernikahan. Nikah sama orang asing yang sama sekali engga aku cintai bukan perkara mudah. Bahkan, aku udah siap buat urus perceraian kami padahal usia pernikahan baru tiga bulan. Tapi, ngeliat Mama yang makin hari makin engga berdaya bikin aku engga tega. Aku takut Mama makin drop kalau tahu aku cerai," ujarnya sambil menerawang jauh

Andai dia tahu kalau aku mungkin akan mengalami hal yang sama dengannya. Menikah dengan orang asing yang engga aku cintai.

"Glad that your marriage is fine now," ujarku

Dia hanya tersenyum simpul.

"Oh, ya, bagaimana keadaan mama kamu sekarang?" tanyaku hati-hati

"Udah baik. Setelah di rawat intensif selama berbulan-bulan," jawabnya

"Glad to hear that too"

Dia mengacak rambutku pelan sembari tertawa. Aku menepis tangannya dan memasang wajah kesal namun ia tetap tersenyum.

"I hope you'll find someone you love and have a nice life with him because you deserve it"

My Perfect Random ManDove le storie prendono vita. Scoprilo ora